Makan Bergizi Gratis Dipangkas Jadi Rp 10.000, Apa Dampaknya ke Masyarakat?
Badan Gizi Nasional menetapkan alokasi anggaran untuk program makan bergizi gratis hanya Rp 10 ribu per porsi. Padahal, sebelumnya pemerintah berencana menetapkan alokasi anggaran untuk program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu mencapai Rp 15 ribu per porsi.
Pemangkasan anggaran ini dinilai bisa memicu ketimpangan gizi. “Kondisi ini memicu pemenuhan gizi yang timpang di satu kota ke kota lainnya,” kata Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda kepada Katadata.co.id, Kamis (5/12).
Menurut Huda, alokasi Rp 10 ribu per porsi sangat mepet sekali untuk pemenuhan kecukupan gizi. Apalagi, beberapa kota dan kabupaten yang memiliki variasi harga makanan yang berbeda-beda.
Padahal, Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah melakukan studi untuk menentukan menu makan bergizi gratis namun anggaran Rp 10 ribu dinilai sangat minim. Dalam studinya, untuk makanan di area Banten hingga Jawa Tengah berupa nasi atau jagung, daging ayam, pepaya atau jeruk, dan labu atau buncis.
Sedangkan menu di Bali berupa nasi, ikan atau tahu, salak kata jeruk, dan kangkung atau sawi hijau. Sementara menu makanan di Riau dan Bangka Belitung beurpa sagu, udang atau ikan, pepaya atau nanas, dan kangkung atau terong.
90% Anggaran Harus untuk Bahan Baku Bergizi
Huda juga menyoroti anggaran makan bergizi gratis yang saat ini sudah ditetapkan mencapai Rp 71 triliun. Padahal seharusnya anggaran ini bisa dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang cukup.
Rencananya, pemerintah akan menggunakan anggaran Rp 10 ribu per porsi untuk mencapai target tiga juta penerima pada kuartal I 2025. Kemudian jumlah penerima program makan bergizi gratius terus ditingkatkan dan diperkirakan alokasi anggaran hanya membutuhkan Rp 22,5 triliun sehingga ada selisih Rp 48,5 triliun.
“Kita harus pastikan bahwa anggaran tersebut bukan menjadi bancakan. Kita desak agar penggunaan bahan baku gizi sebesar 90% dari anggaran. Operasional bisa maksimal 10%,” kata Huda.
Huda menyarankan pemerintah jika tidak mampu menjalankan program makan bergizi gratis dengan anggaran Rp 71 triliun, maka bisa menggantinya. Misalnya dengan mengubah menjadi jajan biasa gratis.
Menu Makanan Bisa di Bawah Rp 10 Ribu
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menduga keputusan pemerintah untuk menetapkan alokasi Rp 10 ribu per porsi karena berdasarkan uji coba di sejumlah wilayah. Namun, alokasi ini terlalu kecil dan berpengaruh pada penentuan menu dengan harga di bawah Rp 10 ribu.
“Jika Rp 10 ribu tersebut adalah angka bruto yang berarti harus dibagi kembali untuk alokasi lainnya,” kata Yusuf.
Anggaran tersebut akan dibagi untuk kebutuhan lain seperti biaya kemasan, jasa antar hingga keuntungan jika ikut menggandeng mitra di tempat program ini dijalankan. Dalam kasus tersebut, alokasi Rp 10 ribu itu bisa menjadi lebih kecil jika hanya diperuntukkan untuk makanan saja.
“Saya kira ini akan menjadi perdebatan terkait bagaimana mencari menu di bawah Rp 10 ribu yang tetap bisa memenuhi kebutuhan gizi di tengah harga yang berbeda antar satu daerah dengan daerah yang lain,” ujar Yusuf.
Yusuf mendesak pemerintah menjelaskan secara rinci terkait bagaimana alokasi Rp 10 ribu per porsi bisa memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi calon penerima. Sebab, program makan bergizi gratis ditujukan untuk meningkatkan kualitas gizi dan nutrisi.