Prabowo Segera Perintahkan Sri Mulyani Siapkan Kajian PPN 12% Beda Tarif
Presiden Prabowo Subianto bakal menyiapkan kajian terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) beda tarif yang diberlakukan pada 1 Januari 2025. Kajian ini akan disiapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ketua Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menyampaikan bahwa kajian tersebut disiapkan untuk merespons kekhawatiran masyarakat terkait pengenaan PPN 12%.
"Rencananya, masih dipelajari oleh pemerintah, dilakukan pengkajian lebih mendalam bahwa PPN nanti tidak berada dalam satu tarif. Tidak berada dalam satu tarif, dan ini masih dipelajari," kata Misbakhun di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (5/12).
Keputusan tersebut didapatkan usai DPR bertemu dengan Prabowo secara khusus membahas tentang penerapan PPN 12%.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan tujuan usulan penghitungan PPN tersebut agar barang-barang kebutuhan pokok hanya dikenakan pajak lebih sedikit dibandingkan yang saat ini ditetapkan.
"Pak Presiden tadi menjawab, akan dipertimbangkan dan akan dikaji mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden akan meminta Menteri Keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan," kata Dasco.
Tanggapan Istana Soal Usulan DPR
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan usulan dari DPR dan masyarakat yang ditanggapi secara responsif oleh Prabowo menjadi mekanisme budaya baru dalam Kabinet Merah Putih dalam pemecahan masalah yang dialami masyarakat.
Ia memastikan masukkan-masukkan yang diberikan sudah ditampung dan segera dikaji oleh pemerintah untuk mendapatkan solusi yang tepat.
"Menurut kami ini budaya yang baru yang dibangun oleh presiden bersama dengan DPR. Bahwa apapun masukkan dari masyarakat, terutama masukan dari DPR untuk secepatnya, yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat harus direspons cepat," kata Prasetyo.
Sebelumnya, Dasco mengumumkan hasil pertemuan DPR, khususnya Komisi XI dengan Prabowo mengenai penerapan PPN 12%. Pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa PPN 12% akan diterapkan secara selektif dan menyasar pembeli barang-barang mewah.
Sementara untuk kebutuhan pokok dan pelayanan publik seperti jasa kesehatan, jasa perbankan dan jasa pendidikan tidak dikenakan pajak 12%.