BRIN Soroti Penurunan Kelas Menengah Akibat Beban Pajak dan Biaya Hidup
Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zamroni Salim memaparkan sejumlah solusi untuk mengatasi penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia.
Tercatat jumlah kelas menengah turun sebesar 18,8% dalam beberapa tahun terakhir, dari 57,33 juta menjadi 48,27 juta. Penurunan ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat, konsumsi domestik, dan stabilitas ekonomi nasional.
Zamroni memperkirakan, salah satu penyebab utama penurunan kelas menengah adalah tekanan ekonomi yang semakin besar, termasuk kenaikan pajak dan biaya hidup.
“Kelas menengah menghadapi beban berat, seperti kenaikan tarif pajak penghasilan, tambahan pungutan seperti TAPERA, hingga cukai makanan dan minuman berpemanis. Hal ini mempersempit ruang gerak ekonomi mereka,” ujar Zamroni, Rabu (11/12).
Tak hanya itu, penurunan konsumsi domestik juga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi ikut terdampak. Penurunan daya beli kelas menengah juga dapat menghambat pertumbuhan sektor produksi, yang pada akhirnya membatasi penyerapan tenaga kerja.
“Kondisi ini menimbulkan efek domino pada sektor manufaktur dan jasa, yang bergantung pada stabilitas konsumsi kelas menengah,” ujar Zamroni.
Pengurangan Pajak dan Insentif Ekonomi
Zamroni menyarankan solusi penurunan kelas menengah dengan fokus pada kebijakan yang mendukung kelas menengah, seperti pengurangan beban pajak dan insentif ekonomi.
Dia menekankan pentingnya investasi berkualitas untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang strategis, seperti manufaktur dan teknologi.
“Investasi dengan efek pengganda tinggi, seperti pada sektor tekstil, makanan, dan industri berbasis teknologi, harus menjadi prioritas untuk memperkuat kelas menengah,” katanya.
Pemerintah juga didorong agar lebih proaktif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan kesehatan.
“Peningkatan kualitas SDM akan membuka peluang bagi kelas menengah untuk kembali tumbuh dan berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian,” katanya.
Melalui kombinasi kebijakan yang mendukung kelas menengah dan peningkatan investasi berkualitas, dia optimistis Indonesia dapat mengembalikan stabilitas kelas menengah sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi.
"Kelas menengah adalah jantung ekonomi kita. Menjaga mereka tetap kuat berarti menjaga masa depan ekonomi Indonesia," ucapnya.