Di Balik Penundaan Tarif Impor: Apa Yang Bikin Trump Khawatir?

Ringkasan
- Geng hacker Brain Cipher Ransomware meretas Pusat Data Nasional Sementara 2 Surabaya, mengkritik keamanan siber Indonesia dan mengimbau pemerintah untuk meningkatkan anggaran keamanan serta merekrut ahli IT berkualifikasi.
- Kementerian Keuangan mengalokasikan Rp 700 miliar untuk Pusat Data Nasional dari total anggaran Rp 4,9 triliun untuk Kominfo, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur siber dan data cadangan di tengah tingginya risiko serangan siber.
- Kominfo meminta penambahan anggaran sebesar Rp 20,11 triliun untuk tahun 2025 guna mendukung transformasi digital nasional, sementara pagu anggaran BSSN untuk Tahun Anggaran 2024 naik 21% menjadi Rp 771,77 miliar untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan siber Indonesia.

Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait penundaan kebijakan tarif impor selama 90 hari, kecuali untuk Cina, dilakukan secara mendadak. Padahal sehari sebelumnya ia masih bersikeras dengan keputusan yang mempengaruhi ekspor puluhan negara tersebut.
Usai mengumumkan tarif timbal balik atau resiprokal pada 2 Apil 2025, Trump terus mengalami tekanan dari sesama anggota Partai Republik, eksekutif bisnis, bahkan teman dekatnya. Presiden AS ke-47 itu bergeming. "Kebijakan saya tidak akan pernah berubah," ucapnya, dikutip dari CNN, Rabu (9/4).
Namun kemarin sore waktu setempat, ia mengubah arah tersebut usai Menteri Keuangan Scott Bessent menyampaikan kekhawatirannya. Pasar surat utang alias obligasi AS mengalami tekanan jual yang dalam.
Tim ekonomi pemerintah AS menghabiskan Rabu pagi dengan sangat fokus mengamati penjualan obligasi yang meningkat sehari sebelumnya. Peningkatannya sangat agresif, mendorong imbal hasil atau yield lebih tinggi.
Kondisi itu menunjukkan anomali dari apa yang biasanya terjadi saat kondisi ekonomi tidak stabil dan bergejolak. Secara historis, surat utang AS atau US Treasury menguat pada saat pasar saham anjlok karena investor bergegas mengalihkan aset ke tempat yang lebih aman. US Treasury telah lama dipandang sebagai aset dengan keamanan dan likuiditas tinggi.
Menyaksikan kejadian sebaliknya, tim ekonomi Trump pun menjadi cemas. Penjualan obligasi pemerintahan yang tinggi, ditambah dengan permintaan rendah untuk penjualan surat utang baru dapat memicu negara-negara lainnya menahan diri membeli US Treasury. Padahal pendapatan dari obligasi ini untuk membayar program-program pemerintah AS yang tidak ditanggung dari pendapatan pajak.
Trump mengakui pada Rabu sore kemarin telah mengamati gejolak pasar obligasi dengan saksama. "Pasar surat utang sangat rumit, saya mengamatinya," ucapnya. "Pasar obligasi saat ini bagus. Namun saya melihat tadi malam orang-orang mulai sedikit mual."
Ia akhirnya menunda kenaikan tarif impor produk yang masuk ke AS. Ia juga memuji langkahnya berhasil membalikkan arah pasar modal karena berhasil mencetak keuntungan, tanpa menyebut rekor kerugian triliunan dolar dalam seminggu terakhir.
"Itu adalah peningkatan terbesar dalam sejarah pasar saham," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval.
Beesent dan pejabat lainnya bersikeras keputusan menunda tarif baru kepada semua negara, kecuali Cina, bukanlah sebuah kemunduran. Mereka mengatakan langkah ini sebagai rencana induk Trump membawa banyak negara ke meja perundingan.