PBB Desak Trump Bebaskan Negara Miskin dari Tarif Resiprokal

Ringkasan
- Rupiah melemah 0,21% ke level 16.327 per dolar AS, namun berpeluang menguat di level Rp 16.250-16.310 per dolar AS.
- Kekhawatiran perang dagang global mereda setelah kesepakatan Trump dengan Kanada dan Meksiko, memberi peluang menguatnya rupiah.
- Tarif balasan Cina atas barang-barang AS akan mulai berlaku pada 10 Februari 2025, meski ada harapan negosiasi tingkat tinggi untuk meredakan ketegangan.

Badan perdagangan dan pembangunan PBB, Unctad mendesak Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membebaskan negara-negara termiskin dan terkecil di dunia dari tarif resiprokal.
Mengutip The Guardian, Unctad mengidentifikasi 28 negara yang dikenakan tarif lebih tinggi dari tarif dasar 10% meski mereka menyumbangkan kurang dari 0,1% defisit perdagangan AS. Beberapa di antaranya, seperti Laos diperkirakan akan menghadapi tarif sebesar 48%, Mauritius sebesar 40%, hingga Myanmar yang sedang menghadapi dampak gempa dahsyat terkena tarif 45%.
Gedung Putih mengejutkan banyak negara berkembang dengan tarif hukuman yang diumumkan bulan ini.
Trump mengklaim negara-negara mitra dagangnya telah “menjarah, merampok, merampok” Amerika dengan praktik perdagangan yang tidak adil. Ia pun ingin menciptakan lapangan bermain yang setara.
Unctad mengatakan, banyak negara yang menjadi sasaran tarif tinggi sebenarnya tidak mungkin menjadi ancaman bagi ekonomi terbesar di dunia, mengingat ukuran dan tingkat ekspor yang kecil.
Gedung Putih pada pekan lalu menghentikan sementara kenaikan tarif selama 90 hari, setelah menimbulkan kekacauan di pasar keuangan dunia, tetapi memberlakukan pungutan sebesar 10% secara menyeluruh.
Adapun posisi formal pemerintahan tetap bahwa tarif “timbal balik” akan mulai berlaku, tergantung pada negosiasi.
“Jeda 90 hari saat ini memberikan kesempatan untuk menilai kembali bagaimana ekonomi kecil dan rentan, termasuk negara-negara yang paling kurang berkembang diperlakukan,” kata Unctad.
Menurut Unctad, waktu penundaan tarif ini adalah momen yang krusial untuk mempertimbangkan pembebasan tarif bagi mereka yang tidak memberikan keuntungan sedikit pun bagi kebijakan perdagangan AS, tetapi berisiko menyebabkan kerugian ekonomi yang serius.”
Analisis Unctad mengatakan, banyak dari negara-negara ekonomi ini sangat kecil sehingga kemungkinan besar hanya menghasilkan sedikit permintaan untuk ekspor AS, bahkan jika mereka menurunkan tarif, seperti yang tampaknya dituntut Gedung Putih.
Malawi, yang menghadapi tarif sebesar 18%, hanya membeli US$27 juta ekspor AS pada tahun lalu. Mozambik, yang menghadapi tarif 16% membeli US$150 juta, dan Kamboja yang terkena tarif 49% hanya mengimpor US$322 juta.
Para ahli Unctad mengayakan, 36 negara kecil dan miskin ini kemungkinan besar menghasilkan kurang dari 1% dari total pendapatan tarif AS.
Bagian dari logika kebijakan tarif dimaksudkan untuk membawa pekerjaan manufaktur kembali ke AS. Namun, bagi beberapa negara kecil, ekspor utama mereka adalah komoditas pertanian, yang mana AS tidak mungkin dapat menemukan penggantinya di tempat lain, apalagi mengembangkan industri dalam negeri.