Pemerintah Diminta Benahi Distribusi untuk Atasi Kelangkaan Solar

Muhamad Fajar Riyandanu
30 Maret 2022, 16:37
solar langka, pertamina,
ANTARA FOTO/Rahmad/YU
Sejumlah kendaraan mengantre di salah satu stasion pengisian bahan bakar umum (SPBU) lintas Nasional Lhokseumawe, Aceh. (30/3/2022).

Pertamina menjelaskan kelangkaan solar subsidi di sejumlah daerah disebabkan oleh peningkatan permintaan di tengah turunnya kuota dari pemerintah. Selain itu, antrean solar di sejumlah SPBU justru dipenuhi oleh antrean truk-truk industri besar seperti sawit dan pertambangan.

Guna mengatasi hal tersebut, Pertamina diharapkan dapat menyelesaikan masalah pangkal yang terletak di jalur distribusi. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan Pertamina dan pemerintah harus memberikan penegasan perihal siapa saja yang berhak untuk mendapatkan jatah solar subsidi.

Rujukkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dinilai tidak memberikan kriteria rigid yang berdampak pada implementasi distribusi yang buruk.

“Karena tidak ada ketegasan dari pemerintah yang menyatakan bahwa siapa yang berhak menggunakan solar subsidi, implementasinya tidak detail," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (30/3).

Dia menambahkan bahwa Perpres tersebut mengatur bahwa hanya kendaraan pribadi, kendaraan umum atau barang atau penumpang maksimal roda enam yang dapat menggunakan solar subsidi. "Ini maksudnya roda enam ini siapa? Kadang-kadang truk pertambangan dan perkebunan rodanya cuma enam nih, truk yang kecil-kecil,” kata dia.

Mamit merasa Perpres tersebut harus dipertegas dengan peraturan turunan yang mengatur tentang indutri mana saja yang boleh dan tidak boleh menerima jatah solar subsidi. Alumnus Universitas Trisaksi ini menyebutkan industri besar seperti pertambangan, perkebunan skala luas, dan manufaktur dilarang mendapat jatah solar subsidi.

“Aturannya dipertegas misalnya yang boleh hanya angkutan sembako, angkutan pupuk, angkutan pertanian. Kalau sekarang kan siapa pun bisa dapat solar subsidi, selama pertambangan dan perkebunan punya truk yang kecil ya bisa-bisa saja. Terus mobil pribadi itu juga dibatasi dengan melihat cc dan tahun pembuatannya,” sambung Mamit.

Pertamina juga disarankan untuk mengoptimalisasi digitalisasi yang menghimpun data-data dari para penerima hak solar subsidi. Data-data ini harus terintegrasi antara pangkalan data Pertamina dan seluruh SPBU yang ada di tanah air.

Dengan metode ini, diharap penyaluran solar subsidi menjadi lebih tepat sasaran. “Nanti jika ada mobil yang tidak terdaftar dan tidak sesuai ya jangan diberikan dan petugasnya tidak bisa mengisi,” tutur Mamit.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan Pertamina seharusnya membuat estimasi di awal untuk mengantisipasi kelangkaan solar subsidi.

Menurut Fahmy, alasan kelangkaan solar subsidi karena naiknya permintaan akibat pertumbuhan ekonomi bisa diantisipasi apabila Pertamina sudah membuat proyeksi perihal kapan terjadi peningkatan permintaan.

“Misalnya sekarang PPKM itu sudah diperlonggar, logikanya itu akan terjadi kenaikan permintaan solar subsidi. Itu mestinya sudah bisa diantisipasi,” kata Fahmy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Rabu (30/3), siang.

Fahmy berharap, ke depannya distribusi solar subsidi tidak hanya dikuasai oleh PT Pertamina dan AKR. Ia menyampaikan Pemerintah sebaiknya menambah distributor solar subsidi yang dimana mereka akan bersaing untuk melayani konsumen secara efisien.

“Apalagi Pertamina ini mayoritas dan hampir dimonopoli. Secara teoritis struktur pasar monopoli itu akan menimbulkan inefisiensi pelayanan pada konsumen yang sangat buruk. Jadi dibuka saja opsi penambah distributor itu,” ujar Fahmy.

Menurut catatan dari BPH Migas, jumlah kuota penyaluaran solar subsidi hingga 27 Maret 2022 mencapai 3,49 juta kilo liter (KL), dengan rincian oleh Pertamina 3,76 juta KL, sementara realisasi penyaluaran PT AKR hanya 29.360 kl.

Fahmy menyebut, kelangkaan solar subsidi yang dibiarkan terus-menerus akan berbahaya bagi perekonomian secara makro karena konsumen dari solar subsidi mayoritas berasal dari supir mobil barang yang mereka mengangkut logistik dan bahan kebutuhan pokok.

“Kemungkinan bisa terhambat karena kelangkaan solar subsidi ini akan memicu inflasi yang menyebabkan harga kebutuhan pokok naik dan menjatuhkan daya beli masyarakat,” ujar Fahmy.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...