YLKI: Masyarakat Bingung Soal MyPertamina untuk Beli BBM Subsidi

Muhamad Fajar Riyandanu
4 Juli 2022, 14:37
mypertamina, subsidi bbm, bbm, pertamina
ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/rwa.
Petugas membantu warga untuk pendaftaran pembelian BBM Subsidi di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (01/07/2022).

Upaya pemerintah untuk mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina menciptakan kebingungan di masyarakat. Hal ini lantaran sosialisasi yang dilakukan pemerintah dinilai kurang efektif.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai komunikasi publik yang dilakukan pemerintah untuk mensosialisasikan penerapan subsidi tertutup dengan aplikasi MyPertamina kurang optimal.

Hal tersebut tercermin dari adanya kesalahpahaman di kalangan masyarakat mengenai proses penggunaan aplikasi tersebut. Menurut Tulus, opini masyarakat mengenai penggunaan aplikasi MyPertamina yakni setiap pembelian BBM bersubsidi di SPBU harus menggunakan aplikasi tersebut di ponsel pintar atau smartphone.

Padahal, aplikasi MyPertamina hanya digunakan sebagai medium pendaftaran calon penerima BBM bersubsidi. "Terjadi kepanikan publik perihal pendataan untuk untuk sepeda motor. Padahal, dari diskusi terakhir itu hanya berlaku pada kendaraan roda empat. Roda dua belum," kata Tulus dalam Energy Corner, Senin (4/7).

Kuota Pertalite dan Solar Tak Mencukupi Sampai Akhir Tahun

Pada kesempatan yang sama Komisi VII DPR mengatakan kuota BBM bersubsidi Pertalite yang telah ditetapkan pada awal tahun sejumlah 23,5 juta kiloliter (KL) tidak dapat mencukupi hingga akhir tahun. Sama halnya dengan solar yang dalam APBN 2022 ditetapkan kuotanya sebesar 13 juta KL.

Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, menyampaikan komsumsi Pertalite dalam waktu enam bulan pertama tahun ini sudah mencapai 2/3 dari kuota yang ditetapkan. Guna menutup kemungkinan krisis energi, DPR bersama pemerintah terus meningkatkan pengawasan distribusi sekaligus menambah kuota BBM bersubsidi.

"Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bulan lalu, kami sepakat untuk menambah Pertalite sampai 5 juta KL dan solar ditambah sampai 6 juta KL," kata Sugeng.

Sugeng pun mengakui bahwa pemberian subsidi telah melampaui batas dan kemampuan APBN. Ia menilai, hal tersebut disebabkan oleh meroketnya rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP). Pada APBN 2022, ICP dipatok di harga US$ 63 per barel. Angka ini jauh di bawah harga ICP saat ini yang sudah mencapai US$ 117,62 per barel.

"Maka perlu kompensasi karena selama ini ditanggung Pertamina yang juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO), mereka sebagai korporasi pasti ada batasnya karena perlu semacam working capital," sambung Sugeng.

Sugeng menambahkan, saat ini pemerintah sudah mulai menerapkan subsidi tertutup dalam penyaluran distribusi BBM Pertalite dan Solar. Dengan skema digital, Sugeng optimis jumlah konsumsi dan kuota BBM bersubsidi bisa dikontrol secara lebih transparan.

"Kita ini ada data orang dari RT, RW, keluarahan, kabupaten mestinya kita mampu mengidentifikasi keluarga mana yang harus menerima BBM, gas, listrik, maupun pangan bersubsidi," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...