Negara G7 akan Terapkan Pembatasan Harga Minyak Rusia Mulai 5 Desember
Kelompok tujuh negara terkaya di dunia alias G7 menargetkan untuk bisa menerapkan pembatasan harga minyak Rusia sebelum 5 Desember 2022. Itu bertepatan dengan mulai berlakunya sanksi Uni Eropa (UE) untuk menghentikan impor minyak mentah dan produk minyak olahan Rusia.
“Tujuannya di sini adalah untuk menyelaraskan dengan waktu yang telah ditetapkan UE. Kami ingin memastikan bahwa mekanisme pembatasan harga berlaku pada saat yang sama,” kata pejabat G7 yang meminta tidak disebutkan namanya seperti dikutip Reuters, Kamis (28/7).
Kelompok G7 yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Inggris mempertimbangkan sanksi pembatasan harga minyak mentah Rusia untuk memangkas pendapatan yang bisa digunakan Moskow untuk membiayai invasinya di Ukraina.
Sejak itu ada upaya untuk mengajak Cina dan India, dua negara pembeli terbesar minyak Rusia berkat diskon yang diberikan Moskow, untuk turut serta membatasi harga minyak Rusia.
“Kami telah mendengar dari sejumlah negara Asia yang tertarik untuk bergabung dengan koalisi atau lebih memahami titik harga di mana harga akan ditetapkan untuk memperkuat posisi mereka dalam negosiasi dengan Rusia terkait kontrak pembelian minyak di masa depan,” kata pejabat itu.
Dia menambahkan bahwa G7 akan mengumumkan harga pembatasan agar negara-negara lainnya dapat menegosiasikan harga baru dengan Rusia.
“Cina dan India tertarik dengan gagasan untuk meminimalkan biaya impor minyak mereka karena mereka khawatir tentang dampak anggaran melalui harga eceran yang sering disubsidi dan inflasi,” kata pejabat itu.
G7 menginginkan harga ditetapkan di atas biaya produksi Rusia, sehingga masih memberikan insentif bagi Kremlin untuk terus berproduksi, namun jauh di bawah harga pasar yang masih tinggi saat ini.
Dengan cara ini, Rusia akan menghadapi pilihan sulit, antara setuju untuk menurunkan harga namun tetap memiliki pendapatan dari penjualan minyak walau turun signifikan, atau tidak bisa menjual minyaknya dengan dimulainya embargo minyak mentah UE pada Desember.
Pejabat itu mengatakan Rusia akan mengalami kesulitan menjual minyak mentahnya di tempat lain karena sanksi UE mempertimbangkan larangan semua layanan keuangan yang terhubung dengan perdagangan minyaknya, termasuk asuransi, reasuransi dan pembiayaan kargo dan kapal.
Rusia mengancam akan menghentikan ekspor minyak ke pasar dunia jika negara-negara barat menerapkan pembatasan harga. Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan Rusia tidak akan menjual minyak di bahwa harga produksinya.
“Jika pembatasan harga yang mereka bicarakan ini lebih rendah daripada biaya produksi minyak, tentu saja Rusia tidak dapat memastikan pasokan minyak ke pasar dunia. Ini artinya kami tidak akan bekerja dengan kerugian,” kata Novak seperti dikutip Interfax, Kamis (21/7).
Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa harga minyak akan meroket jika ada pembatasan. Co-Director Institute for The Analysis of Global Security, Gal Luft mengatakan kebijakan pembatasan harga akan menjadi bumerang bagi negara-negara barat.
“Menurut saya itu adalah ide yang konyol. Ide itu mengabaikan fakta bahwa minyak adalah komoditas yang ada padanannya (fungible). Mereka (Eropa dan Amerika) berbicara harga minyak US$ 40 per barel, tapi yang akan mereka dapatkan adalah US$ 140,” ujarnya seperti dikutip CNBC.
Sebagai informasi, Bloomberg melaporkan bahwa negara-negara Barat berencana menerapkan pembatasan harga minyak Rusia antara US$ 40 hingga US$ 60 per barel. “Anda tidak bisa mengakali hukum permintaan dan penawaran,” tambah Luft.
Luft hanya satu dari sekian banyak analis yang menyebut kebijakan pembatasan harga minyak Rusia tidak akan berhasil. Apalagi Cina dan India, yang telah menjadi pembeli terbesar minyak Rusia berkat diskon yang besar di tengah berbagai sanksi dari negara Barat, tidak akan menyetujui pembatasan harga.