Implementasinya Mandek, Kadin Desak Pemerintah Benahi Aturan PLTS Atap
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyayangkan keputusan pemerintah untuk menahan implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap tentang pemanfaatan PLTS atap di Indonesia.
Permen ESDM yang secara legal telah ditetapkan pada 13 Agustus 2021 dan diundangkan 20 Agustus 2021 ini menjadi dasar hukum bagi ekosistem bisnis yang bergerak pada pemasang dan operasional PLTS atap di pelanggan-pelanggan listrik, baik pelanggan industri maupun pelanggan rumah tangga.
Salah satu poin utama yang direvisi melalui Permen ESDM tahun 2021 adalah perubahan nilai ekspor listrik PLTS atap dari awalnya 65% menjadi 100%.
"Ketika peraturan perundangan diterbitkan, seharusnya pemerintah telah melakukan due diligence dan dialog dengan setiap pemangku kepentingan, khususnya yang akan terdampak peraturan tersebut," kata Ketua Komite Tetap untuk Energi Baru dan Terbarukan Kadin, Muhammad Yusrizki dalam keterangan tertulis, Selasa (18/1).
Oleh karena itu dia menyayangkan keputusan ESDM ini baru terjadi setelah empat bulan diundangkan. Sebab, jika alasannya adalah dampak terhadap sistem kelistrikan PLN, aspek ini seharusnya sudah dibahas dan dicari jalan keluarnya sebelum Permen ESDM diundangkan, apalagi Permen ini sudah mengalami beberapa evolusi.
"Terakhir Permen ESDM 49/2018, dan sebelumnya Permen ESDM 01/2017 Tentang Operasi Paralel. Jadi PLTS atap bukan hal baru lagi bagi pemerintah dan PLN, maka cukup mengejutkan jika kali ini timbul alasan teknis terkait implementasi PLTS atap,” kata Yusrizki.
Dia pun mendorong pemerintah dan PLN serta pemegang Wilayah Usaha non-PLN segera berdialog dan mencari solusi, supaya implementasi PLTS atap dapat berjalan tanpa hambatan. “Jika permasalahannya teknis, maka selesaikanlah dengan mencari solusi teknis," ujarnya.
Dia menjelaskan PLTS atap dengan operasi paralel dengan grid bukanlah teknologi baru, Vietnam bahkan sudah memiliki PLTS atap dalam skala gigawatt (GW). Australia, dengan total kapasitas PLTS atap mencapai 20 Gigawatt-peak (GWp) memiliki grid code khusus untuk operasi paralel dengan grid.
Kapasitas total 20 GWp PLTS atap di Australia sendiri banyak didorong oleh instalasi skala mikro di segmen residensial dengan rata-rata kapasitas per rumah hanya 1 kilowatt peak (kWp). Adapun dengan kode grid tersebut mereka menjaga stabilitas jaringan listrik sehingga operasi jaringan listrik berjalan tanpa gangguan.
“Di sisi lain, saya termasuk individu yang skeptis akan dampak PLTS atap pada jaringan PLN pada jangka pendek," ujar Yusrizki.
Dia mencontohkan, pada kuartal III 2021 ketika beban puncak sistem Jawa Bali Madura mencapai 27.000 megawatt (MW), jika diasumsikan beban puncak di siang hari hanya 30% atau 8.000 MW. Sementara jika tahun ini pelaku bisnis, pemerintah dan PLN bekerja sama untuk memasang 500 MW PLTS atap di Jawa hingga Bali, dia yakin jaringan PLN mampu menerima tambahan kapasitas tersebut.
"Tambahan 500 MW PLTS atap ini menurut saya sudah ambisius, dimana kita mencapai peningkatan lebih dari 6 kali lipat dari kapasitas PLTS atap saat ini yang hanya sekitar 90-100 MW,” ujarnya. Simak databoks berikut:
Direktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana sebelumnya mengatakan bahwa aturan PLTS atap masih perlu didiskusikan dengan lintas kementerian.
"Kami melalui kantor Setkab ini sedang mengkonfirmasi dari angka angka yang kita susun dari target, seperti apa pengaruhnya kepada sistem yang ada di PLN," kata Dadan dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja dan Rencana Kerja 2022 Subsektor EBTKE, Senin (17/1).
Menurut Dadan, penyelesaiannya aturan Permen PLTS Atap masih menunggu Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa Permen ini bisa dieksekusi. "Sekarang kami tahan," ujarnya.