Tantangan COP27: Hanya 24 Negara Perketat Kebijakan Iklim Sejak COP26
Konferensi iklim PBB, Conference of The Parties 27 (COP27), menghadapi tantangan besar dalam mencapai target iklim untuk membatasi kenaikan suhu global sebesar 1,5° celsius pada pertengahan abad ini untuk menghindari bencana iklim yang parah sesuai dengan Perjanjian Paris 2015.
Sekretaris Eksekutif United Nations Climate Change (UNCC) Simon Stiell mengatakan, menurut laporan sintesis NDC UNCC, hanya 24 negara dari 194 negara, yang telah memperketat kebijakan terkait iklimnya sejak gelaran COP26 di Glasgow, Skotlandia, pada akhir tahun lalu.
“Saya harus melaporkan bahwa hanya 24 negara telah maju dengan rencana nasional yang diperketat sejak COP26. 24 negara bukan 194 negara. Jadi di sinilah saya, mengawasi 170 negara yang akan meninjau kembali dan memperkuat janji nasional mereka tahun ini,” kata Stiell pada pembukaan COP27 Mesir, dikutip Selasa (8/11).
Oleh karena itu, kata Stiell, COP27 fokus pada tiga tindakan kritis. Pertama melakukan pergeseran transformasional ke implementasi, menempatkan negosiasi ke dalam tindakan nyata.
“Setiap aktivitas manusia harus selaras dengan komitmen Paris dalam mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu menjadi hanya 1,5° C. Mari bersemangat dengan langkah-langkah yang telah dilakukan beberapa sektor untuk mencapai ini dan bagaimana arsitektur keuangan global dapat dibuat sejalan dengan komitmen Paris,” ujarnya.
Tindakan nyata kedua yaitu mendorong kemajuan pada mitigasi, adaptasi, keuangan, dan yang terpenting, damage and loss, atau kerugian dan kerusakan. Adapun damage and loss menuntut negara maju untuk membayar kompensasi kepada negara miskin yang terdampak krisis iklim.
“Kita perlu mengaktifkan pendanaan yang ditingkatkan untuk mengatasi dampak (iklim). Apa yang dipaparkan di ruang negosiasi ini harus mencerminkan urgensi di luar sana. Ada area kesamaan yang dapat kita jadikan sandaran dan jembatan,” kata Stiell dalam pidatonya.
Dia juga mengatakan pada gelaran COP27 ini akan ada sejumlah proses yang telah separuh jalan, beberapa proses baru yang diinisasi, dan ada juga proses-proses yang harus ditinjau ulang.
Tindakan nyata terakhir yaitu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada setiap proses untuk memitigasi dan mengatasi dampak dari krisis iklim, di mana integritas lingkungan dan keandalan komitmen yang dibuat menjadi sangat penting.
“Saya menyambut baik rencana terperinci tentang bagaimana kami merealisasikan apa yang telah kami janjikan di bidang keuangan, adaptasi, dan mitigasi,” kata dia.