Permintaan PLTS Seret, Produsen Modul Surya Domestik Terancam Bangkrut

Muhamad Fajar Riyandanu
21 Maret 2023, 18:59
plts, panel surya, modul surya,
ANTARA FOTO/Aloysuis Jarot Nugroho/rwa.
Petugas membersihkan panel surya yang digunakan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Teras, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (26/10/2022).

Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (Apamsi) melaporkan bahwa tingkat produksi modul surya domestik kian redup seiring seretnya permintaan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Salah satunya imbas mandeknya proyek pengadaan 140 megawatt peak (Mwp) PLTS yang dicanangkan pada 2013.

Ketua Umum Apamsi, Linus Sijabat, mengatakan bahwa proyek pengadaan 140 Mwp PLTS saat itu memicu minat pelaku usaha energi terbarukan untuk terjun ke arah bisnis produksi atau rakitan modul surya.

Animo tersebut terlihat dari munculnya 12 pabrikan dengan kapasitas produksi modul surya setara listrik 580 megawatt per tahun. Belasan perusahaan tersebut selanjutnya mendeklarasikan diri sebagai Apamsi. Namun minat dan optimisme yang muncul di awal kian pudar seiring rencana pengadaan 140 Mwp PLTS yang tak berlanjut.

Menurutnya, tingkat produksi modul surya di dalam negeri kini hanya bergantung kepada dua perusahaan, yakni PT LEN Industri dan Sky Energi Indonesia (Jskye) dengan tingkat produksi di angka 5% dari total kapasitas produksi 12 perusahaan.

Linus menambahkan bahwa pernah terjadi seremoni pengoperasian atau commercial operation date (COD) PLTS sebesar 8 MW pada tahun 2016-2017. Nihilnya permintaan membuat operasi pembangkit seterum surya domestik kian stagnan seiring seretnya insentif dari pemerintah soal pengembangan PLTS.

“Kalau pabrik modul surya sudah pasti pada tutup lebih dari 90%. Mungkin yang hidup sekarang 1 atau 2 perusahaan. Jskye mereka pasar ekspor tapi produksinya juga gak banyak,” kata Linus saat ditemui di Des Indes Hotel Jakarta pada Selasa (21/3).

Langkah pemerintah untuk meningkatkan kapasitas PLTS untuk mencapai target bauran energi terbarukan 23% pada 2025, kembali membawa angin segar kepada industri panel surya. Pemerintah memasang target kapasitas PLTS atap 3,61 gigawatt (GW), PLTS terapung sebesar 26,65 GW, serta PLTS skala besar 4,68 GW sampai dengan 2030.

Linus berharap pemerintah lebih serius untuk merealisasikan perencanaan tersebut, khusunya pada implementasi pengembangan 3,61 GW PLTS atap. Keseriusan pemerintah dinilai bisa membangkitkan animo perusahaan modul surya untuk kembali berproduksi.

“Harapan kami PLTS atap ini bisa terealisasi, kami mau modernisasi mesin pabrik karena ini teknologi tahun 2013, sudah ketinggalan zaman,” ujar Linus. Menurut Linus, usia ketahanan mesin hanya bertahan maksimum hingga 6 tahun. Angka yang lebih rendah bisa terjadi pada perusahaan yang mesin pabriknya tidak pernah digunakan.

Invetasi yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sebesar Rp 20 miliar untuk membangun pabrik modul surya berkapasitas 100 MW per tahun. Angka ini lebih tinggi 300% dari nilai investasi pembangunan pabrik modul surya pada tahun 2013.

“Sekarang dibutuhkan adalah market-nya. Kalau market nya tidak ada, susah bangun pabrik karena lembaga keuangan sulit kasih pinjaman pendanaan,” kata Linus.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.
Advertisement

Artikel Terkait