Modal Asing Banjiri Indonesia Rp10 T, Rupiah Perkasa 14.400 per US$
Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik pekan ini mencapai Rp 10,37 triliun. Masuknya modal asing diikuti penguatan nilai tukar rupiah ke kisaran Rp 14.400 per dolar setelah beberapa pekan terakhir bertahan di atas Rp 14.500 per dolar.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono merincikan, terdapat beli neto di pasar SBN sebesar Rp 5,94 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp 4,43 triliun.
"Berdasarkan data setelmen sampai dengan 2 Juni 2022, nonresiden jual neto Rp 94,32 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 64,13 triliun di pasar saham," kata Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (3/6).
Persepsi risiko investasi yang tercermin dari premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun naik ke level 103,8 bps per 2 Juni, dari 102,11 bps pada 27 Mei 2022. Imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun turun ke level 6,98% pada hari ini. Sebaliknya, yield US Treasury 10 tahun naik ke level 2,91%
Derasnya modal asing yang masuk diikuti penguatan nilai tukar rupiah. Mengutip Bloomberg, kurs garuda menguat 134 poin atau 0,9% dibandingkan penutupan pekan lalu ke level Rp 14.433 per dolar AS.
Pergerakan rupiah didukung rilis data inflasi domestik yang menunjukkan penurunan sementara sentimen negatif dari pengetatan moneter The Fed tampaknya sedikit mereda. Simak pergerakan rupiah terhadap dolar pada databoks berikut:
Rupiah cenderung menguat tipis pada pembukaan pekan ini meskipun sempat melemah pada hari Selasa (31/5). Rupiah kemudian menguat signifikan usai rilis data inflasi pada Kamis (2/6) dengan berhasil parkir di level Rp 14.480 per dolar pada penutupan perdagangan.
Sejak kemarin, rupiah berhasil mencapai level Rp 14.400 setelah terus bertahan di atas Rp 14.500 selama beberapa pekan terakhir. Rupiah bahkan sempat melampaui Rp 14.700 per dolar AS pada pertengahan April. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah melanjutkan penguatan dan mendekati Rp 14.300 per dolar AS.
Dari dalam negeri, rilis data inflasi bulan Mei yang lebih rendah dari bulan sebelumnya turut mempengaruhi pergerakan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Mei sebesar 0,4% secara bulanan, jauh lebih rendah dari bulan April yang melesat nyaris menyentuh 1%.
Dari eksternal, dolar AS cenderung melemah beberapa hari terakhir. "Ini karena sentimen risiko yang lebih kuat mendorong investor untuk meraih mata uang dengan imbal hasil lebih tinggi," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam risetnya.
Sentimen risk on di pasar aset berisiko juga didorong oleh berita bahwa Arab Saudi siap untuk meningkatkan produksi minyak mentahnya. Hal ini meredakan kekhawatiran pasar atas lonjakan harga minyak dunia dan membantu menyeimbangkan kekhawatiran atas tekanan inflasi global dan pengetatan kebijakan moneter.
Selain itu, pemerintah Cina pada pekan ini juga mengumumkan pelonggaran kebijakan nol Covid-19. Penguncian wilayah di Shanghai yang sudah berlangsung selama beberapa bulan kini sudah dibuka kembali. Hal ini mendorong aktivitas ekonomi di salah satu kota terbesar Cina itu berangsur pulih.