Meneropong Akar Masalah PSC Gross Split

A. Rinto Pudyantoro
Oleh A. Rinto Pudyantoro
21 April 2019, 10:00
Rinto Pudyantoro
Ilustrator: Betaria Sarulina
Praktisi dan Penulis Buku Bisnis Hulu Migas, A. Rinto Pudyantoro

Sementara itu dalam PSC Gross Split, pajak tidak langsung diakui sebagai biaya operasi perminyakan. Namun bila pembayaran pajak tersebut menjadi beban yang berat sehingga mempengaruhi keekonomian proyek, maka dimungkinkan kontraktor untuk mengajukan tambahan split.

Demikian juga dengan pajak penghasilan. Pada model PSC Cost Recovery, kontraktor mendapatkan penangguhan pembayaran pajak pada periode awal produksi. Sebab biasanya pada masa pengembangan dan awal produksi, Kontraktor KKS dalam posisi ‘rugi’. Bagian kontraktor dari penjualan migas jauh lebih kecil dibandingkan dengan akumulasi biaya yang sudah dikeluarkan.

Sedangkan pada PSC Gross Split berlaku loss carry forward. Dengan sistem ini, kerugiaan yang terjadi pada awal produksi dapat dibawa dan diperhitungkan pada masa pajak tahun berikutnya, dan diberikan jangka waktu 10 tahun dimulai sejak produksi pertama (first drop). Masa 10 tahun tersebut adalah masa yang diperkirakan cukup bagi Kontraktor KKS untuk me-recover seluruh biayanya. Sehingga diharapkan di tahun ke sebelas Kontraktor KKS memperoleh keuntungan dan sewajarnya dikenai pajak.

Masalah Persepsi

Jadi secara mekanik kalkulasi antara PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split sudah diupayakan berimbang. Jika PSC Cost Recovery memasukkan risiko dan biaya dalam mekanisme kalkulasi cost recovery, maka PSC Gross Split menyeimbangkan melalui mekanisme kompensasi dan insentif. Walaupun sekali lagi harus ditegaskan, bahwa hasil kalkulasi keduanya tidak persis sama, namun keduanya menuju pada titik yang relatif seimbang.

Oleh karena itu masalah besarnya bukan pada konsep mekanik dan metode kalkulasi. Sebab solusi terhadap permasalah perhitungan sudah diberikan ‘pintu’ dan ‘jendela’ yang cukup untuk ‘dimasuki’ untuk kemudian mencapai kesepakatan yang win-win. Lalu masalahnya ada dimana?

Masalah yang sebenarnya adalah pada persepsi. Persepsi tersebut yang kemudian menimbulkan keraguan. Persepsi itu dipengaruhi oleh dua hal, pertama adalah sudut pandang dan yang kedua ‘pengalaman’.

Pilihan sudut pandang evaluator didasarkan pada mindset yang pada ujungnya menentukan hasil penilaian. Jika sudut pandang yang diambil adalah untuk mencari kelemahan, maka bisa disisir satu per satu titik kelemahanya. Sebab memang tidak ada model yang sempurna.

Di sisi lain, evaluasi juga bisa dilakukan dengan cara optimis yaitu memandang, menelisik, mengurai hal-hal yang positif dan mencari kekuatan dari masing-masing model. Model apapun, apakah itu PSC Gross Split atau PSC Cost Recovery, selalu bisa dilihat dari dua sudut pandang tersebut.

Berikutnya, di atas itu semua adalah pengalaman panjang para praktisi hulu migas yang sudah menggunakan PSC Cost Recovery turut mendominasi penilaian terhadap PSC Gross Split. Pengalaman menggunakan PSC Cost Recovery tersebut akhirnya menjadi ‘kebiasaan’. Sehingga tatkala hal baru seperti PSC Gross Split hadir terasa tidak memberikan perasaan nyaman dalam berbisnis.

Sebenarnya keraguan investor terhadap PSC Gross Split seperti saat ini juga muncul saat penerapan PSC Cost Recovery pertama kali. Walau dalam kadar yang berbeda. Tetapi seiring dengan perjalanannya waktu, menjadi terbiasa. Sebab sebenarnya tidak sekadar persoalan pengalaman panjang, tetapi penggunaan PSC Cost Recovery sejak tahun 1966 ternyata diikuti oleh berbagai peraturan pendukung yang semakin memperjelas dalam eksekusi KKS.

Aturan tersebut jumlahnya tidak hanya satu atau dua, tetapi puluhan, yang disertai dengan revisi dan penyesuaian aturan supaya selaras dengan kondisi dan situasi terkini. Jadi sebenarnya PSC Cost Recovery tidak berdiri sendiri, namun ditopang oleh berbagai peraturan sehingga pada ujungnya PSC Cost Recovery dirasakan nyaman digunakan sebagai basis berbisnis.

Pada sisi ini maka PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split menjadi tidak apple to apple untuk diperbandingkan. Yang satu sudah lama hidup dengan pengalaman panjang, sedangkan yang lain baru lahir dan mulai jalan.


Saran

Namun demikian dalam bisnis tentu saja tidak boleh terlalu toleran dengan pola pikir bahwa PSC Gross Split harus berpengalaman dulu baru berjalan lancar. Kalau sikap itu yang diambil maka akan terlalu banyak waktu yang dikorbankan. Maka dari itu dibutuhkan gerak cepat untuk mengejar, dengan cara menerapkan strategi yang tepat untuk mengubah persepsi investor.

Dua hal penting yang disarankan untuk dikerjakan segera. Pertama, menguatkan keyakinan bahwa tidak ada maksud buruk dengan lahirnya PSC Gross Split. Justru sebaliknya, PSC Gross Split memberikan peluang bagi investasi pada berbagai sisi. Perlu didorong terus menerus melalui sosialisasi yang tidak sekadar intensif, namun yang lebih penting didesain lebih mengena pada sasaran. Yaitu menjawab kegelisahan pemain bisnis hulu migas.

Bersamaan dengan itu, harus dilakukan dengan cepat dan sigap untuk melengkapi seluruh aturan pendukung yang dibutuhkan dalam penerapan PSC Gross Split. Diawali dengan mengidentifikasi berbagai peraturan yang dibutuhkan dan diikuti dengan kerja nyata untuk mewujudkannya.

Alangkah bagusnya bila dalam proses tersebut pemangku kepentingan terutama perusahaan minyak yang bertindak sebagai kontraktor KKS diikutsertakan untuk memberikan sumbang saran.

Aturan tambahan yang dimaksud misalnya tentang tambahan split. Memang benar bahwa risiko yang dihadapi kontraktor yang menyebabkan keekonomian lapangan terganggu akan dikompensasi dengan tambahan split, tetapi caranya bagaimana? Tata cara dan mekanismenya seperti apa? Penambahan split ditetapkan sekali dan berlaku sampai dengan kontrak habis, atau disesuaikan setiap tahun? Semua itu membutuhkan aturan tambahan yang lebih rinci.

Kalau berbagai aturan sudah lengkap, maka aturan tersebut berfungsi menopang PSC Gross Split untuk tegak berdiri memberikan kepastian bisnis hulu migas bagi investor.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas
Editor: Yuliawati

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...