Potensi Masalah Skema Kontrak Bagi Hasil Gross Split

Madjedi Hasan
Oleh Madjedi Hasan
2 Desember 2017, 09:00
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina

Keenam, skema kontrak tradisional lebih konsisten dalam pembagian hasil. Risiko komersial masa eksplorasi ditanggung sepenuhnya oleh investor, tapi saat produksi dilakukan pada tingkat profit to be split.

Jadi, seluruh potensi akibat kenaikan harga migas, kenaikan volume produksi, efisiensi biaya akan dibagi dan ditanggung bersama secara proporsional. Begitu juga sebaliknya, jika ada kerugian akibat penurunan harga migas, penurunan volume produksi, kenaikan biaya operasi akan selalu konsisten

Ketujuh, pembagian produksi dengan skema gross split PSC berpotensi menyebabkan KKKS mendapatkan bagian yang jauh lebih besar daripada PSC tradisional saat terjadinya upsides (misalnya kenaikan harga). Namun akibatnya juga menanggung sendiri kerugian saat terjadinya downsides.

Sementara itu dalam kedua bentuk kontrak, negara tidak akan pernah mengalami kerugian. Sebab, negara akan selalu mendapatkan hasil atau positive cashflow mengingat negara tidak turut mengeluarkan investasi menanggung risiko finansial dan karena adanya FTP.

Sementara itu, gross split PSC tidak akan memberikan perlindungan yang sama kepada investor terhadap terjadinya penurunan produksi atau harga. Tentunya pada saat tingkat harga minyak yang rendah saat ini, gross split PSC tidak akan menarik bagi investor secara keekonomian. 

Kedelapan, penentuan besaran pembagian gross split yang memadai bagi pemerintah dan investor cukup sulit. Sebab, besaran bagi hasil tergantung kepada asumsi jangka panjang untuk harga migas, volume produksi, biaya investasi dan operasi serta waktu yang tepat.

Mengingat industri hulu migas bersifat jangka sangat panjang, sulit  mendapatkan asumsi variabel keekonomian jangka panjang yang dianggap wajar oleh kedua belah pihak.  Perlu digarisbawahi bahwa besaran gross split semestinya dapat dibuat dengan sliding scale, tergantung pada faktor keekonomian seperti IRR. Tujuannya agar ada fleksibilitas keekonomian yang dapat membantu, selain tersedianya berbagai insentif fiskal.

Kesembilan, dalam gross split PSC, bagian produksi jatah KKKS yang tentunya lebih kecil dari 90% atau 80% akan membuat pengembalian sunk costs jauh lebih lama hingga 8-10 tahun. Ini akan sulit untuk memenuhi tingkat keekonomian pengembalian modal yang memadai, terutama saat harga minyak rendah saat ini.

Dengan demikian, konsep gross split PSC berpotensi tidak akan menarik minat investor untuk masuk ke usaha hulu migas di Indonesia. Perlu dikaji apakah besaran gross split juga dibedakan di awal produksi lapangan baru, selain juga dibuat dengan sliding scale berdasarkan tingkat keekonomian. 

Kesepuluh, tidak adanya konsep cost recovery yang diatur dalam kontrak berpotensi menghilangkan prinsip uniformity principle untuk sisi kontraktual dan perpajakan. Sehingga perlakuan biaya dapat berpotensi disamakan dengan tax deductibility sebagaimana di perusahaan biasa di industri lainnya.

Mengingat peraturan perpajakan umum tidak dibuat berdasarkan karakter khusus industri hulu migas, hal ini dapat berpotensi memperburuk keekonomian yang tidak menarik iklim investasi. Sebagai contoh, masa depresiasi dapat jauh lebih panjang dan perlakuan capital dan non-capital costs dapat sangat berbeda. 

Konsistensi Gross Split

Jadi, konsep gross split PSC perlu dikaji lebih mendalam dan menyeluruh, dengan prinsip kehati-hatian. Kajian dilakukan dengan dialog terbuka bersama berbagai pelaku industri hulu migas. Perlu pula dikaji berbagai alternatif lain yang mungkin tidak kalah baik atau bahkan lebih baik untuk mencapai objektif yang sama dengan apa yang ingin dicapai dari bentuk gross split PSC. 

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya bentuk hybrid kontrak hulu migas. Sulit untuk dapat menarik minat investasi apabila secara komersial keekonomian sesungguhnya sangat mirip royalty and tax, namun pengaturannya masih kurang lebih sama dengan PSC tradisional.

Salah satu manfaat utama dari diadopsinya sistem gross split PSC adalah lebih praktisnya proses persetujuan dan pengambilan keputusan bisnis karena minimnya keterlibatan lembaga pemerintah pelaksana  kegiatan hulu migas. 

Halaman:
Madjedi Hasan
Madjedi Hasan
Konsultan dan Mantan Eksekutif di Industri Hulu Migas Selama Lebih 50 Tahun

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...