Kalutnya Dunia Penerbangan Nasional di Tengah Pandemi Covid-19

Ridha Aditya Nugraha
Oleh Ridha Aditya Nugraha
2 Mei 2020, 08:00
Ridha Aditya Nugraha
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Sejumlah pesawat dari beberapa maskapai penerbangan diparkir di Apron Bandara El Tari Kupang, NTT,Selasa (28/4/2020). Setelah pemerintah melarang penerbangan khusus angkutan penumpang mencegah penyebaran COVID-19 aktivitas di satu-satunya bandara internasional di NTT itu tampak sepi.

Alhasil, maskapai tidak akan maksimal menerbangkan penumpang begitupula dalam memperoleh pendapatan. Dampak ini kemudian akan dirasakan serta mengurangi pemasukan bandara. Entah sampai kapan, semoga maksimal kuartal tiga atau empat tahun ini guna menghindari dampak lebih buruk bagi para pegawai serta mata penaharian yang bergantung darinya.

Pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap upaya pemulihan industri penerbangan nasional melalui rute domestik. Hal ini penting mengingat besar kemungkinan Indonesia belum dapat bergantung kepada rute internasional seperti ke Australia dan RRC hingga akhir tahun. ASEAN Open Skies juga belum memberikan kepastian meskipun traffic rights jelas tersedia.

(Baca: Grup Lion Air Terbang Lagi dengan Izin Khusus per 3 Mei, Ini Syaratnya)

Turisme Indonesia yang mengandalkan wisatawan mancanegara dari tetangga terdekat, Australia, tampaknya akan mengalami masa sulit jika kebijakan negeri kangguru berakhir dengan isolasi hingga akhir tahun. Secara total, wisatawan Australia mencatatkan 1,37 juta kunjungan sepanjang 2019. Mayoritas wisatawan Australia itu, 1,23 juta orang mendatangi Bali.

Wisatawan Malaysia dan RRC mencatatkan kunjungan terbanyak sepanjang 2019, berturut-turut dengan 2,98 dan 2,07 juta kunjungan. Instrumen hukum yang mendasari frekuensi penerbangan tanpa batas antara Indonesia-Malaysia telah tersedia melalui ASEAN Open Skies. Namun, terbatas hanya untuk lima kota yaitu Bali, Jakarta, Makassar, Medan, dan Surabaya. Sangat mungkin terdapat restriksi frekuensi penerbangan menuju titik lain di Indonesia. Ini momentum bagi pemerintah Indonesia untuk meninjaunya kembali.

Berbicara upaya mendatangkan wisatawan RRC, instrumen ASEAN-China Open Skies telah berlaku. Situasi lebih ketat mengingat seluruh negara ASEAN memperoleh hak yang sama. Alhasil, Indonesia bersaing ketat dengan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam dalam memperebutkan wisatawan RRC. Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan strategi guna mengamankan kedatangan wisatawan Malaysia dan RRC saat situasi kembali normal.

Kekhawatiran serupa melanda maskapai nasional yang menggarap penerbangan charter untuk haji dan umrah. Belum ada kata pasti mengingat sangat bergantung kepada perkembangan pandemi.

Memperhatikan kondisi di atas, pemerintah Indonesia perlu mengupayakan penyelamatan maskapai nasional. Selain melalui suntikan dana, opsi lain ialah membeli tiket dalam jumlah banyak walau belum pasti waktu penggunaannya. Hal seperti ini sempat muncul dari proposal bagi pemerintah Hong Kong untuk membeli tiket maskapai nasionalnya secara besar-besaran. Tujuan akhir tidak lain menjamin keberlangsungan hidup karyawan.

Beberapa negara telah menyuntikkan dana dengan menekankan persyaratan terhadap keberlangsungan kontrak kerja karyawan, di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Prancis. Mereka memandang industri penerbangan sebagai suatu global supply chain yang harus dipertahankan serta siap sedia mendorong pertumbuhan ekonomi ketika pandemi berakhir.

Turisme yang kini menjadi salah satu sumber pemasukan utama negara semakin bergantung kepada moda transportasi udara. Alhasil, penting untuk menjamin kesiapan operasional maskapai nasional dan bandara.

Upaya penyelamatan maskapai tidak hanya berbicara lingkup nasional, tetapi skala global. Setengah pesawat yang dioperasikan maskapai di dunia bukan milik sendiri, tetapi merupakan aset perusahaan leasing pesawat. Bangkrutnya mereka akan makin menyulitkan upaya pemulihan industri penerbangan global.

Partisipasi pemerintah dibutuhkan sebagai wujud solidaritas terhadap sesama pemangku kepentingan. Maskapai akan terbantu membayarkan kewajibannya, kemudian secara paralel hak karyawan dan konsumen berpotensi lebih terlindungi.

Sebagai berkah tersamar, selamat beristirahat sejenak Bumi dari emisi karbon pesawat terbang!

Halaman:
Ridha Aditya Nugraha
Ridha Aditya Nugraha
Ketua Air and Space Law Studies, Universitas Prasetiya Mulya

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...