Memberdayakan UMKM dengan Teknologi Pengalengan untuk Makanan Lokal

Rima Zuriah Amdani
Oleh Rima Zuriah Amdani
27 September 2021, 07:00
Rima Zuriah Amdani Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasioanl (BRIN)
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Warga berbelanja makanan dan minuman di salah satu minimarket Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/12/2020). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memproyeksi industri makanan dan minuman bisa tumbuh lima persen hingga tujuh persen pada tahun 2021 didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan tumbuh hingga enam persen berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF).

Penjualan makanan tradisional ke berbagai daerah di Indonesia juga semakin dipermudah dengan maraknya situs belanja online seperti Tokopedia dan Bukalapak.

Terlebih jika UMKM dapat mengalengkan produk mereka saat harga bahan baku turun dan dapat menjual dengan harga yang stabil maka keuntungan akan semakin meningkat. Sebagai contoh proses pengalengan dilakukan pada saat harga cabai rendah sehingga pada saat harga cabai tinggi tidak mengubah harga jual produk.

Sayangnya keterbatasan modal masih menjadi salah satu permasalahan klasik bagi sebagian besar produsen makanan lokal. Tidak heran jika produk pengalengan didominasi oleh industri-industri besar.

Selain membutuhkan biaya untuk pengalengan, alokasi dana untuk mendapatkan izin edar dari BPOM juga menjadi pertimbangan bagi UMKM. Proses mendapatkan izin edar yang dinilai lama disinyalir menciutkan UMKM untuk mengalengkan produknya.

Salah satu UMKM binaan kami Empal Gentong H. Apud dari Cirebon, Jawa Barat, yang membuat empal gentong kaleng harus menunggu satu tahun untuk mendapatkan izin edar dari BPOM.

Tidak jarang banyak pelaku UMKM mempertanyakan mengapa harus melewati proses rumit dan mahal jika omzet penjualan makanan di warung dirasa cukup bagi UMKM. Pola pikir dan komitmen UMKM seperti ini yang juga menjadi tantangan dalam pengalengan makanan tradisional.

Solusi BPTBA-BRIN

BPTBA-BRIN telah menyediakan beberapa fasilitas yang bisa membantu produsen makanan lokal UMKM mengadopsi inovasi makanan kemasan kaleng. BPTBA-BRIN sebenarnya mengembangkan program pengalengan sejak 1995 namun baru diketahui publik pada 2011 menyusul keberhasilan pengalengan Gudeg Bu Tjitro 1925.

Melalui program ini, kami menyediakan alat sterilisasi skala medium dan sistem pengalengan berkelompok agar tidak membebani pengalengan dalam jumlah besar. Program ini juga memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan sertifikat laboratorium terkait misalnya informasi kadar gizi dan cemaran logam sebagai syarat pendaftaran izin edar ke BPOM.

BPTBA-BRIN berkolaborasi dengan BPOM meluncurkan program percepatan izin edar. Pada 2020, tercatat 26 UKM berhasil mendapatkan izin edar dalam kurun waktu 3 bulan saja. Melalui program ini, kami berharap beban UMKM akan lebih ringan.

BPTBA-BRIN juga berhasil menjalin kerja sama dengan sejumlah pemerintah daerah seperti di Gunungkidul di Yogyakarta untuk mempopulerkan makanan khas Gunungkidul seperti sayur lombok ijo dan ingkung ayam melalui pengalengan.

Ke depannya, kami berharap program ini semakin memikat UMKM dan bahkan lebih banyak lagi instansi pemerintah yang turut bekerja sama dengan BPTBA-BRIN dalam memberdayakan ekonomi UMKM melalui pengalengan makanan tradisional ini.

The Conversation

Halaman:
Rima Zuriah Amdani
Rima Zuriah Amdani
Peneliti
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...