Poin-poin Strategis Presidensi G20 di Masa Pandemi

Masyita
Oleh Masyita Crystallin
24 Februari 2022, 09:06
Masyita
Ilustrator: Joshua Siringo ringo | Katadata
Masyita Crystallin

Kehadiran forum internasional yang menekuni arsitektur sistem kesehatan global yang andal dan rencana aksi yang gamblang—diperlukan dalam melawan serta mencegah pandemi dan ancaman kesehatan global lain di masa depan.

Isu prioritas kedua dalam G20 adalah transformasi berbasis digital. Kelompok kerja G20 merinci tiga sub isu, yaitu konektivitas dan pemulihan pasca pandemi, literasi dan keterampilan digital, serta cross-border data flow dan free-flow with trust.

Pada dasarnya, kolaborasi diupayakan dalam rangka menggali potensi digitalisasi ekonomi yang terus meningkat dengan cepat, tanpa ruang eksklusivisme. Artinya negara-negara miskin atau berkembang harus memiliki akses, infrastruktur, dan kemampuan setara dalam transformasi digital sebagaimana negara maju. Kesenjangan – yang dapat terpaut sangat jauh – perlu direspons secara bersama-sama dengan kerja sama internasional untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran bersama.

Dalam aksi iklim yang terkait dengan isu prioritas ketiga (transisi energi), Indonesia menunjukkan perkembangan capaian, di antaranya penerbitan green bonds, insentif pada sektor ekonomi hijau, penerbitan Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, dan pemajakan karbon melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Indonesia juga secara prudent dan seksama merencanakan transisi energi melalui skema “pensiun dini” PLTU mulai tahun 2030. Pada G20 kali ini, kepemimpinan Indonesia mendorong perlunya pendanaan transisi energi menuju energi bersih agar terlepas dari penggunaan energi fosil. Transisi radikal ini merupakan bagian dari usaha mencapai nol bersih (net zero), sebab kerentanan Indonesia dan negara berkembang terhadap perubahan iklim sangatlah besar.

Transisi energi Indonesia layak diberi label “ambisius” mengingat ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil dalam bauran energi, pembangkitan listrik, dan devisa ekspor—masih cukup signifikan. Transisi energi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena itu akses terhadap pendanaan sangatlah diperlukan.

Sayangnya, kegiatan transisi seperti ini belum masuk dalam taksonomi ekonomi hijau, sehingga akses kepada sumber pendanaan hijau menjadi sulit. Indonesia, dimulai dari Presidensi Italia tahun lalu, melalui Kelompok Kerja Pendanaan Berkelanjutan sudah mendorong penyusunan kategorisasi aktivitas transisi dan membuat kategori pendanaan aktivitas transisi (transition finance) sebagai kegiatan “hijau” pula.

Contoh, dalam mekanisme transisi energi, diperlukan investasi untuk mengambil alih PLTU untuk dipensiundinikan. Aktivitas ini belum dikenal sebagai aktivitas “hijau” karena terkesan membutuhkan pendanaan untuk mengambil alih PLTU yang merupakan energi fosil.

Menyusun kategorisasi aktivitas transisi dan pendanaan transisi menjadi bagian penting dari berbagai proses transisi di dunia. Satu negara saja tidak dapat menciptakan ekosistem pendanaan hijau ini sehingga perlu dilakukan secara bersama-sama.

Pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh WHO pada Maret 2020 memang tidak langsung berdampak pada  struktur ekonomi global, namun pasar keuangan global secara cepat terpukul, bahkan lebih dini dibandingkan dampak terhadap fundamental perekonomian.

Di Indonesia, IHSG di bursa saham mengalami penurunan dari level 6.300 ke 3.900 hanya dalam waktu tiga bulan. Cost of fund di berbagai negara naik signifikan, dan debt distress menimpa negara-negara miskin. Layaknya Covid-19, debt distress memiliki efek tular pula. Ketidakmampuan negara debitur membayar utang akan berdampak langsung pada negara krediturnya.

Karena itu, dukungan kepada negara-negara debitur menjadi krusial untuk memutus rantai tular ini. G20 sangat menyadari isu ini dan beraksi melalui kesepakatan dukungan kepada negara-negara debitur dalam pelunasan utang. Lagi-lagi, tak ada jalan pemulihan kecuali secara bersama-sama.

*Kolom ini merupakan pandangan pribadi penulis, yang  tidak terkait dengan posisi dan institusi tempatnya bekerja.

Halaman:
Masyita
Masyita Crystallin
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi; Sherpa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...