Urgensi Penyelesaian Proses Revisi Undang-Undang Migas

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
12 Maret 2022, 08:30
Komaidi Notonegoro
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Proses revisi UU Migas yang tidak kunjung selesai memberikan sejumlah konsekuensi terhadap kegiatan usaha hulu migas, di antaranya: (1) menimbulkan ketidakpastian hukum; (2) menimbulkan ketidakpastian fiskal; dan (3) menyebabkan proses birokrasi/izin menjadi rumit.

UU Migas tidak lagi mengatur mengenai sejumlah prinsip dasar yang diperlukan dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama kegiatan usaha hulu migas yang sebelumnya ada pada UU No.8/1971.

Prinsip dasar pelaksanaan Kontrak Kerja Sama yang ada pada UU No.8/1971 tidak lagi diatur dalam UU No.22/2001, di antaranya: (1) penerapan prinsip assume and discharge di dalam hal perpajakan Kontrak Kerja Sama; (2) pemisahan urusan administrasi dan keuangan Kontrak Kerja Sama dengan urusan pemerintahan dan keuangan negara (state finance); dan (3) penerapan prinsip single door bureaucracy/single institution model yang mengurus administrasi / birokrasi / perizinan Kontrak Kerja Sama.

Hilangnya sejumlah prinsip dasar pengusahaan hulu migas pada UU Migas No 22/2001 menyebabkan regulatory framework pengelolaan hulu migas tidak lagi sinkron dengan bentuk Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract). Penerbitan berbagai aturan pelaksana di bawah undang-undang tidak dapat menyelesaikan persoalan regulasi hulu migas secara fundamental. Penyelesaian tidak dapat secara parsial, perlu UU Migas yang merupakan payung hukum tertinggi bagi penyelenggaraan pemerintahan di bidang migas.

Penyelesaian revisi UU Migas No.22/2001 perlu disegerakan untuk melindungi sanctity of contract dan menjamin kepastian hukum dalam kegiatan usaha hulu migas. Penataan kelembagaan perlu menjadi prioritas.

Revisi UU Migas dapat menjadi instrumen untuk mengakomodasi dan memberikan payung hukum terhadap sejumlah rencana strategis sektor migas. Revisi harus dapat mengintegrasikan perubahan paradigma bahwa migas tidak lagi dititikberatkan menjadi sumber devisa negara, tetapi lebih sebagai modal dasar pembangunan nasional.

Peningkatan harga minyak yang seringkali mengharuskan pemerintah menyiapkan formulasi kebijakan yang proporsional untuk meminimalkan dampaknya, menegaskan pentingnya meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Karena itu, revisi UU Migas untuk memberikan payung hukum yang kuat diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan yang ada.

Tersedianya payung hukum yang kuat diharapkan dapat menciptakan iklim investasi hulu migas lebih baik sehingga meningkatkan cadangan dan produksi minyak nasional. Jika kondisi tersebut dapat dicapai, pemerintah tidak lagi dalam kondisi yang hampir selalu panik ketika harga minyak meningkat. Justru Indonesia berpotensi diuntungkan karena akan mendapatkan windfall profits seperti pada masa kejayaan produksi minyak nasional.

Halaman:
Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...