Inklusi Keuangan Perempuan: Bukan Seberapa Banyak, tapi Kualitasnya

Agnes Salyanty
Oleh Agnes Salyanty
22 Januari 2024, 15:32
Agnes Salyanty
Katadata/ Bintan Insani

Mewujudkan Inklusi Keuangan yang Bermakna 

Tantangan yang dikemukakan di atas dapat memacu kita untuk mendorong strategi pencapaian inklusi keuangan yang bermakna. Yang bermakna dalam hal ini adalah, yang sepenuhnya mendorong perempuan untuk memiliki relasi positif terhadap dirinya dan lingkungannya. Dalam riset ini, indikator pemberdayaan ekonomi perempuan ditunjukkan oleh empat faktor yakni persepsi diri, kemampuan menentukan pilihan, daya tawar, dan kemandirian finansial.

Dari sampel perempuan di sektor ekonomi kreatif, kita dapat melihat bahwa pendapatan mampu meningkatkan hubungan antara inklusi keuangan dan indikator pemberdayaan ekonomi perempuan. Studi ini tidak hanya melihat kekuatan hubungan antara inklusi keuangan, pendapatan, dan masing-masing indikator pemberdayaan perempuan secara terpisah, tetapi juga melihat efek ketiganya secara bersama-sama. 

Hasilnya menunjukkan bahwa betapa pentingnya fokus pada peningkatan pendapatan perempuan bersamaan dengan akses mereka terhadap layanan keuangan, terutama yang diperlukan untuk pengelolaan pendapatan. Sekitar 86% responden perempuan ekraf terlibat dalam proses pengambilan keputusan keuangan di rumah tangga dan usaha, seperti ketika ingin mengakses pinjaman atau membuka tabungan. 

Dengan perempuan berpenghasilan dan memiliki akses ke layanan keuangan, mereka mampu menentukan preferensi keuangan. Mereka semakin banyak berkontribusi pada keluarga, sehingga makin tinggi pula persepsi dan kepercayaan diri mereka. 

Dari hubungan antara inklusi keuangan dan pendapatan, penggunaan layanan keuangan terbukti mampu meningkatkan pendapatan perempuan ekraf. Baik dengan menggunakan produk keuangan maupun akses pinjaman ke lembaga keuangan. Perempuan ekraf, misalnya, telah menyadari adanya kemudahan dan keamanan bertransaksi menggunakan keuangan digital. 

Dengan akses pembiayaan formal, perkembangan bisnis mulai lebih tersokong. Tidak hanya itu, mereka yang melakukan pemasaran secara daring dan menerima pembayaran melalui transfer terbukti mampu meningkatkan penjualan ketimbang hanya berjualan dengan cara tradisional, seperti pembeli yang harus datang ke tempat usaha.

Namun, kita tidak bisa menutup mata dengan peluang yang ada. Nyatanya, kesenjangan masih teridentifikasi untuk peningkatan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui inklusi keuangan. Berbagai peluang untuk menghilangkan kesenjangan akses perempuan pada layanan keuangan dapat ditingkatkan, seperti literasi keuangan yang masih rendah, hambatan akses pembiayaan, serta penetrasi keuangan digital. 

Untuk mencapai inklusi keuangan yang substantif, kita harus memastikan terintegrasinya lensa gender dalam semua pendekatan dan aksi kita. Kita perlu menyadari tantangan berlapis yang dihadapi perempuan ekraf, terutama yang berpendapatan rendah, baik dari sisi kebijakan, sosial maupun budaya. 

Kegiatan literasi keuangan perlu dirancang dengan pendekatan yang berperspektif gender. Caranya dengan membangun kesadaran akan ketimpangan gender dan upaya mendorong pembagian peran yang adil, termasuk dalam urusan keuangan. Hal ini harus diadopsi oleh seluruh pihak baik pemerintah, penyedia jasa keuangan, lembaga pembangunan, dan organisasi masyarakat sipil. 

Sebagai contoh, kolaborasi antara komunitas dan penyedia jasa keuangan. Kolaborasi ini termasuk pengenalan beragam produk dan fitur keuangan digital, serta pelatihan pengembangan usaha yang disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari perempuan ekraf. Lalu, perlu integrasi kegiatan edukasi keuangan dalam produk pinjaman untuk pengusaha mikro, kecil, dan menengah. 

Selain itu, kita perlu semakin mempromosikan talenta-talenta perempuan ekraf di media dan forum bisnis untuk membantu mereka menjangkau pasar yang lebih luas. Tanpa terkecuali, pemahaman dan pengenalan produk layanan keuangan harus dibangun dengan pemahaman bahwa perempuan ekraf tidaklah homogen. Ada perempuan ekraf di perdesaan, perkotaan, ada perempuan dengan disabilitas, dan dengan jenjang pendidikan yang perlu dirangkul. 

Pada akhirnya, menggenapi target 90% inklusi keuangan pada 2024 bukan hanya capaian kuantitatif, tetapi juga substantif. Artinya, setiap perempuan memiliki akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari layanan keuangan. Itulah perempuan yang berdaya.

Halaman:
Agnes Salyanty
Agnes Salyanty
Senior Research Lead Asia Tenggara Women's World Banking

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik, Katadata.co.id bersama Koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP), yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Women's World Banking, menyajikan edisi khusus Inklusi Keuangan Perempuan. Setiap bulan, tulisan terkait isu tersebut kami sajikan dalam bentuk artikel panjang dan mendalam.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...