Pertahanan Negara dalam Dimensi Non-Warfare

Dedy Arfiansyah dan Ressa Isnaini Arumnisaa’
Oleh Dedy Arfiansyah dan Ressa Isnaini Arumnisaa’
29 Februari 2024, 18:58
Dedy Arfiansyah (Analis Kebijakan Ahli Pertama Kemenkop UKM) dan Ressa Isnaini Arumnisaa’ (Statistisi Ahli Pertama Kemenkop UKM)
Katadata/Bintan Insani
Dedy Arfiansyah (Analis Kebijakan Ahli Pertama Kemenkop UKM) dan Ressa Isnaini Arumnisaa’ (Statistisi Ahli Pertama Kemenkop UKM)
Button AI Summarize

Dari perspektif militer, konflik atau perang terjadi karena terdapat perbedaan kepentingan antarnegara, baik karena alasan geopolitik maupun geostrategis. Dalam sejarah dunia, pelanggaran batas dan perebutan wilayah disebabkan oleh faktor sumber daya dan motif ekspansi suatu negara.

Indonesia tidak luput dari kejadian pelanggaran batas di darat, laut, maupun udara. Sepanjang 2023, pelanggaran wilayah teritorial NKRI telah dilakukan oleh 14 pesawat asing (Kompas, 11 Juli 2023) dan 16 kapal asing (KemenPANRB, 28 November 2023). Bentuk kerugian yang ditimbulkan antara lain berupa penangkapan ikan secara ilegal dan pencemaran laut (Kompas, 17 April 2023), penyelundupan impor ilegal (Bea Cukai, 10 Agustus 2023), dan kejahatan transnasional lainnya yang mendatangkan kerugian bagi negara.

Di masa mendatang, tiap negara akan menghadapi ancaman, tantangan, gangguan, dan hambatan yang semakin kompleks dan bisa jadi tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Dimensinya pun tidak hanya dapat ditilik dari perspektif militer, melainkan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan SDA, budaya dan ideologi, serta teknologi dan cyber. Jika dilihat secara holistik, seluruh dimensi tersebut terkait dengan dua kebutuhan dasar umat manusia, yaitu pangan dan energi yang semakin langka.

Ancaman Krisis Energi

Ancaman yang pertama datang dari peningkatan konsumsi energi sehingga membuat pasokannya makin menipis. Menurut laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi BPS, sumber daya yang memiliki umur aset terpendek adalah minyak bumi yang diperkirakan hanya dapat dieksploitasi hingga 18 tahun mendatang.

Minyak bumi hingga saat ini masih menjadi sumber energi utama untuk industri, transportasi, dan rumah tangga. Bagi negara tertentu, minyak bumi menjadi sumber utama penerimaan karena berkontribusi terhadap pembentukan PDB dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, minyak bumi juga menjadi representasi kuatnya ekonomi dan pertahanan suatu negara.

Radar Konsumsi Minyak dan Prediksi Krisis Kemanusiaan
Radar Konsumsi Minyak dan Prediksi Krisis Kemanusiaan (Katadata)

Jika melihat diagram radar di atas, negara yang memiliki pertahanan militer yang kuat (USA, Rusia, China, India, dan Korea Selatan) memiliki luasan segitiga lebih besar daripada negara yang diprediksi mengalami krisis (Sudan, Sudan Selatan, Burkina Faso, Myanmar, dan Mali). Hal ini menunjukkan negara yang memiliki pertahanan militer tinggi cenderung memiliki produksi, konsumsi, dan cadangan minyak bumi yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, negara yang diprediksi akan mengalami krisis kemanusiaan memiliki produksi, konsumsi, dan cadangan minyak bumi yang cenderung rendah.

Presumsi ini didukung dengan hasil uji statistik korelasi Pearson yang menyatakan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pertahanan negara berkorelasi positif signifikan dengan produksi, konsumsi, dan cadangan minyak bumi. Sehingga dapat dikatakan dimensi pertahanan memiliki keterkaitan dengan ketersediaan energi suatu negara.

Korelasi Pearson Produksi dan Konsumsi Gas
Korelasi Pearson Produksi dan Konsumsi Gas (Katadata)

Implikasinya, ketika harga minyak rendah, negara produsen minyak berpotensi melakukan pemotongan pengeluaran anggaran pemerintah (termasuk anggaran militer). Hal ini tentu berpengaruh terhadap penggunaan minyak yang terkait dengan komponen militer modern (pesawat terbang, kendaraan, kapal perang, senjata), dan industri secara umum.

Kelangkaan Pangan

Adanya budget constraint membuat banyak negara tidak dapat mengakomodir semua kebutuhan masyarakatnya. Kondisi ini menimbulkan opportunity cost yang harus dipilih. Pemenuhan kesejahteraan sosial, termasuk pangan, kian mengalami tradeoff dengan pengembangan kapabilitas pertahanan (butter vs guns).

Ketahanan Pangan dengan Ketahanan Militer
Ketahanan Pangan dengan Ketahanan Militer (Katadata)



Jika melihat keterkaitan antara anggaran pertahanan dengan indeks kelaparan global dan indeks ketahanan pangan, maka dapat diketahui bahwa dari 20 negara versi Global Firepower yang anggaran pertahanannya paling rendah, diprediksi terdapat 5 negara yang akan mengalami krisis kemanusiaan pada 2024, yaitu Niger, Chad, Republik Demokratik Kongo, Burkina Faso, dan Mali (International Rescue Commite, 2023). Kelima negara tersebut memiliki indeks kelaparan cenderung tinggi dan indeks ketahanan pangan cenderung rendah apabila dibandingkan dengan negara lain.

Halaman:
Dedy Arfiansyah dan Ressa Isnaini Arumnisaa’
Dedy Arfiansyah dan Ressa Isnaini Arumnisaa’
Analis Kebijakan Ahli Pertama dan Statistisi Ahli Pertama Kemenkop UKM
Editor: Dini Pramita

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...