Saran untuk Pemerintah Mencegah Penyelewengan di Danantara

Ariawan Gunadi
Oleh Ariawan Gunadi
24 Februari 2025, 10:17
Ariawan Gunadi
Katadata/ Bintan Insani

Ringkasan

  • Pembentukan Danantara sebagai entitas pengelola aset negara memicu perdebatan terkait transparansi dan akuntabilitasnya, serta potensi dualisme kewenangan dengan Kementerian BUMN.
  • Ketidakjelasan pengawasan terhadap Danantara menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi, terutama setelah merujuk pada skandal BLBI 1998.
  • Pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan, melibatkan lembaga independen dan organisasi masyarakat sipil, menerapkan BJR dengan ketat, dan memastikan transparansi publik untuk menjamin akuntabilitas dan mencegah penyimpangan dalam pengelolaan Danantara.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Meskipun Presiden Prabowo telah menunjukkan komitmen politik yang kuat dalam mereformasi sektor pengelolaan aset negara melalui pembentukan Danantara, kebijakan ini tetap memicu perdebatan di tengah masyarakat. Sebagai entitas yang dirancang untuk mengelola aset strategis negara dalam bentuk investasi, kehadiran Danantara menimbulkan berbagai tanggapan, baik yang mendukung maupun yang mengkritisi implementasi serta pengawasannya.

Di media sosial, terutama di platform X, muncul berbagai seruan dari sejumlah nasabah yang mendorong penarikan dana dari bank-bank milik negara. Ajakan ini berakar pada kekhawatiran mengenai mekanisme pengelolaan dana yang berada di bawah naungan Danantara. 

Masyarakat mempertanyakan sejauh mana transparansi dan akuntabilitas lembaga ini dapat terjamin. Hal ini mengingat struktur pengawasannya dinilai belum sepenuhnya berada di bawah kendali lembaga yang memiliki otoritas tinggi dalam pemeriksaan keuangan negara, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan aset negara yang bernilai besar.

Selain itu, perdebatan juga mengemuka terkait dengan potensi dualisme kewenangan antara Danantara dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hingga saat ini, belum terjadi pengalihan saham BUMN kepada Danantara, sehingga Kementerian BUMN masih menjalankan perannya sebagai kuasa pemegang saham. 

Ketidakjelasan dalam pembagian otoritas ini berisiko menambah kompleksitas birokrasi yang justru dapat memperlambat kinerja perusahaan-perusahaan negara. Jika tidak segera diselesaikan, tumpang-tindih kewenangan ini dapat berdampak pada efektivitas operasional BUMN serta menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengambilan keputusan strategis.

Polemik lainnya muncul dalam kaitannya dengan penerapan prinsip Business Judgment Rule (BJR) sebagaimana diatur dalam UU BUMN yang baru. Prinsip ini pada dasarnya memberikan perlindungan hukum bagi direksi dalam mengambil keputusan bisnis, selama keputusan tersebut dibuat dengan itikad baik, bebas dari konflik kepentingan, dan selaras dengan prinsip good corporate governance (GCG). 

Namun, dalam hal ditemukan unsur penipuan (fraud), konflik kepentingan yang merugikan, atau kelalaian berat (gross negligence), para direksi tetap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Oleh karena itu, meskipun BJR dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi manajemen dalam menjalankan keputusan bisnis tanpa rasa takut yang berlebihan. Prinsip ini tetap memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar guna menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset negara.

Belajar dari Pengalaman Peristiwa BLBI 1998

Pembentukan Danantara sebagai superholding BUMN merupakan langkah strategis dalam upaya meningkatkan efisiensi dan daya saing aset-aset negara melalui sistem pengelolaan yang lebih terintegrasi. Namun, keberadaan Danantara juga menimbulkan berbagai perdebatan, terutama terkait dengan mekanisme pengawasannya yang hingga kini masih memerlukan kejelasan.

Tanpa regulasi yang kuat dan sistem tata kelola yang transparan, ada kekhawatiran bahwa badan ini tidak akan sepenuhnya beroperasi sesuai dengan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan kepentingan publik. Jika aspek pengawasan ini tidak segera diperkuat, maka kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan aset negara dapat mengalami degradasi. Pada akhirnya dapat menghambat agenda reformasi yang telah dirancang oleh pemerintah.

Lebih lanjut, keterbatasan dalam pengawasan oleh lembaga-lembaga negara independen seperti KPK dan BPK dapat menciptakan celah bagi praktik korupsi serta manipulasi aset negara. Tanpa pengawasan yang ketat, potensi penyalahgunaan dana negara semakin besar. Hal ini terutama jika berkaca pada pengalaman buruk dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998 yang mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. 

Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif dan mekanisme check and balance yang jelas. Ini untuk memastikan bahwa pengelolaan Danantara benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip GCG dan tidak menjadi ruang bagi kepentingan kelompok tertentu yang dapat merugikan negara dan masyarakat.

Solusi yang Dapat Dilakukan Pemerintah 

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pengawasan dan audit internal terhadap Danantara. Ini dapat dilakukan secara ketat guna menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan entitas tersebut. 

Meskipun Danantara tidak berada di bawah pengawasan langsung KPK maupun BPK, bukan berarti mekanisme pengawasan dapat diabaikan. Sebagai langkah strategis, pemerintah perlu membentuk sistem pengawasan independen yang memiliki kredibilitas tinggi dan tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. 

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pelaksanaan audit oleh lembaga internasional yang memiliki standar audit ketat serta melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam pengawasan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa praktik tata kelola yang diterapkan sesuai dengan prinsip GCG dan terbebas dari potensi penyimpangan.

Selain itu, penerapan BJR harus dilakukan dengan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh direksi Danantara. Prinsip BJR memang memberikan keleluasaan kepada direksi dalam mengambil keputusan bisnis, tetapi kebijakan tersebut harus senantiasa dievaluasi secara berkala. Terutama agar memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak menimbulkan benturan kepentingan atau mengarah pada kelalaian yang dapat merugikan negara. 

Oleh karena itu, pengawasan harus bersifat preventif dengan menerapkan mekanisme evaluasi yang jelas, termasuk adanya mekanisme pertanggungjawaban yang mengikat bagi direksi apabila ditemukan indikasi pelanggaran dalam pengelolaan perusahaan.

Transparansi publik juga menjadi elemen kunci dalam memperkuat pengawasan Danantara. Pemerintah perlu memastikan bahwa informasi mengenai kebijakan, keputusan strategis, serta pengelolaan keuangan perusahaan dapat diakses oleh masyarakat secara luas. 

Ketersediaan informasi yang terbuka tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan Danantara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen kontrol sosial yang dapat mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Dengan adanya akses informasi yang memadai, masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan pemantauan serta memberikan masukan terhadap kebijakan yang diterapkan, sehingga prinsip akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan dapat benar-benar diwujudkan.

Danantara Diresmikan Presiden Prabowo

Danantara, atau yang secara resmi dikenal sebagai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, merupakan sebuah lembaga investasi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dengan mandat untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara secara lebih terintegrasi, strategis, dan efisien.

Kehadiran Danantara bertujuan untuk memastikan bahwa aset-aset milik negara dapat dikelola dengan pendekatan yang lebih profesional dan berorientasi pada peningkatan nilai guna, sehingga mampu memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi kepentingan nasional.

Lembaga ini secara resmi dibentuk setelah disahkannya revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), yang disetujui dalam forum Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 4 Februari 2025. Pembentukan Danantara mencerminkan upaya pemerintah dalam memperkuat tata kelola investasi negara melalui pendekatan yang lebih modern dan adaptif terhadap dinamika ekonomi global. 

Sebagai bagian dari strategi reformasi dalam sektor pengelolaan aset negara, lembaga ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas pemanfaatan aset, menarik lebih banyak investasi, serta memperkuat daya saing ekonomi nasional.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Ariawan Gunadi
Ariawan Gunadi
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...