Maskapai Indonesia Turut Lesu

Kondisi global turut dirasakan maskapai asal Indonesia. Kebijakan pemerintah menunda visa perjalanan dari dan ke luar Indonesia sampai 20 April dan larangan terbang ke Tiongkok telah berimbas kepada jumlah penerbangan internasional.

Faik Fahmi, Presiden Direktur Angkasa Pura I yang mengoperasikan 15 bandara di Indonesia, menyatakan potensi kerugian mencapai Rp 40 miliar per bulan hanya dari penerbangan rute Bali-Tiongkok. Ada 38 rute Bali-Tiongkok per hari dengan estimasi 6800 penumpang.

Ditambah larangan sementara umrah dari Indonesia oleh Arab Saudi yang berpotensi menghilangkan penerbangan 80 ribu orang per bulan sesuai data Asosiasi Muslim Pengusaha Haji dan Umrah Indonesia (Amphuri).  

Perusahaan penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk mengaku telah terimbas. Wakil Presiden Garuda, Mitra Piranti kepada Nikkei Asian Review pada 5 Maret menyatakan pihaknya harus memangkas penerbangan rute Indonesia-Singapura dari sembilan menjadi tiga per hari. Pemangkasan juga dilakukan untuk rute ke Seoul dan Hong Kong. Sementara penerbangan ke Tiongkok dihentikan seluruhnya.

Direktur Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra dalam keterangan resminya menyatakan kondisi pembatasan penerbangan terjadi saat perusahaannya sedang mengalami permasalahan berat. Berdasarkan laporan keuangan per September 2019, Garuda Indonesia memiliki utang yang akan jatuh tempo pada Juni 2020 berupa sukuk global senilai US$ 500 juta. Rasio liabilitas terhadap ekuitas perusahaan mencapai 3,84 kali.  

(Baca: Industri Penerbangan Dunia Dipukul Corona, Potensi Rugi US$ 252 Miliar)

Irfan menyatakan, terkait permasalahan ini pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian BUMN dan para kreditur unutk merestrukturisasi utang jangka pendek itu dan mencoba bernegoisasi dengan perusahaan sewa pesawat.

Menteri BUMN Erick Thohir pada 20 Maret telah meminta kepada bank-bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara untuk membantu Garuda Indonesia. Erick mengaku telah mengetahui kondisi kelesuan Garuda Indonesia akibat Corona.  

Lion Air sebagai maskapai swasta yang menurut data Kemenhub mampu mengungguli Garuda Indonesia dalam pengangkutan penumpang domestik pada 2016, pun harus memangkas penerbangannya akibat Corona. Lion menghentikan penerbangan dari Denpasar, Manado, Surabaya, Jakarta, dan Batam tujuan Tiongkok. Lion juga menghentikan seluruh penerbangan ibadah umrah dan menuju Malaysia.

Namun Komunikasi Strategis Korporat Lion Air, Danang Mandala Prihantoro enggan mengungkap data kerugian perusahaannya akibat kebijakan ini. Kepada Katadata.co.id pada 26 Maret ia hanya mengatakan, “terkait kebijakan strategis internal menghadapi situasi/kondisi saat ini yang terjadi masih dibahas oleh manajemen internal.”

“Saat ini secara operasional masih berjalan normal,” kata Danang.      

Sementara itu, Ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja dalam keterangan tertulisnya menyatakan meminta keringanan pembayaran biaya kebandarudaraan kepada PT Angkasa Pura I dan II, biaya pelayanan navigasi kepada Perum Airnav, hingga penundaan pembayaran pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Permintaan ini diajukan pada 17 Maret dengan harapan maskapai tetap bisa melanjutkan operasional meskipun jumlah penumpang turun.

Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal menilai maskapai untuk sementara bisa berharap kepada penerbangan domestik dalam menutupi kebutuhan operasional, di samping mengambil kebijakan rotasi jadwal pegawai sampai kondisi membaik.

Pendapat Faisal sesuai dengan data OAG Aviation Worlwide per 9 Maret, bahwa pasar domestik penerbangan Indonesia relatif stabil di angka 3 juta tempat duduk terisi per minggu.

Dampak ke Sektor Pariwisata

Meskipun begitu, Faisal menilai kemerosotan di sektor penerbangan dapat berdampak pada sektor pariwisata yang terkoneksi langsung. Sementara, sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar Indonesia selain migas. Data Kementerian Pariwisata menyatakan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB pada 2019 sebesar 4,8% meningkat 0,3% dari tahun sebelumnya.

Peningkatan tersebut termasuk dipengaruhi oleh wisatawan mancanegara. Dari seluruh turis mancanegara yang berkunjung, data BPS menyatakan wisatawan asal Tiongkok melakukan 2,07 juta kunjungan ke Indonesia tahun lalu dengan menghabiskan biaya US$ 1.400 per kunjungan. Pada Januari atau sebelum larangan kunjungan dari Tiongkok berlaku, tercatat 181.281 kunjungan wisatawan dari negara itu ke Indonesia.

Tak ayal Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada 25 Februari menyebut potensi kehilangan devisa dari turis Tiongkok akibat Corona mencapai US$ 2,8 miliar. Sedangkan, secara keseluruhan potensi kehilangan devisa dari sektor pariwisata mencapai US$ 4 miliar.

“Saya rasa tidak ada cara untuk memperbaiki ini selain menangani sumbernya, itu virus Corona,” kata Faisal.   

(Baca: Corona Meluas, China Larang Warga Asing Masuk Mulai Nanti Malam)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement