Seiring tekanan keuangan yang dialami perusahaan, OJK pun membekukan bisnis anak usaha penerus PT PANN yaitu PT PANN Pembiayaan Maritim pada Februari 2018.

Pembekuan terjadi lantaran perusahaan melanggar ketentuan rasio kesehatan yaitu rasio ekuitas dan gearing ratio sesuai Peraturan OJK 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Namun, perusahaan tidak menyampaikan rencana pemenuhan ketentuan tersebut kepada OJK sesuai tenggat waktu.

Pembekuan bisnis berlangsung selama sembilan bulan. OJK mencabut pembekuan tersebut pada November 2018, seiring sudah diajukan dan disetujuinya rencana pemenuhan rasio-rasio kesehatan.

TahunLaba (Rugi) Tahun Berjalan yang Diatribusikan kepada Entitas Pengendali
2018 (unaudited)Rp 2,35 miliar
2017 (unaudited)(Rp 69,62 miliar)
2016 (audited)(Rp 559,93 miliar)
2015 (audited)(Rp 515,27 miliar)*
2014 (audited)Rp 48,67 miliar*

*Laba (rugi) tahun berjalan

Sumber: Kementerian BUMN

Bila ditelusuri, ada beberapa problem yang sudah sempat terungkap dan menggerogoti keuangan PT PANN. Salah satu problem tersebut, seperti disinggung Erick, yaitu masalah di bisnis pembiayaan pesawat terbang yang dimulai pada era tahun 1990-an.

Pemerintah mengadakan pembelian pesawat impor Boeing 737-200 dan menugaskan PT PANN sebagai eksekutor. Pesawat tersebut di antaranya diberikan kepada Mandala Airlines dan Bouraq Airlines yang sama-sama berakhir gulung tikar.

Dengan Mandala Airlines, masalah utang-piutang sebetulnya sempat diselesaikan di pengadilan niaga. Mandala menghentikan operasi pada 2011 dan menjalani sidang pailit. Ketika itu, diputuskan penyelesaian utang melalui konversi utang menjadi saham.

Problemnya, ada peraturan yang melarang perusahaan pembiayaan menyertakan modal di perusahaan non-keuangan. Masalah ini disebut-sebut jadi alasan di balik langkah PT PANN melakukan spinn off anak usaha pada 2013, yaitu agar mekanisme penyelesaian utang tersebut memungkinkan.

Persoalannya, bisnis Mandala Airlines tidak berujung baik. Pada 2014, perusahaan dinyatakan pailit dan berhenti beroperasi, dengan jumlah aset yang di bawah kewajiban.

Selain tertekan bisnis pembiayaan pesawat, PT PANN diketahui sempat terbelit masalah anjak piutang fiktif. Masalah tersebut muncul dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tahun 2014.

BPK menyebut PT PANN mengalami kerugian sebesar Rp 55,05 miliar dari pembiayaan anjak piutang yang ternyata fiktif, sehingga piutang tersebut macet. Penyebabnya, manajemen PT PANN dianggap kurang berhati-hati dalam menyusun skema anjak piutang, mengawasi pelaksanaan anjak piutang, serta menangani pelunasan anjak piutang yang bermasalah.

Atas masalah tersebut, BPK merekomendasikan Menteri BUMN untuk meminta pertanggungjawaban direksi PT PANN serta jajarannya yang diindikasikan sengaja dan terlibat dalam menyusun skema anjak piutang.

Meski Menteri Erick sempat menyinggung soal kemungkinan merger atau penutupan bisnis untuk menangani masalah BUMN yang tak fokus dan merugi, namun belum ada kepastian mengenai langkah yang akan diambil atas PT PANN. Yang jelas, sejauh ini, langkah yang disiapkan adalah pemberian PMN non-tunai Rp 3,8 triliun.

Jika mengacu pada penjelasan dalam buku nota keuangan dan APBN 2020, PMN untuk PT PANN diberikan dalam bentuk konversi atas pokok utang penerusan pinjaman kepada BUMN tahun 1993 dan 1994, menjadi modal. PMN ini bertujuan untuk memperbaiki struktur permodalan PT PANN dan rasio utangnya.

“Penambahan PMN tersebut diharapkan membuat PT PANN dan anak usahaannya menjadi bankable untuk mendukung kinerja keuangan dan operasional yang lebih optimal, serta dapat me-leverage kegiatan usahanya di bidang pembiayaan maritim dan lini bisnis lainnya,” demikian tertulis.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement