Soal turunnya penerimaan pajak ini pun diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Saat memberikan kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, ia mengatakan kondisi ini terjadi karena perekonomian global yang tidak pasti.

“Ekonomi dunia melemah dan merembes ke Indonesia karena korporasi omsetnya turun, maka bayar pajaknya juga turun,” katanya di Auditorium Soeria Atmadja, Depok, Rabu (27/11), seperti dikutip dari Antara.

Pemerintah berupaya untuk memperkecil shortfall pajak itu dengan meningkatkan penerimaannya. Dalam satu bulan ini Direktorat Jenderal Pajak akan intensif melakukan pengawasan, pemeriksaan, serta penegakkan hukum dalam mengejar target.

(Baca: Sri Mulyani: Bukan dari Utang, Ekonomi bisa Tumbuh 7% dari Investasi)

Gedung Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan memperkirakan kekurangan penerimaan atau shortfall pajak tahun ini bakal berada di atas proyeksi Rp 140 triliun. (Arief Kamaludin | KATADATA)

Penerimaan Pajak Sulit Capai Target

Imbas dari naiknya shortfall pajak tentu saja ke defisit anggaran. Defisit itu akan lebih besar dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2019 sebesar 1,87%.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman memperkirakan angkanya di 2,2% dari produk domestik bruto. “Kisarannya 2%-2,2% terhadap PDB sampai akhir tahun,” ucapnya pada Jumat pekan lalu.

Prediksi ini juga melebihi perkiraan sebelumnya, yakni 1,93% dari PDB. Masyarakat, menurut Luky, tidak perlu khawatir karena pemerintah akan menjaga defisit tidak melebihi batasan yang ditetapkan undang-undang.

“Pemerintah akan tetap konsisten sesuai undang-undang keuangan negara yang membatasi defisit 3% dari PDB,” ucapnya. “Masih ada fleksibilitas meski tetap hati-hati dan prudent.”

(Baca: Lampaui Pagu, Pemerintah Tarik Utang Lewat SBN Capai Rp 894 Triliun)

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai dalam bulan-bulan akhir 2019 ini tak banyak yang bisa pemerintah lakukan. Realisasi penerimaan pajak sudah pasti meleset dari target.

Namun, untuk menjaga agar angka shortfall tidak terlalu tinggi, ia menyarankan empat langkah untuk pemerintah. Pertama, melakukan pengawasan kewajiban perpajakan dari belanja APBN dan APBD.

Kedua, meningkatkan pengawasan setor dan lapor PPN. Ketiga, persuasi data atau informasi yang sedang proses pemeriksaan, bukti permulaan, atau penyidikan. Keempat, mepercepat pencairan tunggakan pajak melalui penjadwalan cicilan.

Tahun depan, sebaiknya pemerintah lebih realistis memasang target. “Seharusnya bisa lebih baik (angka penerimaan pajaknya) karena pemanfaatan data AEoI sudah bisa lebih optimal,” kata Prastowo kepada Katadata.co.id.

(Baca: Indef Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Cuma 4,8%)

AEoI atau automatic exchange of information merupakan kerja sama internasional pertukaran data keuangan secara otomatis untuk keperluan pajak. Indonesia efektif melaksanakan kerja sama ini dengan puluhan negara mulai September 2018.

Direktorat Jenderal Pajak telah menerima data ribuan triliun rupiah aset keuangan di luar negeri milik wajib pajak Indonesia. Dari jumlah itu, ada yang terindikasi sebagai harta tersembunyi karena tidak pernah dilaporkan

Wajib pajak yang tidak melaporkan hartanya akan terkena sanksi. Ditjen Pajak akan menganggap harta itu sebagai penghasilan tambahan dan dikenakan PPh.

Bagi wajib pajak yang ikut pengampunan pajak atau tax amnesty, ancaman denda administrasinya sebesar 200% dari PPh terhutang. Sementara, wajib pajak yang tidak ikut program pengampunan pajak dikenakan denda 2% per bulan, maksimal 48%.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami