Asia Trans menerapkan big data yang bisa mempermudah aplikasinya dan firewall untuk mempercanggih teknologinya. Perusahaan ini menerapkan skema bagi hasil 85 persen untuk mitra pengemudi dan 15 persen aplikator.

5. Anterin

Aplikasi Anterin diluncurkan pada 2017. Keunikan layanan perusahaan lokal ini adalah memberikan mitra driver untuk memilih sendiri pelanggannya. Driver tersebut bisa menjadi langganan tetap pengguna. Berbeda dengan Gojek dan Grab yang mitra driver-nya dipilih secara acak.

Anterin tak mengenakan skema berbagi keuntungan komisi (commision based). Mitra pengemudi dikenakan biaya berlangganan di aplikasinya. Hingga kini pengemudi masih dibebaskan biaya langganan, nantinya setelah masa promosi habis akan dikenakan Rp 300 ribu per bulan untuk motor dan Rp 600 ribu per bulan untuk mobil.

(Lihat Infografik: Anterin.id, Pemain Baru Ojek Online)

Pendiri dan CEO Anterin Imron Hamzah mengatakan pengemudi dapat mengatur sendiri tarifnya sesuai dengan regulasi (tarif bawah dan atas). Saat ini Anterin memiliki 200 ribu driver dengan komposisi 90 persen motor dan 10 mobil. Saat ini layanan Anterin telah tersedia di Jabodetabek dan 22 kota lainnya.

6. Bonceng

Aplikator lokal ini sama seperti Anterin yang tidak menerapkan skema bagi hasil, melainkan biaya berlanggan. Mitra pengemudi hanya membayar Rp 50 ribu per pekan. Nominal tarif ini tetap walaupun pengemudi mendapatkan banyak penumpang.

"Tidak ada potongan komisi. Aktivitas di lapangan jadi hak penuh mitra pengemudi," kata Chief Executive Officer (CEO) dan Founder Bonceng Faiz Nouval kepada katadata.co.id. Menurutnya, uang tersebut dianggap bermanfaat untuk pengemudi membeli bensin, membayar biaya perbaikan kendaraan, serta biaya risiko di jalan.

(Baca: Bonceng, Pemain Baru Ojek Online Tawarkan Pembebasan Komisi Tarif)

Bonceng sudah beroperasi sejak November 2018, tetapi sistemnya belum bekerja secara penuh. Faiz mengaku baru memberikan sekitar 700 paket jaket dan helm kepada mitra pengemudi.  Namun, "Sudah ada sekitar 22 ribu lebih calon driver baik motor maupun mobil," ujarnya.

Saat ini, penggunaan Bonceng masih terbatas di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Jumlah pengguna aktifnya sudah hampir 30 ribu pengguna. Ke depan, Bonceng membidik ekspansi hingga ke pelosok-pelosok daerah. Pendekatan langsung kepada mitra pengemudi pun jadi strategi Bonceng dalam mempromosikan diri, termasuk untuk menggaet lebih banyak mitra pengemudi.

7. Klik GO

Aplikasi rintisan Klik GO baru diluncurkan April lalu dan langsung mendapat dukungan penuh dari Asosiasi Pengusaha Transportasi Nasional Indonesia (Aptrindo). Tak hanya dukungan, Aprindo akan bersinergi lebih jauh dengan Klik GO untuk lebih mengakomodir kebutuhan perusahaan dan memperbesar serapan tenaga kerja.

Direktur Utama Klik GO Yayan Sofyan mengatakan untuk menembus pasar transportasi online pihaknya akan menawarkan lebih dari sekadar jasa transportasi. Menurutnya, yang membedakan aplikasinya dengan aplikasi transportasi online lainnya adalah, Klik GO hadir sebagai aplikasi untuk memberikan penghasilan tambahan dan tidak mengharuskan mitra pengemudi mengejar target.

(Baca: Klik GO Resmi Meluncur, Aptrindo Beri Dukungan Penuh)

Aplikasi Klik GO juga mengusung konsep media sosial yang memberikan penghasilan tambahan bagi penggunanya. Jadi, selain menggunakan jasa yang diberikan perusahaan, aktivitas pengguna pada media sosial Klik GO juga bisa mendatangkan penghasilan dalam bentuk poin yang bisa ditukar dengan pulsa, makanan, dan produk lainnya.

Dalam skema bagi hasil, Klik GO hanya mengutip 10 persen dari pendapatan mitra pengemudi. Tarif yang ditetapkan tunggal dan tetap, yang besarannya sesuai regulasi yang diatur pemerintah. Tidak ada sanksi bagi driver yang tidak mengambil atau menolak pesanan.

Pemain Baru Akan Sulit Menyaingi Gojek dan Grab

Meski menawarkan kemudahan dan keuntungan lebih kepada mitra pengemudi, para pemain baru di transportasi online ini dinilai masih akan sulit bersaing dengan Gojek dan Grab. "Mereka butuh pendanaan yang besar. Lalu apakah mereka bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis dengan skema seperti itu," kata Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal.

Pendanaan yang besar dibutuhkan untuk mengembangkan sistem, adopsi teknologi, dan promosi. Gojek dan Grab terkadang memberikan subsidi kepada konsumen. Armada Gojek dan Grab juga cukup besar. Makanya, sulit bagi pemain baru menyaingi keduanya.

(Baca: Tarif Ojek Online Naik, Pemain Baru Masih Sulit Saingi Gojek dan Grab)

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) Ignatius Untung sependapat dengan Fithra. Dia menilai pemain baru perlu pendanaan besar untuk bisa bersaing dengan Gojek dan Grab. “Tanpa pendanaan luar biasa, sepertinya akan berat bagi pemain baru masuk ke sektor yang sudah banyak pemainnya,” ujarnya.

Sebelumnya, banyak aplikator transportasi online yang harus tutup karena kalah bersaing. Pada awal masa kejayaannya, banyak bermunculan alternatif ojek online yang menawarkan keunggulan masing-masing. Mulai dari Uber, Call Jack, Ojekkoe, Topjek, OjekArgo, Taxi Motor, Ladyjek, Bangjek, Blujek, Smartjek. 

Seiring dengan berjalannya persaingan, hanya Grab dan Gojek yang berhasil bertahan hingga saat ini. Uber dan Blue Bird pun masuk menjadi mitra Grab. Matinya bisnis transportasi online ini karena perusahaan kelas kakap (Gojek dan Grab) memberikan promosi besar-besaran.

(Baca: Riset UI: Gojek Sumbang Rp 55 Triliun ke RI, Paling Banyak dari GoRide)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement