Tugas MPR sendiri adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD), melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan Wapres, mengangkat Wakil Presiden menjadi Presiden, hingga memilih Wapres yang diajukan Presiden jika ada kekosongan jabatan Wapres. "Boleh dikatakan secara kelembagaan, ini (MPR) adalah yang tertinggi," kata Emrus kepada Katadata.co.idSelasa (23/7).

(Baca: Incar Kursi Ketua MPR, Cak Imin Minta Bantuan Ma'ruf Amin)

Selain itu jabatan Ketua MPR juga strategis dalam menjaga stabilitas, politik terutama apabila ada tuntutan seperti amandemen UUD 1945 hingga kembali kepada UUD 1945 yang paling awal. Mereka yang duduk di kursi pimpinan akan menjadi tokoh yang penting dalam menghadapi potensi seperti itu. 

Untuk diketahui, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Pertama tahun 1999, kedua tahun 2000, ketiga pada 2001, dan keempat tahun 2002. Salah satu amandemen yang signifikan adalah amandemen pertama, dengan mengubah Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur masa jabatan Presiden maksimal hanya dua periode.

"Saya tidak bisa katakan ada gejala (perubahan amandemen), tapi bisa saja ada yang ingin mengamandemen pasal tertentu. Karena dinamika politik cair," ujarnya. 

(Baca: TKN Batasi Satu Parpol Eks Kubu Prabowo Gabung dengan Koalisi Jokowi)

Muhaimin punya alasan mengapa ia sangat ingin menduduki jabatan Ketua MPR. Dia melihat saat ini ada gelombang ke-Islaman yang perlu diimbangi dengan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hingga Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar kebangsaan ini perlu diperkuat. “Nahdlatul Ulama (NU) memiliki modal itu," ujar Muhaimin yang mengklaim sebagai perwakilan NU.

Menurut Emrus, siapa pun bisa saja memajukan paket calon pimpinan MPR dan tidak ada batas ideal siapa yang berhak menjabat. Namun, ia mengingatkan siapapun yang duduk di kursi Ketua dan Wakil Ketua wajib menjaga konstitusi negara Indonesia. Dia menyarankan saat ini belum perlu lagi ada amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR. "Justru yang dibenahi Undang-Undang yang posisinya di bawah UUD 1945," kata dia. "Kalau salah amandemen bisa bergeser ke hal yang kurang produktif."

(Baca: Arah Kubu Oposisi Pasca Rekonsiliasi Prabowo-Jokowi)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement