Reformasi subsidi energi langsung menyehatkan anggaran negara. Selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), anggaran subsidi energi sempat mencapai titik tertingginya tahun 2014 sebesar Rp 341,8 triliun. Setahun kemudian di masa Jokowi, anggaran subsidi langsung turun jadi Rp 119,1 triliun. Jumlahnya makin menciut jadi Rp 106,8 triliun tahun 2016 dan hanya Rp 77,3 triliun dalam APBN 2017.

Anggaran (Rptriliun)20122013201420152016APBN 2017RAPBNP 2017
Subsidi Energi306,5310341,8119,1106,877,3103,1
-BBM & LPG211,921024060,843,732,351,1
- Listrik94,6100101,858,363,14552

Dengan begitu, pemerintah memiliki keleluasaan mengelola anggaran untuk belanja yang bersifat produktif, khususnya membiayai proyek-proyek infrastruktur. Anggaran pendidikan dan kesehatan juga mendapat porsi yang lebih besar.

Kebijakan reformasi subsidi energi itu menuai apresiasi positif dari sejumlah lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan lembaga pemeringkatan yang mengerek peringkat kredit Indonesia ke level layak investasi. Jokowi pun sering membanggakan kebijakan tersebut di berbagai forum internasional.

Tak heran, keputusan pemerintah menaikkan anggaran subsidi dalam revisi APBN 2017 menuai kritik dari mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri. Ia menyayangkan reformasi subsidi energi tidak berlanjut di bawah kepemimpinan Jokowi. "Subsidi BBM sudah dihapus dan itu baik sekali. Kenapa harus kembali lagi ke masa lalu yang dianggap salah?" ujar Chatib lewat akun Twitter, Jumat (7/7).

Apalagi, subsidi energi yang ditanggung negara sebenarnya lebih besar jika memperhitungkan beban tunggakan BBM kepada Pertamina. Sebab, meski pemerintah tak mengalokasikan subsidi harga Premium dalam APBN, selisih harga jual dengan harga keekonomian BBM menjadi tanggungan Pertamina.  

Sepanjang enam bulan pertama tahun ini, manajemen Pertamina mengaku total beban yang harus ditanggung akibat tidak menaikkan harga BBM mencapai Rp 35-Rp 40 triliun. Chatib menyebut beban itu sebagai tunggakan yang menjadi contingent liabilities bagi pemerintah lantaran status Pertamina sebagai perusahaan BUMN.

"Kalau harga minyak naik terus, maka beban ini akan naik. Jangan ulangi kesalahan yang lalu. Pada akhirnya beban Pertamina akan jadi beban APBN. Itu yang namanya fiscal contingent liabilities," ujarnya. 

Di sisi lain, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, keputusan pemerintah menunda kenaikan harga BBM dan elpiji dan memilih memperbesar subsidi itu bertujuan menjaga daya beli masyarakat. Sebab, masyarakat baru saja menjalani momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Awal Juli ini pun memasuki tahun ajaran baru.

"Saya kira tidak dinaikkan ini tepat karena bersamaan puasa, lebaran, dan tahun ajaran baru. Kalau dipaksakan naik itu beban masyarakat tinggi,” kata Lana. Ia pun menepis kemungkinan kebijakan pemerintah menahan kenaikan harga energi terkait dengan persiapan Pemerintahan Jokowi menghadapi pemilu tahun 2019. “Masih terlalu jauh itu."

Tabel Asumsi Makro RAPBN-P 2017

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement