Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengakui pembangunan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu membutuhkan investasi besar. Di sisi lain, insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday yang disediakan untuk pembangunan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu belum cukup menarik bagi investor.

Hal itulah yang melandasi keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian nomor 10 tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula. “Fasilitas kemudahan memperoleh bahan baku gula kristal mentah (raw sugar) impor ini untuk industri baru," kata Panggah.

Ia menjelaskan, penerima insentif harus merupakan pabrik gula baru yang mempunyai Izin Usaha Industri (IUI) yang diterbitkan setelah tanggal 25 Mei 2010. Hal ini sesuai Peraturan Presiden nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

(Baca juga: Bisnis Gula Kurang Menarik Investor, Pemerintah Siapkan Insentif)

Selain itu, izin impor juga diberikan untuk waktu yang terbatas yakni paling lama 7 tahun bagi pabrik gula baru di luar Pulau Jawa dan paling lama 5 tahun bagi pabrik di Jawa. Sementara untuk pabrik gula lama yang menambah kapasitas, impor gula mentah dibatasi paling lama 3 tahun.

Menurut Panggah, pemerintah saat ini masih berupaya untuk mencapai swasembada gula. Selain itu, tingginya disparitas harga gula di Jawa dan pulau lain juga menjadi perhatian pemerintah.

Grafik: Rata-rata Harga Gula Pasir Lokal di Beberapa Provinsi (Per 19 Januari 2017)
Rata-rata Harga Gula Pasir Lokal di Beberapa Provinsi (Per 19 Januari 2017)

Menurut perhitungannya, setiap tahun harus ada empat pabrik gula dengan kapasitas giling 12 ribu ton tebu per hari yang berdiri untuk menutupi kebutuhan masyarakat hingga tahun 2030.

Sebaliknya, Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil menilai kebijakan itu dapat menghancurkan pertanian. Pemberian izin impor gula mentah hingga 80 persen dari kapasitas terpasang pabrik selama bertahun-tahun dinilainya akan merugikan petani tebu.

 “Aturan tersebut tidak mendidik karena sarat dengan kepentingan perburuan rente impor. Apabila Menteri Perindustrian tidak mencabutnya, maka APTRI akan menggugat secara hukum melalui Mahkamah Agung (MA),” ujarnya melalui telepon.

Halaman:
Reporter: Pingit Aria
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement