Bila Sofyan, yang notabene seorang pengusaha itu, begitu percaya akan manfaat besar dari pengampunan pajak, tidak bagi pihak lainnya. Salah satu sorotan terhadap rancangan beleid ini yakni menyangkut skema penempatan dana kembali di dalam negeri atau repatriasi. Tidak adanya skema ini sempat dikhawatirkan sejumlah pengamat lantaran tidak ada kepastian bila perusahan atau orang yang diampunai akan menempatkan dananya di pasar domestik.

Dalam banyak kesempatan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan kebijakan ini tidak akan berjalan efektif karena pemerintah belum memliki data yang akurat. Apalagi, belum ada kejelasan mengenai kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan dananya di dalam negeri. Alhasil, kondisi ini memungkinakna dana tersebut kembali ke luar negeri ketika insentif tidak lagi diberikan.

Menurut Prastowo, ada dua opsi jika Direktorat Jenderal Pajak ingin menerapkan tax amnesty. Pertama, aturan tersebut ditunda hingga 2017 sesuai rencana awal agar pemerintah bisa memanfaatkan program Automatic Exchange of Information (AEOI) untuk mendapatkan informasi perpajakan dari wajib pajak. AEOI merupakan pedoman dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang diadopsi oleh 90 negara, termasuk Indonesia.

Pilihan kedua, cakupannya dipersempit menjadi pengampunan pajak saja. Sehingga, pengampunan sanksi pidana pajak, termasuk untuk koruptor, mesti dikeluarkan dalam rancangan beleid itu. Sebab, hilangnya sanksi pajak tidak menjamin wajib pajak, juga koruptor, menempatkan dananya di Indonesia. (Baca pula: Perluas Basis Pajak, Pemerintah Akan Turunkan Pajak Penghasilan).

Padahal, bagi para pelaku pidana pajak, semestinya mereka terancam pidana penjara, selain denda, karena menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Misalnya, ancaman itu mucul dalam Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 39 ayat 3. Di sana disebutkan setiap orang yang menyampaikan surat pemberitahuan pajak atau keterangan yang isinya tidak benar ketika mengajukan restitusi maka akan didenda sedikitnya dua kali nilai restitusi. Atau, paling banyak empat kali nilai resititusi dan penjara paling sedikit enam bulan penjara, paling lama dua tahun.

Jeratan pidana pajak pun masih bertebar dalam bentuk pelanggaran lain. Ada pula sanksi pidana dalam pelanggaran pajak yang termuat dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Misalnya, Pasal 25 menyebutkan seseorang yang tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sehingga menimbulkan kerugian negara akan didenda lima kali pajak terutang dan pidana penjara selama-lamanya dua tahun.

Untuk diketahui, ketika pertama kali rancanagan undang-undang ini dicetuskan, yang terasa mendadak, namanya ialah RUU Pengampunan Nasional, muncul berbarengan dengan revisi RUU Komisi Pemberantasan Korupsi pada September lalu. Setelah menuai banyak kritik, misalnya karena dianggap akan menyelamatkan penjahat pajak seperti koruptor, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat rupanya tetap bersepakat untuk membahas rancangan kedua beleid tersebut.

Rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, pada Jumat, akhir bulan lalu, menyepakati dua hal. Pertama, RUU Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2015 sebagai usulan pemerintah. Artinya, dalam sisa masa sidang DPR yang segera berakhir, pembahasan beleid ini akan dikebut. Kedua, pengusul revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK adalah DPR. Sebelumnya, revisi beleid ini merupakan usulan pemerintah. (Lihat pula: Beleid Pengampunan Pajak Ditargetkan Rampung Akhir Tahun Ini).

Selama ini, pemerintah memang getol mengegolkan RUU Pengampunan Pajak untuk mendongkrak penerimaan negara, terutama lantaran pemasukan pajak masih seret. Per 4 November lalu, pajak yang masuk baru mencapai Rp 774,4 triliun atau 59,8 persen dari total target penerimaan pajak tahun ini senilai Rp 1.294,3 triliun. Hingga tutup tahun ini, realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya 85 persen dari target.

Halaman:
Reporter: Muchamad Nafi, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement