Perjalanan Jouska seperti meteor: muncul cepat dengan sinar terangnya namun sesaat kemudian langsung meredup. Perencana keuangan yang cepat naik daun di kalangan anak muda dengan 745 ribu pengikut akunnya di Instagram ini, tengah tersandung kasus investasi. Sejak Jumat pekan lalu, Satgas Waspada Investasi membekukan operasional Jouska. Kasus ini juga menyibak praktik perencana keuangan yang beririsan dengan pengelola dana investasi.
Sebagai perencana keuangan, Jouska kerap mengingatkan kaum milenial agar tak terjebak investasi bodong. Namun, malah perizinannya saat ini dipermasalahkan karena juga bertindak sebagai manajer investasi melalui dua perusahaan terafiliasi yang tak berizin.
Kasus ini terbongkar setelah beberapa klien yang merasa dirugikan mengeluh di media sosial. Dari jejaring itulah kemudian berkumpul 63 orang yang sama-sama merasa dirugikan oleh Jouska. Di antara mereka, 19 orang telah menghitung kerugian kolektifnya mencapai Rp 2,2 miliar.
Chairman & President Asosiasi Perencana Keuangan IARFC (International Association of Register Financial Consultant) Indonesia Aidil Akbar mendampingi mereka menghadap Satgas Waspada Investasi, Senin (27/7). Ada tiga klien yang menjadi perwakilan.
Mereka tidak hanya ingin uangnya kembali, tetapi juga agar Jouska diproses secara hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukannya "Jadi yang penting proses hukumnya. Uang balik pun tidak akan melepaskan kasus hukumnya," kata Aidil.
Salah satu klien itu adalah Mita Lengganasari. Mulanya, ia mendatangi Jouska pada tahun 2018 untuk membantu keuangan keluarganya. Ia lalu diarahkan untuk mulai berinvestasi saham melalui PT Amarta Investa Indonesia dan PT Mahesa Strategis Indonesia.
Dalam hitungan hari, Mita dibukakan Rekening Dana Investor atau RDI di Philip Sekuritas dan menyetorkan uang sebesar Rp 55 juta.
Meski masih didominasi kelompok usia di atas 40 tahun, investor milenial semakin berminat menanamkan dana di pasar modal. Berikut datanya:
Belakangan, Mita mengetahui bahwa investasinya buntung. Kerugian itu terutama disebabkan oleh saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK), yang baru mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Harga saham emiten anyar itu terjun bebas dari Rp 1.400 per saham saat Mita mulai berinvestasi menjadi Rp 200 saat kasus ini mencuat. Padahal, hampir seluruh dana Mita ditempatkan pada saham tersebut.
Meski investasi dijalankan oleh Amarta dan Mahesa, Jouska yang selalu berhubungan dengan Mita terkait dengan investasinya itu. “Kenapa saya tidak ada komunikasi dengan mereka [Amarta dan Mahesa], tetapi sama Jouska? Seolah-olah Jouska menjalankan akun saya, sementara mereka adalah financial planner,” kata Mita.
Koneksi Jouska, Amarta dan Mahesa
Jouska dirintis sejak 2013 oleh Aakar Abyasa sebagai CEO dan Pendiri; Indah Hapsari sebagai Co-Founder dan Head of Adviser dan Farah Dini sebagai Co-Founder. Pada 2017, setelah menjadi PT Jouska Finansial Indonesia, mereka mulai berpromosi di Instagram dan menjadi populer di kalangan milenial kelas menengah.
Dalam akun Instagram-nya, Jouska mencantumkan profilnya sebagai “A Walk The Talk Independent Financial Advisor”. Namun, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot, menyatakan bisnis Jouska sebagai financial planner tak masuk dalam pengawasan karena izin usahanya tak diterbitkan OJK.
Legalitas perencana keuangan sejatinya tergantung lembaga sertifikasi profesi meski ranahnya beririsan dengan OJK. Di Indonesia, sertifikasi perencana keuangan dikeluarkan oleh Financial Planning Standards Board (FPSB) Indonesia dan IAFRC Indonesia.
Di antara Konsultan Jouska memang ada yang pernah terdaftar di IAFRC dan FPSB pada 2011 hingga 2015. Namun, keanggotaan mereka sudah hangus, sebab sertifikat perencana keuangan hanya berlaku setahun dan harus diperpanjang.
Bagaimana dengan Amarta dan Mahesa? Semuanya bermuara pada satu orang: Aakar Abyasa Fidzuno. Aakar yang merupakan pendiri sekaligus CEO Jouska ternyata merupakan pemilik saham yang dominan di kedua perusahaan.
Jouska pada dasarnya dikendalikan oleh empat orang. Aakar Abyasa yang menjadi pendiri sekaligus CEO memiliki 94% saham Jouska setara dengan Rp2,82 miliar. Kemudian ada Marlina yang menjadi Komisaris dengan kepemilikan 30 saham atau setara dengan 1%.
Lalu, Komisaris Utama Farah Dini yang memiliki 90 unit saham yang setara dengan 3%. Terakhir adalah Direktur Jouska Indah Hapsari yang memiliki 60 unit saham atau 2%.
Sementara itu, di Amarta Investa Indonesia dan Mahesa Strategis Indonesia, Aakar masih menjadi pengendali utama dengan porsi kepemilikan 72% dan 70% saham. Pria kelahiran 1984 itu menunjuk Tias Nugraha Putra menjadi Direktur Utama MSI. Porsi kepemilikan saham Tias di kedua perusahaan tersebut sebanyak 15% dan 19%.
Selain Tias, terdapat nama lain, yakni Diah Amini dan Matias Mahendra.
Berikutnya, Jouska dan perusahaan terafiliasi beroperasi tanpa izin...