Peningkatan konsumsi masyarakat dapat diikuti dengan penambahan investasi. Sebaliknya, kenaikan investasi tidak menjamin peningkatan konsumsi masyarakat. Pengusaha juga enggan melakukan ekspansi bila tidak ada daya beli masyarakat.

Namun, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menilai, efek program bantuan tunai pekerja  terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal ini tak akan besar dan akan bergantung pada realisasi pencairan bantuan tersebut. "Sekarang saja sudah Agustus. Kalau dicairkan di September, waktu hanya sebulan. Dari sisi cakupan juga kecil dibandingkan konsumsi secara keseluruhan," ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan dengan baik kriteria penerima. Jangan sampai, bantuan yang disalurkan untuk mendorong konsumsi, justru ditabung. Ia pun menyarankan bantuan hanya diberikan untuk pekerja yang sudah berkeluarga.

"Kalau sudah berkeluarkan dengan pendapatan di bawah Rp 5 juta, kemungkinan akan digunakan untuk konsumsi. Tapi kalau single, mungkin pendapatan dia masih cukup untuk kebutuhan sehingga justru ditabung," katanya.

Bersambung ke halaman berikut: "Masih Ada Potensi Salah Sasaran hingga Risiko Cemburu Sosial"

Ekonom INDEF Eko Listyanto juga khawatir bantuan tunai pemerintah berakhir di buku tabungan. Ini akan membuat tujuan pemerintah untuk mendongkrak konsumsi dan ekonomi sulit tercapai.

"Kelompok ini jelas masih punya pendapatan dan dalam kondisi sekarang ini semua orang sedang mengerem konsumsi karena masih dipenuhi ketidakpastian, sehingga mereka kemungkinan akan memilih untuk menyimpan," katanya.

Penerapan pembatasan sosial berskala besar  untuk menekan penyebaran Covid-19 mengubah laju mobilitas penduduk. Hal ini turut mengakibatkan perubahan pada pendapatan dan pola konsumsi masyarakat seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Eko juga menilai masih ada celah pada data BPJS Ketenagakerjaan yang akan menjadi basis data penyaluran bantuan ini meski tak sebesar pada data kemiskinan yang menjadi basis penyaluran bansos.

"Kemungkinan ada perusahaan yang tidak melaporkan dengan benar upah yang dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan untuk menghemat iuran yang harus dibayarkan perusahaan," katanya.

Contohnya, perusahaan hanya melaporkan gaji pokok yang dibayarkan kepada pekerja. Sementara berbagai tunjangan yang mungkin nilainya lebih besar dari gaji pokok tak diperhitungkan dalam mekanisme pembayaran. Untuk itu, pemerintah harus memverifikasi kembali data-data yang dihimpun dari BPJS Ketenagakerjaan.

"Memang yang kami gunakan adalah data BPJS Ketenagakerjaan. Kalau ada yang kurang sempurna akan kami perbaiki," ujar Budi Sadikin saat ditanya terkait kekhawatiran tersebut.

Picu Cemburu Sosial

Program bantuan  tunai pada pekerja formal ini juga berisiko menciptakan kecemburan sosial. Hal ini, menurut Eko, lantaran jumlah pekerja informal dan tak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak.

"UMKM kita kan 68 juta dan banyak yang pekerjanya kemungkinan tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Sejauh ini UMKM hanya dapat manfaat dari restrukturisasi kredit dan modal kerja, apa ini nantinya tidak menciptakan kecemburuan?" katanya. 

Jumlah pekerja informal berdasarkan data BPS hingga Februari 2020 mencapai 74,04 juta orang, sedangkan pekerja formal sebanyak 56,99 juta orang. Pekerja informal didominasi oleh buruh atau pegawai, sedangkan pekerja informal kebanyakan berstatus berusaha sendiri atau berusaha sendiri dengan bantuan buruh.

BPS pada periode yang sama juga mencatat rata-rata upah buruh atau pekerja di Indonesia mencapai Rp 2,92 juta. Namun sebagai catatan, Kasus pertama virus corona sendiri pertama kali ditemukan di Indonesia pada awal Maret 2020. Sementara Pembatasan Sosial Berskala Besar yang menjadi penyebab utama ekonomi terpukul mulai diterapkan pada awal April.

"Sisi sosial juga apa sudah dipertimbangkan pemerintah? Ketika anggaran terbatas yang diproritaskan harus yang paling miskin dahulu, apakah bantuan yang diberikan ke mereka sudah benar-benar cukup," ujarnya.

Apalagi, menurut dia, pemerintah juga memutuskan untuk memangkas bantuan sosial bagi masyarakat miskin. Ini dikhawatirkan kian membuat kesenjangan makin melebar.

BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 mencapai 26,42 juta orang, bertambah 1,63 juta orang dibandingkan September 2019 atau 1,28 juta orang dibandingkan Maret 2019. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan atau Rp 2.118.678 per keluarga/bulan.

Pada awal Juni, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang bansos Covid-19 hingga 2019 dari sebelumnya yang berakhir pada Juni. Namun manfaat bantuan pada kartu sembako yang diberikan di Jabodetabek diturunkan dari sebelumnya senilai Rp 600 ribu menjadi Rp 300 ribu. Bansos tunai yang diberikan kepada masyarakat terdampak corona di wilayah non-Jabodetabek juga diturunkan dari Rp 600 ribu menjadi Rp 300 ribu.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan bahwa akan ada tambahan bantuan sosial produktif dengan anggaran hingga Rp 30 triliun yang ditujukan kepada 12 juta pelaku UMKM. Adapula tambahan bansos kepada 10 juta penerima program keluarga harapan berupa pemberian beras 15 kg dengan total anggaran Rp 4,6 triliun.

Pemerintah juga akan menambah bantuan sosial tunai Rp 500 ribu per penerima kartu sembako dengan alokasi Rp 5 triliun. "Ini akan dibayarkan pada Agustus," ujar Sri Mulyani, Rabu (5/8).

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement