Dilansir dari The Economis, masalah kredibilitas data Bank Dunia sendiri sudah diutarakan oleh berbagai pihak yang melaporkan dugaan “penyimpangan” dalam indeks yang diterbitkan pada 2017 dan 2019, termasuk untuk Azerbaijan, Cina, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. 

Georgieva menepis tudingan terhadap dirinya. Ia menyebut bahwa temuan laporan investigasi tersebut  telah merusak reputasinya. “Saya secara fundamental tidak setuju dengan temuan dan interpretasi Investigasi Penyimpangan Data terkait peran saya dalam laporan Doing Business Bank Dunia tahun 2018,” katanya dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan dalam laman resmi IMF.

Pengaruh Besar Peringkat EoDB

Laporan EODB yang dirilis Bank Dunia hampir setiap tahun ini telah menjadi rujukan utama bagi investor global dalam berinvestasi dan pemerintah berbagai negara untuk memperbaiki iklim investasi tak Hanya bagi Indonesia. Dalam riset yang dibuat oleh University of Pennsylvania pada 2019 disebutkan bahwa peringkat EoDB mempengaruhi kebijakan negara-negara melalui jalur birokrasi, transaksional, dan politik domestik. 

EoDB dibuat untuk memengaruhi kebijakan regulasi negara-negara di seluruh dunia. Melalui indeks dan pemeringkatan ini, Bank Dunia mencoba membentuk ‘perilaku negara dalam membuat peraturan’ terutama pada negara berkembang. 

Indeks EoDB dibangun di atas premis bahwa perusahaan lebih mungkin berkembang jika mereka harus mematuhi peraturan yang lebih sedikit, murah, dan lebih sederhana. Indeks ini sebenarnya hanya berusaha menilai beban regulasi dari sudut pandang perusahaan swasta, bukan manfaat sosial secara utuh dari regulasi. 

Meskipun EoDB hanya merupakan laporan yang sebenarnya tak mengikat, keberadaannya telah memengaruhi pemerintah di seluruh dunia untuk mengubah kebijakan ekeonomi dan peraturan mereka. 

“Dengan melakukan pemeringkatan, Bank Dunia sengaja memberikan tekanan sosial yang kompetitif kepada negara-negara untuk melakukan deregulasi,” demikian tertulis dalam riset yang ditulis Rush Doshi dari Brooking Institute, Judith G. Kelley dari Duke University, dan Beth A Simmons dari University of Pennsylvania. 

Riset ini menyebut, para pembuat kebijakan telah berbicara dan bertindak seolah-olah EoDB berpengaruh penting terhadap negaranya. Berbagai negara secara terbuka mempublikasikan rencana mereka untuk melakukan reformasi guna memperbaiki peringat EoDB. Georgia yang dikritik banyak pihak karena mempermaikan regulasi mengumumkan upaya untuk naik peringkat dari posisi 100 ke 20. Yaman, Portugal, Mauritius, El Savador, dan India juga menjadikan EoDB sebagai motivasi reformasi regulasi.

Menurut riset ini, peringkat EoDB digunakan untuk mendapatkan dukungan bagi kebijakan mereka. Tekanan Eksternal dalam bentuk peringkat terkadang menjadi alat yang berguna untuk mencapai tujuan para pemimpin negara dalam menghadapi perlawanan domestik.

Indikator EoDB sebenarnya telah menghadapi kritik tentang akurasi dan validitasnya yang juga melatarbelakangi investigasi terhadap laporan ini dan menguak skandal manipulasi. Satu studi kritis yang  membandingkan ukuran peraturan de jure EoDB dengan ukuran de facto dari survei perusahaan Bank Dunia sebelumnya  menemukan perbedaan yang signifikan antara keduanya.

Beberapa perusahaan di negara-negara dengan peringkat rendah dalam kategori seperti persyaratan hukum untuk izin konstruksi ternyata memperoleh izin lebih cepat daripada negara dengan peringkat yang lebih tinggi, pola yang juga berlaku di banyak sub-kategori EoDB lainnya. 

EoDB juga telah dikritik oleh serikat pekerja dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) karena mengabaikan konsekuensi deregulasi bisnis bagi pekerja, dan Bank akhirnya menghapus komponen yang terkait dengan tenaga kerja dari Indeks.30 EoDB juga telah dikritik dengan alasan lingkungan karena meremehkan pentingnya penilaian lingkungan.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadilala pernah mengungkit masalah lobi-lobi yang harus dilakukan pemerintah terkait peringkat daya saing tersebut. Hal ini disampaikan Bahlil saat rapat kerja dengan komisi VI DPR RI pada Senin (30/8). Bahlil dalam rapat tersebut menjelaskan, Indonesia menargetkan naik peringkat dari posisi 73 pada 2019 ke posisi 60 pada tahun ini. 

Hal ini disampaikan Bahlil saat rapat kerja dengan komisi VI DPR RI pada Senin (30/8). Bahlil dalam rapat tersebut menjelaskan, Indonesia menargetkan naik peringkat dari posisi 73 pada 2019 ke posisi 60 pada tahun ini. 

“Insya Allah, kami targetkan ada di peringkat 60 tahun ini. Kami diberikan target harus masuk peringkat 40. Ini tergantung lobi-lobi, lobi-lobi setengah kamar yang tidak ada dalam undang-undang,” ujar Bahlil pada akhir bulan lalu. 

Bahlil menjelaskan, peringkat EODB yang belum berubah dari posisi ke-73 sejak 2019 bukan kesalahan Indonesia tetapi karena bank Dunia tidak mengeluarkan laporan pada tahun lalu.

Sementara saat diminta pendapat terkait skandal manipulasi laporan EODB yang tengah menyeruak, Bahlil menilai, hal ini kemungkinan akan menjadi evaluasi kedua lembaga multilateral paling berpengaruh di dunia tersebut. “Institusi yang kita agung-agungkan itu ya ternyata begitu deh. Ini akan menjadi lompat indahnya akibat cara-cara yang sebelumnya dilakukan, mereka pasti akan melakukan audit dan memperbaiki metodenya,” ujar Bahlil, Jumat (17/9).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement