Selain itu, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 26 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 hingga bulan lalu. Neraca perdagangan sepanjang Semester I 2022 sebesar US$ 24,8 miliar merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah untuk periode semesteran. 

Nasib Rupiah

Meski The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 bps tadi malam, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini berhasil ditutup menguat 0,59% di level Rp 14.921 per dolar AS.

Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Samuel menyebut pengumuman kenaikan bunga 75 bps The Fed justru menjadi sentimen positif ke rupiah. Ini karena kenaikan tersebut sudah sesuai ekspektasi pasar, bahkan tidak seagresif kekhawatiran sebelumnya yakni dapat mencapai 100 bps.

"Terlihat pasar saham naik cukup kuat hari ini, pasar obligasi kita juga naik cukup kuat, artinya ada inflow karena kenaikan bunga tidak setinggi ekspektasi sebesar 100 bps," kata Mikail kepada Katadata.co.id, Kamis (28/7).

Menurutnya, sentimen positif ini bisa berkepanjangan setidaknya hingga tiga bulan ke depan. Pasar saat ini juga melihat mulai adanya tanda-tanda pelemahan inflasi di AS. Dengan inflasi yang turun, berarti The Fed tidak akan seagresif sebelum-sebelumnya. Kondisi ini, menurut dia, menjadi kesempatan apresiasi di pasar modal negara berkembang seperti di Indonesia.

Meski demikian, langkah The Fed yang telah menaikkan bunga hingga 2,25 bps tahun ini di tengah sikap BI mempertahankan bunga rendah 3,5% telah mempersempit selisih tingkat bunga antara kedua negara. Hal ini sering kali memicu kekhawatiran terjadinya perpindahan dana dari Indonesia ke Amerika Serikat maupun negara lain yang sudah mengambil langkah serupa. Namun, BI sebenarnya telah berulang kali menegaskan bahwa keluarnya arus modal asing dari pasar keuangan bukan dipengaruhi oleh perbedaan suku bunga melainkan perbedaan yield.

Adapun yield US Treasury tidak serta merta menguat signifikan mengikuti agresifitas kenaikan suku bunga acuan The Fed. Mikail menyebut, yield US Treasury benchmark 10 tahun saat ini justru mulai turun. Dengan demikian, yield surat berharga Indonesia masih memiliki daya tarik.

"Hal yang yang mendorong investor asing untuk kembali ke pasar SBN Indonesia," kata dia.

Sementara itu, Ekonom Bank Danamom Irman Faiz menilai kondisi selisih tingkat bunga yang menipis antara Indonesia dan Amerika Serikat maupun negara maju lainnya dapat berpotensi mendorong keluarnya arus modal asing yang berdampak pada nilai tukar. Namun, ia yakin BI akan menempuh jalan lain untuk menstabilkan kurs melalui operasi moneter dengan menjual obligasi di pasar sekunder dan menyesuaikan suku bunga di pasar uang. 

"Ini akan membantu menahan modal asing keluar. Sedangkan hari ini, pasar sudah memperkirakan kenaikan bunga The Fed 75 bps sehingga tidak ada lagi kejutan yang membuat rupiah tertekan," ujarnya. 

Pasar akan menanti kebijakan The Fed pada bulan-bulan berikutnya yang terutama akan bergantung pada data inflasi. Meski banyak yang memperkirakan The Fed tidak akan seagresif dua bulan terakhir ini, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat berbeda. 

Ia menilai, pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang tak melihat kondisi ekonomi Amerika saat ini memasuki resesi dapat memunculkan skenario kenaikan suku bunga yang masih akan agresif. 

"Kalau The Fed mengatakan potensi resesinya kecil ini berarti memberi peluang suku bunga masih akan naik," kata Josua kepada Katadata.co.id

Ia memperkirakan suku bunga The Fed masih akan naik 100 bps sampai akhir tahun sehingga berada di level 3,25-3,5%.

Meski demikian, Analisis Bank DBS dan Bank Mandiri juga memperkirakan kondisi rupiah akan relatif stabil dan berada di bawah Rp 15.000 per dolar AS pada pengujung tahun ini. Kepala Market dan Perdagangan Obligasi Bank DBS Ronny Setiawan menyebut, stabilitas nilai tukar ditopang oleh fundamental ekonomi Indonesia yang semakin baik meski The Fed agresif memperketat kebijakan moneternya.

"Kami melihat ke depan, rupiah mungkin stabil dan sideways di rentang Rp 14.800-Rp 15.100," kata Ronny. 

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachaman memperkirakan rupiah pada akhir tahun ini akan berada di posisi Rp 14.765 per dolar AS dengan rata-rata kurs bergerak di Rp 14.688 per dolar AS. Rupiah akan stabil seiring langkah BI yang antara lain diperkirakan menaikkan bunga 75 bps menjadi 4,5% hingga akhir tahun ini. 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement