Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menghitung nilai kompensasi ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan keuntungan ekspor. Tidak heran jika saat ini, banyak perusahaan enggan menekan kontrak dengan PLN. 

“Lebih untung produsen membayar kompensasi daripada berkontrak atau menjual batu bara dalam negeri. Lebih baik direvisi peraturannya” kata Mamit kepada Katadata melalui sambungan telepon, Senin (15/8).

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa, ketidaan peta kebutuhan batu bara berdasarkan kualitas kalori juga menyebabkan pasokan seret. Pasalnya, tidak semua produsen batu bara memiliki spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan PLN.

 “Batu bara kalori rendah punya Izin Usaha Pertambangan, hanya bisa produksi tapi enggak bisa dikirim ke PLN. Itu juga bisa menjadi masalah,” katanya kepada Katadata, Senin (15/8).

Kondisi inilah yang menyebabkan PLN mengkhatirkan pasokan untuk PLTU. Awal Agustus lalu, Sapto menyebut stok batu bara PLN (hari operasi pembangkit/HOP) cuma bisa menghidupkan PLTU hingga 19 hari ke depan. 

Belakangan, HOP ini kian membaik. “Kondisi saat ini stok batubara PLTU PLN dalam kondisi aman, dengan rata-rata 23 HOP,” kata Gregorius Adi TriantoExecutive Vice President Komunikasi Korporat PLN, kepada Katadata, Selasa (16/8).

Grafik:

Menanti Peran BLU

Ketika kisruh pelarangan ekspor memanas pada awal tahun lalu, Pemerintah merancang sejumlah solusi agar situasi ini tidak berulang. Salah satunya adalah dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Fungsinya persis seperti Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS). 

BLU batu bara akan mengutip sejumlah pungutan ekspor dari penambang batu bara, kemudian mengggunakan hasilnya untuk menutup selisih harga domestik dan internasional. Idealnya, BLU ini bisa memberikan kompensasi bagi penambang agar memprioritaskan kebutuhan batu bara lokal.

Masalahnya, rencana ini tidak kunjung dieksekusi. Menteri ESDM Arifn Tasrif menyebut hingga saat ini pengambil kebijakan masih berdebat apakah BLU ini akan dipayungi Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah. “Izin prakarsa belum mendapat persetujuan,” kata Arifin, Selasa (9/8). 

Di internal, Arifin menyebut pihaknya sebetulnya sudah menyiapkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri. Namun, sebelum BLU ini punya payung hukum yang jelas, kebijakan ini belum bisa dilaksanakan. 

Bagi para pelaku usaha, BLU ini bisa menjadi solusi jitu untuk mengatasi kelangkaan stok yang terus berulang. Sapto Aji pun berharap pemerintah segera mengesahkan BLU sebagai pemungut iuran batu bara.

"BLU adalah solusi yang akan mengatasi persoalan ini karena prinsip dasarnya menyelesaikan permasalahan disparitas harga," sambungnya.

Menurut Mamit Setiawan, BLU akan menguntungkan berbagai pihak, baik dari PLN, produsen, hingga masyarakat. Dari sisi PLN, BLU menjadi penjamin pasokan batu bara untuk kelancaran listrik dalam negeri. Sebaliknya, BLU tidak lagi menimbulkan perbedaan harga yang kerap dialami produsen batu bara. Adanya peraturan ini pun membuat seluruh produsen memiliki tanggung jawab untuk memenuhi DMO.

“Bagi masyarakat pastinya akan mendapatkan pasokan listrik dengan tarif listrik yang terjangkau,” kata Mamit. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement