“Ketika teman-teman saya sudah berkarier lama, saya baru mulai kerja,” kata Firman.

Beberapa dokter memang mengumpulkan uang ketika melakukan praktik dokter umum terlebih dahulu sebelum menempuh pendidikan dokter spesialis. Namun biasanya jumlah ini tidak begitu besar.

Beberapa dokter pun mencari beasiswa untuk membiayai PPDS-nya, meski kuotanya sangat terbatas. Sebagian lain biasanya mengandalkan ‘beasiswa orang tua’ untuk membiayai pendidikan spesialis. 

“Banyak dokter yang sebenarnya pintar tetapi enggan daftar spesialis karena tidak mampu secara finansial,” kata Erta. 


Seharusnya Dibayar

Kendati pada praktiknya kebanyakan dokter residen tidak menerima bayaran, Undang-Undang No.20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran sebetulnya mengatur sebaliknya. Pasal 31 ayat b mengatur setiap mahasiswa berhak memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran. Hal ini berlaku bagi mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.

Apa yang diatur dalam UU ini juga sudah jadi hal lumrah di negara lain. Rata-rata gaji dokter residen di Amerika Serikat misalnya bisa sampai Rp 900 juta per tahun. Di Australia, dokter residen digaji mulai dari Rp 900 juta hingga Rp1,2 miliar per tahun.

Bahkan di India, negara yang PDB per kapitanya lebih rendah dari Indonesia, dokter residen juga menerima gaji. Bayaran untuk dokter residen di negara itu berkisar antara Rp 5 juta sampai Rp 11 juta per bulan.

Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (KKI) Setyo Widi Nugroho mengatakan saat ini rumah sakit memang belum bisa memberikan insentif dokter residen. Pasalnya, belum ada aturan turunan dari UU 20/2013 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud Dikti).

“Kami sedang mencoba mendorong, ini belum jadi pemikiran bersama,” katanya.

Widi pun mengusulkan dokter residen diberikan insentif yang sama dengan asisten dokter spesialis. Ini sekitar 30% dari biaya jasa medis. Insentif ini dinilai dapat meringankan biaya pendidikan spesialis yang ditanggung dokter residen.

Baca juga: Pangkal Masalah Seretnya Pasokan Dokter Spesialis di Indonesia

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan program pendidikan spesialis berbasis rumah sakit atau hospital-based untuk mengatasi masalah ini. Selama ini, pendidikan spesialis hanya bisa dijalankan oleh pihak universitas. Sementara di beberapa negara seperti AS, Jerman, dan Singapura, pendidikan spesialis juga bisa dijalankan oleh rumah sakit. 

“Indonesia satu-satunya negara di mana dokter PPDS tidak dibayar, karena konsepnya sekolah bukan bekerja,” kata Budi saat berdialog dengan dokter residen, awal Desember silam. 

Budi menyebut sistem hospital-based memungkinkan rumah sakit merekrut dokter residen sekaligus membayar mereka dalam prosesnya. Di AS, sistem ini diterapkan oleh Johns Hopkins Hospital dan Mayo Clinic.

Dua peneliti AS, John Z Ayanian dan Joel S Weissman, dalam risetnya bertajuk ‘Teaching hospitals and quality of care: a review of the literature’ menyebut biaya berobat yang tinggi inilah yang membuat RS bisa menggaji dokter residen. Namun, biaya tinggi ini dijustifikasi dengan kualitas pengobatan mumpuni. Mayo Clinic dan Johns Hopkins sendiri masuk dalam 5 besar rumah sakit terbaik dunia versi Newsweek.

Lain negara, lain pula sistemnya. Inggris mengintegrasikan dokter muda dan dokter residennya dalam National Health Service (NHS). Ini adalah jaminan kesehatan universal ala Inggris, serupa BPJS Kesehatan di Indonesia.

Sistem ini yang membuat pendidikan spesialis di Inggris tidak memakan biaya. Dokter yang tergabung dalam pendidikan spesialis di NHS lalu ditempatkan sesuai dengan kebutuhan tenaga spesialis di setiap daerah. Selama masa residensi, dokter-dokter pun digaji dengan iuran NHS.

Infografik_Dokter Spesialis Jadi Barang Langka
Infografik_Dokter Spesialis Jadi Barang Langka (Katadata/ Nurfathi) 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan adanya pendidikan spesialis berbasis rumah sakit perlu mempertimbangkan kurikulum dan tenaga pendidik. Selama ini, sistem yang ada disusun oleh fakultas-fakultas kedokteran.

Untuk masalah gaji residen, Tjandra mengusulkan dokter baru lulus bertugas di puskesmas selama tiga hingga lima tahun sebagai aparatur sipil negara (ASN). Ini agar dokter yang selesai bertugas di puskesmas dan melanjutkan dokter spesialis tetap mendapatkan gaji.

Selain menyelesaikan masalah gaji, usulan ini juga menyelesaikan masalah ketersediaan dokter puskesmas. Data IDI menunjukkan masih ada 6,9% puskesmas yang beroperasi tanpa dokter pada 2020.

Bagi banyak dokter seperti Firman dan Erta, menempuh pendidikan spesialis menjadi mimpi yang harus jatuh bangun digapai. Kepada Katadata, Erta mengingat kembali interaksinya dengan seorang dokter residen luar negeri yang belajar di Indonesia. 

Dokter asing itu mengaku tidak akan bisa membayar uang kuliah sambil bekerja jika tidak dibayar, seperti yang jamak terjadi di Tanah Air.  “Itu enggak masuk akal. Anda kerja, Anda dibayar,’” kata Erta menirukan ucapan dokter tersebut.

Halaman:
Reporter: Reza Pahlevi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement