Ketiganya harus dikaji dengan data histori. "Apakah akan menguat atau memburuk terhadap dolar AS? Contoh saja poundsterling yang tidak mau tergabung dalam Euro lagi, karena nilainya memburuk,” kata Tauhid pada Katadata

PERTEMUAN GUBERNUR BANK SENTRAL ASEAN
Pertemuan Gubernur Bank Sentral ASEAN.  (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym.)

Geopolitik Pemicu Dedolarisasi?

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menyebut upaya dedolarisasi didorong sejumlah faktor, utamanya geopolitik. Pasalnya, pengaruh dolar AS di kancah global sangat kuat sehingga bisa menjadi senjata.

Contohnya, AS memberi sanksi kepada Rusia karena menginvasi Ukraina. Sanksi itu adalah membekukan hampir seluruh cadangan valuta asing Rusia senilai US$ 300 miliar.

Munculnya kekuatan ekonomi baru di luar AS dan Eropa menjadi faktor kedua. Keadaan ekonomi saat ini, menurut David, sudah jauh berbeda bila dibanding dengan 1944, kala dolar AS ditetapkan menjadi mata uang acuan. "Sehingga mendorong ke alah multipolaritas dengan memakai masing-masing mata uang untuk transaksi,” ujarnya pada Katadata.co.id.

Banyak negara juga sudah belajar dari efek kebijakan fiskal dan moneter AS belakangan ini. Ketergantungan tinggi terhadap dolar AS membuat volatilitas mata uang negra berkembang semakin tinggi. Akhirnya tren kenaikan suku bunga bank sentral AS,The Fed, yang kini sedang terjadi memicu mata uang berguguran. 

Selanjutnya, dedolarisasi muncul di tengah kekhawatiran nilai aset dolar AS menyusut karena kebijakan moneter The Fed yang longgar. Selama pandemi, The Fed gencar mencetak uang lewat kebijakan quantitative easing alias QE besar-besaran. 

NILAI TUKAR RUPIAH MENGUAT
Ilustrasi dolar AS. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Untung Rugi Dedolarisasi Bagi ASEAN

Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia, Teuku Riefky, menjelaskan aksi dedolarisasi ini menguntungkan dengan berkurangnya risiko dari dolar AS alias hedging. Namun, ketergantungan tinggi terhadap dolar AS kerap menimbulkan efek buruk tiap kali mengubah kebijakan fiskal dan moneternya.

Efek negatif itu sebenarnya bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk semua negara. "Karena belum ada unit of account yang diterima seluas dolar AS,” kata Riefky.

Karena itu, para pengamat sepakat rencana dedolarisasi global tidak akan tercapai dalam waktu dekat. Penyebabnya,  porsi penggunaan dolar AS secara global masih besar, yaitu sekitar  60%.

Untuk penggunaan mata uang lokal yang hanya berlaku di ASEAN, menurut dia,  mungkin terjadi dalam waktu dekat. "Baru langkah berikutnya bila cash-nya sudah besar, baru bisa bersaing dengan dolar AS,” kata Tauhid. 

Di ASEAN, Vietnam merupakan mitra dagang terbesar AS. Total nilai US$ 111,44 miliar pada 2021. Angkanya mencapai 30,58% dari total perdagangan ASEAN-AS.

Di urutan berikutnya ada Singapura dengan nilai perdagangan sebesar US$78,66 miliar. Diikuti Thailand US$ 56,3 miliar dan Malaysia US$ 52,37 miliar.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement