Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda sekata dengan Ferry. Ia bahkan menghitung gaji rata-rata milenial di angka Rp 7 juta, baiknya cicilan per bulan berkisar di sepertiga gaji, yakni dari Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta. Angka ini bisa membeli rumah dengan harga Rp 300 juta.

Namun, dengan nilai rumah Rp 300 juta pasti lokasinya di pinggiran kota. Inilah yang tidak sesuai dengan gengsi kaum milenial di rentang usia 24-39 tahun, menurut Ali. “Apalagi rumah subsidi, mereka pasti enggak mau. Tapi daya beli ada, loh,” katanya.

Pernyataan Ali terkait harga ini sesuai juga dengan data Rumah123. Harga rumah, baik baru dan bekas, semakin murah di pinggiran kota. Data ini juga menunjukkan  Jakarta Utara adalah daerah dengan median harga rumah bekas tertinggi di Jabodetabek:

HARGA PROPERTI STABIL
Ilustrasi properti rumah. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.)

Kiat Cegah Penipuan Properti

Meski anak muda sanggup membel rumah, Ali menyatakan, mereka cenderung masih awam dan belum melek hukum. Asal punya uang dan ingin beli rumah, maka ia bisa langsung ambil rumah. Kadang tergiur dengan harga DP dan cicilan murah.

Untuk itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir risiko terkena penipuan:

  1. Pastikan pengembang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) atau Real Estate Indonesia (REI).
  2. Sebaiknya pilih pengembang yang sudah berbentuk perseroan terbatas atau PT karena akan sulit untuk mengusut kasus bila pengembang masih atas nama perseorangan.
  3. Cek legalitas, mulai dari sertifikat tanah hingga statusnya. 

Ferry menambahkan dua hal lagi yang harus diperhatikan konsumen. Pertama, jangan cari properti dengan harga murah, tapi cari yang harganya masuk akal. Hal ini untuk mencegah kemungkinan rumah gagal dibangun.

Kemudian cek reputasi pengembang. Apakah selama ini ada masalah dari pembangunan properti masing-masing pengembang? Dan apakah pembangunan properti sesuai dengan rencana? 

Harus diperhatikan pula perusahaan induk pengembang bergerak di sektor apa. " Kalau mereka tidak expertise di properti, tidak bisa menjamin produk properti sesuai dengan harapan atau rencana,” kata Ferry.

Reputasi pengembang bukan menjadi jaminan utama. Ada juga developer properti ternama yang tersandung kasus, Meikarta contohnya. Karena itu, , menurut Anton, sebagus-bagusnya nama developer, konsumen tetap harus cari tahu bagaimana kondisi proyek dan perizinannya.

Di sisi lain, Anton menggarisbawahi kewajiban untuk memiliki rumah. Berkaca dari keadaan di Amerika Serikat dan Singapura, hanya ada sedikit orang yang memiliki rumah pribadi sementara lainnya menyewa.

Dari hitungannya, sewa lebih murah daripada membeli properti dan skemanya pun bisa panjang hingga 50 tahun. “Kalau ada apartemen atau rumah sewa di tengah kota, why not? Tapi kalau memang ingin punya rumah, jangan malas untuk cek kondisi lokasi,” kata Anton.

Dalam survei digital Telkomsel, tSurvey.id, mayoritas kaum milenial di tanah air lebih memilih rumah tapak ketimbang apartemen. Tercatat, responden yang memilih rumah tapak di DKI Jakarta sebanyak 93% dari total responden, sedangkan di wilayah Jawa-Bali non-DKI sebanyak 99,4%.

“Bahkan di kota padat penduduk seperti DKI Jakarta, hanya 7% responden yang berencana untuk membeli apartemen,” demikian dikutip dari hasil survei tSurvey,id pada 14 Maret 2023.  Di sisi lain, responden yang memilih tinggal di rumah susun alias rusun hanya 0,6% di wilayah non-DKI.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement