Peneliti ekonomi digital INDEF, Nailul Huda, sepakat dengan pernyataan Bhima. Namun, ia menawarkan sudut pandang baru.

Menurut dia, persaingan dompet digital tidak seketat dua tahun belakangan. Kondisi ini berubah sejak kemunculan layanan Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS dari Bank Indonesia. Perbankan lantas masuk dalam pengembangan sistem pembayaran instan yang awalnya menjadi keunggulan dompet digital. 

“Saya rasa dari sisi waktu cukup telat memang, harusnya sudah dari dua atau tiga tahun lalu aplikasinya diluncurkan,” kata Nailul, “Tapi kini GoPay memberi pangsa pasar baru bagi Gojek dan Tokopedia.”

Aplikasi GoPay
Aplikasi GoPay (GoPay)

GoPay Mengejar Ketinggalan?

Ekosistem dompet digital Tanah Air diprediksi akan meningkat hingga 2025, berdasar riset lembaga konsultan pemasaran berbasis di India, RedSeer.

Dalam laporan itu, proyeksinya nilai transaksi dompet digital alias e-wallet di Indonesia bisa mencapai US$ 70,1 miliar pada 2025. Angka ini setara dengan 55% dari total nilai transaksi e-wallet di kawasan Asia Pasifik, dan terus meningkat dari 2021–2025 seperti dirangkum dalam Databoks berikut:

 

Masih di proyeksi yang sama, tingkat pertumbuhan tahunan majemuk alias CAGR e-wallet Indonesia bisa mencapai 31,5% pada 2025. Pertumbuhan ini tidak lepas dari adanya pandemi Covid-19 yang mempercepat adopsi pembayaran digital.

Hadirnya e-commerce dan usaha mikro kecil dan menengah alias UMKM yang berpindah ke penjualan daring juga memompa pertumbuhan dompet digital Tanah Air. 

Karena itu, untuk mengimbangi peluang dan keterlambatan tersebut, Bhima merumuskan ada tiga cara yang bisa dilakukan GoPay. Mulai dari menggandeng pedagang luring untuk menggunakan dompet digital.

Dua pesaing GoPay, yakni OVO dan DANA, masih belum terlalu agresif masuk ke segmen pasar tersebut. “Ceruknya masih besar,” ujar Bhima.

Selain itu, ia menyarankan pengembangan produk keuangan yang lebih cepat sehingga memenangkan ekosistem dompet digital. Beberapa fitur yang ia rekomendasikan adalah asuransi, reksadana, hingga masuk dalam bursa kripto dan karbon dalam jangka waktu panjang.

“Ketiga, inovasi itu butuh modal besar, apakah dengan spin-off bisa menarik pendanaan baru?” kata Bhima.

Pernyataan tersebut sekata dengan laporan Asosiasi Fintech Indonesia dan Katadata Insight Center. Survei ini melibatkan seluruh anggota AFTECH dan ada 75 anggota yang berpartisipasi. Dari survei tersebut diketahui modal ventura masih menjadi sumber pendanaan utama startup fintech Tanah Air. 

Bhima menyebut kini dompet digital sudah harus mempertimbangkan persaingan dengan perbankan karena ada fitur QRIS. Belum lagi segmentasi pengguna dompet digital biasanya didominasi millennial dan Gen Z yang volume transaksinya lebih kecil.

Fokus dompet digital harus beralih kepada masyarakat yang lebih tua dengan volume transaksi yang lebih besar. Maish mengutip AFTECH Annual Member Survey 2022/2023, pengguna teknologi finansial alias fintech memang didominasi kelompok usia muda. Pengguna di atas 50 tahun hanya berkisar 11,7%. 

Soal potensi pengguna setelah spin-off, menurut dia, sangat bergantung dengan bagaimana GoPay bisa memberi promo yang lebih besar dari pesaing. "Selama banjir promo masih tinggi, pengguna akan loyal ke GoPay,” ujar Bhima. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement