Kemudian bila seluruh unit yang diproduksi Tesla ini diserap pasar domestik dan keuntungan kotor sneilai 25%, maka akan tercipta nilai pasar senilai US$ 48 miliar atau sekitar Rp 720 triliun per tahun.

Ade turut menghitung pajak yang berlaku di Indonesia sehingga harga kendaraan bisa lebih mahal 1,5 kali lipat di banding luar negeri. Dengan hitung-hitungan itu, penciptaan nilai di sisi permintaan atau demand bisa menembus Rp 1.000 triliun setahunnya.

“Ini penciptaan nilai dari Tesla saja, belum lagi penciptaan nilai di sisi support lewat penyediaan infrastruktur supercharging yang selama ini diadakan oleh Tesla,” kata Ade dalam opininya di Katadata.co.id, Rabu (8/2), “Tidak mengherankan jika Tesla begitu dinantikan di sini.”

Ilustrasi Tesla
Ilustrasi Tesla (123rf.com/Lukas Gojda)

Ekosistem Kendaraan Listrik RI Perlu Dibenahi

Kilau nikel dan silau duit dari pabrik kendaraan listrik masih belum cukup menjadi motivasi investasi di Tanah Air. Pakar pertambangan hingga pengusaha kendaraan listrik sepakat, Indonesia harus berbenah sebelum Musk yakin menanamkan modal. 

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman memulai daftar pekerjaan rumah ini dengan pemberantasan korupsi. Menurut dia, masalah ini terkesan klise tapi buktinya Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam baru saja terjegal dugaan korupsi tambang bijih nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

“Daya tawar Indonesia itu sebenarnya tinggi, tapi orang pemerintahan yang membuat daya tawar itu mati.” kata Ferdy. “Menteri harus tertibkan bawahannya, supaya investor global tidak mengecap negatif Indonesia.”

Akhir Juli lalu, dua orang pejabat Kementerian ESDM sudah ditahan Kejaksaan Agung. Pertama adalah SM, Kepala Geologi Kementerian ESDM yang juga merupakan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Kedua adalah EVT selaku evaluator rencana kerja dan anggaran biaya pada Kementerian ESDM.

Dari penyidikan Kejagung, dua orang ini menerbitkan Rencana Kerja Anggaran Biaya alias RKAB 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.

Hal itu dilakukan tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut total kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal di blok Mandiodo ini mencapai Rp 5,7 triliun. 

Masalah lainnya, tak seperti di Malaysia, adopsi kendaraan listrik di Indonesia cenderung lambat. Hal ini terlihat dari jumlah stasiun pengisian kendaraan umum listrik alias SPKLU yang belum merata. 

Secara umum, SPKLU memang meningkat tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, dengan total 570 stasiun terpasang. Namun, jumlah yang terpasang itu masih sekitar 20% di bawah terget pemerintah.

Problem lainnya, di wilayah Jakarta hampir 50% stasiun pengisian adalah stasiun pengisian dengan daya lambat. Sedangkan stasiun pengisian cepat dioperasikan oleh perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan jauh dari tempat yang paling membutuhkannya, misalnya jalan raya atau tol.

Tak heran, masalah SPKLU ini menjadi yang utama penyebab hambatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia, seperti terlihat pada grafik berikut ini:

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, menjelaskan ada dua aspek dalam negeri lagi yang mesti dibenahi, yaitu ekosistem dan sumber daya manusia. Fabby melihat Tesla selaku perusahaan teknologi juga mempertimbangkan environment, social, and good governance alias ESG dalam investasi. 

Bila dibanding dengan Malaysia, Indonesia masih belum bisa menyediakan listrik hijau yang mumpuni. Pemerintah menawarkan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara sebagai sumber listrik Tesla.

Sedangkan Malaysia sudah punya TNBX, anak perusahaan Tenaga Nasional Berhad yang fokus pada penyediaan energi terbarukan sejak 2017. “Kawasan green industry Indonesia ada, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air. Tapi baru akan selesai pada 2028, masih lama dan resikonya sangat besar,” kata Fabby.

Dari segi sumber daya manusia, Fabby melihat Tesla sebagai perusahaan teknologi yang butuh tenaga kerja berkemampuan tinggi. Talenta Indonesia masih belum sebaik negara lain, termasuk Malaysia.

Fabby kemudian menyimpulkan negara butuh mengakomodasi keinginan investor yang bisa jadi tidak sesuai dengan kemauan negara. Hal ini bisa disiasati dengan keunggulan kompetitif yang saling menguntungkan kedua belah pihak. 

“Enggak bisa sesuai mau kita, karena kita masih lebih butuh mereka. Mereka bisa investasi di negara lain, tidak serta-merta hanya karena Indonesia punya banyak cadangan nikel,” kata Fabby.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement