Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa. Walhasil calon siswa terlempar meski berada di satu zona. Daya tampung siswa juga makin mengecil di jenjang sekolah yang lebih tinggi karena sebarannya tak merata.

“Contoh di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa, tetapi total daya tampung hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81% saja,” ungkap Satriawan.

Sementara pada jenjang SMA/MA, jumlah CPDB mencapai 139.841 siswa, namun total daya tampung hanya 28.937 atau 20,69%. Daya tampung jenjang SMK justru lebih sedikit lagi hanya 19.387 siswa atau hanya 13,87% saja.

“Artinya mau jungkir balik, tetap tidak bisa serap semua siswa. Sedangkan calon siswa semakin banyak. Implikasinya tidak semua calon siswa diterima di sekolah negeri, swasta menjadi pilihan terakhir,” lanjut Satriwan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menyiasati terbatasnya kursi sekolah negeri dengan dengan solusi PPDB Bersama. Anak-anak yang tarlempar dan tak diterima di sekolah negeri, dapat bersekolah di sekolah swasta dengan penuh oleh Pemprov.

Sayang PPDB Bersama tak diminati sekolah swasta terbaik di Jakarta.

Solusi lainnya dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) atau tambahan ruang kelas juga tak bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta karena faktor biaya besar dan keterbatasan lahan baru. Padahal Jakarta punya APBD yang besar. Entah bagaimana daerah lain dengan jumlah APBD yang lebih kecil.

Warga keluhkan sistem zonasi PPDB di Banten
Warga keluhkan sistem zonasi PPDB di Banten (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.)

Evaluasi Aturan PPDB Zonasi

PPDB semula dibentuk dengan tujuan membangun sistem pendidikan yang berkeadilan dan punya kualitas merata antar sekolah negeri, baik dari sarana prasarana, guru, kurikulum, dan standar lainnya.

Namun beragam kecurangan yang ada justru membuat tujuan ini kabur. Anak-anak miskin tetap tak mendapat prioritas sekolah. Sedangkan keturunan yang punya kuasa dan uang dapat dengan mudah memilih sekolah negeri dengan aksi sogok menyogok dan nepotisme lain.

"Fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata, sehingga orang tua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah unggul. Tingkat kesenjangan kualitas antar sekolah negeri masih terjadi bahkan makin tinggi,” tekan Satriwan.

Lihat saja, jika sekolah negeri di perkotaan memiliki jumlah pendaftar yang membludak. Kondisi sebaliknya terjadi di sekolah wilayah pedesaan.

Kasus ini terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, Pangkal Pinang, Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri kekurangan siswa.

"Di Yogyakarta ada 3 SMA negeri kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru, sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah," kata Feriansyah, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G.

Sepinya peminat di sekolah pedesaan ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah calon siswa, jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan, sementara lokasi sekolah lain berada jauh di pelosok pedalaman atau perbatasan, dengan akses yang sulit.

Inti persoalannya, sebaran sekolah negeri tak merata. Sebelum melakukan pembangunan fasilitas pendidikan, pemerintah tak menganalisis faktor geografis dan kependudukan, sehingga terjadi ketimpangan jumlah sekolah antara kota dan desa.

"Solusi sekolah kekurangan murid adalah merger, menggabungan sekolah negeri dan memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi menuju sekolah," kata Feriansyah.

Namun, sama seperti membangun sekolah baru, solusi merger sekolah juga memakan biaya tinggi dan harus melibatkan kementerian lain. Jadi entah, apakah solusi ini bakal dijalankan pemerintah, atau malah diabaikan begitu saja.

Sementara itu, lantaran terlalu banyak mendapat sorotan, sistem PPDB zonasi kemungkinan akan dievaluasi. Meski belum tahu kapan waktunya, informasi tersebut dibenarkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito.

Pemerintah berencana mengevaluasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.

“Seleksi umur menjadi lebih aman dibanding menggunakan surat keterangan domisili, karena KK bisa palsu. Seleksi umur dapat dipastikan (data) siswa tersebut sudah digunakan TK/SD," tutur Warsito, Sabtu (22/7).

Kita patut berharap agar di tahun depan segala karut-marut penerimaan siswa baru ini bisa tuntas tertangani. Dengan begitu, amanat Pasal 31 UUD 1945 ayat 1, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan" bisa tertunaikan. Semoga.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement