Tantangan Peran Ganda Perempuan

Jika melihat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), terdapat kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan sekitar 30% lebih rendah kemungkinan untuk bekerja dibandingkan laki-laki. Rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja terutama setelah menikah, khususnya yang sudah memiliki anak.

Lenny Rosalin menyebutkan, hambatan perempuan untuk naik jenjang karier karena peran ganda mengurus anak, keluarga, dan pekerjaan rumah tangga.

Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Wita Krisanti mengatakan, beberapa BUMN secara formal maupun informal menjadikan perpindahan tempat atau rotasi lokasi kerja sebagai prasyarat mendapatkan promosi.

“Ini memperberat perempuan karena masih harus izin ke suami dan keluarga. Belum lagi ada stigma seperti ‘mengapa ambisius padahal sudah ada keluarga?’ Keadaan ini yang membuat perempuan sulit naik ke jenjang lebih tinggi,” kata Wita Krisanti saat dihubungi Katadata.co.id, pada Kamis, 16 November lalu.

Research Lead untuk Asia Tenggara Women’s World Banking (WWB) Agnes Salyanty mengatakan, peran ganda ini berdampak terhadap kurangnya waktu informal bagi karyawan perempuan untuk bersosialisasi dengan atasan maupun rekan kerja.

Padahal, peluang untuk mendapatkan akses dan kesempatan diperoleh dari diskusi informal ini. Kesempatan untuk ikut pelatihan profesional di luar jam kerja juga menjadi berkurang. Hal ini salah satu penyebab semakin tinggi posisi jabatan di industri keuangan, semakin rendah representasi perempuan di dalamnya.

“Kalau dilihat dari datanya, representasi perempuan kalau digambarkan bentuknya seperti segitiga. Semakin ke atas ke bagian decision making, representasi perempuan itu lebih sedikit,” kata Agnes Salyanty pada dialog publik “Langkah dan Aksi Pemimpin Perempuan di Sektor Keuangan”.

Stigma dan Kepercayaan Diri

Chief of People & Corporate Strategy DANA Agustina Samara menyebut ada stigma yang melekat pada perempuan di dunia kerja, seperti dinilai lebih emosional hingga tidak punya logika. Menurutnya, masyarakat belum terbiasa dengan perempuan yang percaya diri dan bisa memimpin. 

Stigma ini turut berpengaruh terhadap kenyamanan dan tingkat kepercayaan diri perempuan. Dia mencontohkan saat perempuan harus tampil di depan umum.

“Ketika berdiri di depan ratusan orang, pasti komentar pertama untuk perempuan adalah enak dilihat atau tidak. Sudah berbicara, kemudian dinilai kelihatan cerdas atau tidak. Baru bisa mendapat respek,” kata Agustina.

Menurut Wita Krisanti, perusahaan dapat menjembatani kesenjangan gender dengan menempatkan perempuan di pucuk pimpinan. “Adanya role modeling membuat pemanfaatan kebijakan ini dapat dianggap normal,” kata dia.

Peran Perusahaan

Dalam laporan Women’s World Banking “Mempercepat Kemajuan Perempuan dalam Peran Pengambilan Keputusan di Sektor Perbankan dan Fintech Indonesia” yang dirilis April 2023, industri keuangan telah berupaya mengecilkan kesenjangan gender di semua level, termasuk eksekutif. Namun, karyawan perempuan Indonesia masih menghadapi banyak tantangan yang signifikan.

“Stigma dan budaya di masyarakat ikut terbawa dan menjadi praktik yang dianggap wajar di dunia kerja,” kata Agnes Salyanty.

Perlu upaya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini. Perusahaan dapat menerapkan kebijakan gaji yang setara antara perempuan dan laki-laki. Selain itu mencegah pelecehan seksual fisik maupun non-fisik. Pemberian cuti melahirkan dan haid, serta tunjangan cuti hingga kepastian tidak ada pemutusan hubungan kerja sepihak setelah kehamilan juga penting dilakukan. 

Kemudian dalam proses rekrutmen karyawan menghindari pertanyaan wawancara yang secara tidak langsung membentuk stereotip dan bias. “Mungkin bisa dipikirkan untuk menanyakan motivasi dari pekerja, ketimbang menanyakan rencana menikah atau rencana punya anak misalnya,” kata Agnes.

Selanjutnya, menerapkan kebijakan jam kerja dan lokasi kerja yang fleksibel, khususnya untuk karyawan perempuan yang sekaligus pengasuh keluarga, juga harus menjadi pertimbangan.

DANA misalnya, menerapkan kebijakan flexible working arrangement untuk semua karyawannya sejak pandemi Covid-19. Menurut Agustina Samara, kebijakan ini membantu karyawan yang juga ibu rumah tangga untuk dapat bekerja dari mana saja, sekaligus mengurus keperluan anak. 

Secara tidak langsung, kebijakan ini berpengaruh terhadap kebetahan karyawan yang terlihat dari rendahnya pergantian karyawan, termasuk mereka yang baru menjadi ibu. “Karyawan DANA yang ada saat ini turnover-nya lebih rendah. Jarang yang mau resign karena ada flexible working arrangement ini,” kata Agustina.

Halaman:
Reporter: Reza Pahlevi

Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik, Katadata.co.id bersama Koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP), yang digagas oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Women's World Banking, menyajikan edisi khusus Inklusi Keuangan Perempuan. Setiap bulan, tulisan terkait isu tersebut kami sajikan dalam bentuk artikel panjang dan mendalam.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement