Ringkasan
- Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal untuk 90 negara, termasuk Indonesia sebesar 32%, yang menyebabkan kekhawatiran atas dampaknya terhadap ekonomi Indonesia. Kebijakan ini mendorong Indonesia untuk mengirimkan tim negosiasi ke AS.
- Indonesia menawarkan peningkatan impor dari AS, peningkatan investasi di sektor migas dan teknologi informasi di AS, serta pelonggaran aturan TKDN untuk produk AS sebagai bagian dari negosiasi. Negosiasi ini diharapkan dapat menghasilkan perjanjian perdagangan yang menguntungkan kedua negara.
- Di tengah perang dagang AS-Cina, Indonesia perlu mewaspadai potensi banjir produk impor dari negara-negara yang terkena tarif tinggi dan mempertimbangkan strategi untuk memperkuat industri dalam negeri. Peluang relokasi industri dan perubahan rute pengiriman barang juga dipertimbangkan.

Kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengguncang dunia. Kali ini bukan hanya Cina, Meksiko, dan Kanada yang menjadi sasarannya. Total ada 90 negara yang masuk dalam daftar negara-negara yang dikenai tarif resiprokal yang diumumkan Trump pada 2 April 2025, termasuk Indonesia.
Indonesia dikenai tarif resiprokal sebesar 32%, tarif ini lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang dikenakan kepada Singapura sebesar 10% dan Malaysia sebesar 24%. Namun, tidak setinggi tarif yang dikenakan AS kepada Vietnam sebesar 46% dan Kamboja yang mencapai 49%. Adapun produk-produk dari Cina dikenakan tarif 104%, melonjak dari angka sebelumnya sebesar 20%.
"Resiprokal. Ini berarti mereka mengenakan tarif kepada AS, dan kami melakukan hal yang sama kepada mereka," ujar Trump dalam pidatonya pada 2 April 2025, seperti dikutip CBS News.
Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki surplus perdagangan cukup besar dengan AS, yakni mencapai US$ 19,3 miliar pada 2024, menurut data CEIC. Produk-produk ekspor unggulan RI ke AS, antara lain elektronik, tekstil, furniture, dan produk perikanan. Kebijakan tarif ini direncanakan berlaku efektif mulai 9 April 2025.
Jika tarif tersebut diterapkan, harga produk-produk buatan Indonesia yang diekspor ke AS bakal menjadi lebih mahal dan tidak lagi kompetitif di pasar AS. Hal ini juga bakal menurunkan volume impor AS terhadap produk-produk dari Indonesia. Padahal, AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia setelah Cina, dengan kontribusi 10% dari total ekspor.
Kabar ini membuat nilai tukar rupiah pada perdagangan non-deliverable forward (NDF) sempat menyentuh level Rp 17.006 per dolar AS pada 4 April 2025, ini merupakan level terendah sepanjang sejarah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok hingga 9,12% ke level 5.912,06 ketika perdagangan dibuka kembali usai libur Lebaran, Selasa (8/4).
Pada 9 April 2025, Trump mengumumkan akan menunda pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari dan menurunkan tarif ke level 10%, untuk hampir semua negara. Namun, sikap AS terhadap Cina tetap keras, tarif untuk produk-produk impor dari Cina bahkan dinaikkan menjadi 125%.
Cina tidak gentar menghadapi ancaman tarif AS, bahkan membalas dengan mengenakan tarif 84% untuk semua produk dari AS pada 9 April 2025. Respons Cina ini membuat Trump menaikkan lagi tarif untuk produk-produk dari negara Xi Jinping itu menjadi 145%. Pada 11 April, Cina membalas dengan menaikkan tarif untuk produk-produk impor dari AS menjadi 125%.
Indonesia Kirimkan Tim Negosiasi ke AS
Di tengah memanasnya perang dagang jilid kedua antara AS dan Cina, Indonesia mengirimkan delegasi diplomatik ke AS untuk menegosiasikan langkah pengenaan tarif impor resiprokal sebesar 32%. Presiden Prabowo Subianto mengutus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Luar Negeri Sugiono dalam tim negosiasi tersebut.
Mereka bertolak dari Indonesia ke AS pada Selasa (15/4) malam dan diperkirakan akan segera melakukan negosiasi di Washington DC, pada Rabu (16/4) waktu setempat. Negosiasi akan berlangsung pada 16-23 April mendatang.
Airlangga mengatakan, Prabowo meminta agar tim negosiasi tetap berpijak pada kepentingan nasional selama proses perundingan berlangsung. "Kemarin malam sudah ada pertemuan secara online mengenai framework apa yang diharapkan oleh AS, dan apa yang diharapkan oleh Indonesia," kata Airlangga di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (15/4).
Pembicaraan tarif impor dengan AS akan berlangsung dalam beberapa putaran, setidaknya perlu dua hingga tiga kali pertemuan lanjutan. Pertemuan pertama merupakan penawaran kesepakatan awal yang akan dilanjutkan dengan penyusunan draf perjanjian pada pertemuan berikutnya.
Tim negosiasi juga akan bertemu dengan United States Trade Representative (USTR) dan Kementerian Keuangan AS untuk menyepakati kebijakan perdagangan kedua negara.
Pemerintah berharap negosiasi tarif impor berakhir dengan melahirkan perjanjian resmi, misalnya perjanjian perdagangan bebas terbatas untuk sektor tertentu (Free Trade Agreement/FTA). Bisa juga perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade and Investment Framework Agreement (TIFA), yang pernah disepakati Indonesia dan AS.
Apa Saja yang akan Ditawarkan Indonesia dalam Negosiasi Ini?
Salah satu yang akan ditawarkan Indonesia dalam negosiasi dengan pemerintah AS adalah soal kemungkinan Indonesia menambah impor dari AS hingga senilai US$ 19 miliar atau Rp 319 triliun (kurs Rp 16.786 per dolar AS). Menurut Airlangga, angka tersebut berdasarkan alasan kebijakan tarif resiprokal Trump yang mengacu pada defisit neraca perdagangan mereka.
Selama ini, Indonesia mengimpor produk-produk pertanian dari AS, seperti gandum dan kedelai. Indonesia juga akan meningkatkan investasi di AS. "Seluruhnya tergantung pembicaraan nanti. Soal komoditas dan perusahaan (yang akan berinvestasi di AS) akan diumumkan di sana," ujar Airlangga.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu mengatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas) berpeluang melakukan investasi di AS. Begitu pula dengan perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi.
Ia menyebut sektor migas menjadi salah satu sektor strategis karena Indonesia sudah berpengalaman dalam investasi di luar negeri melalui anak usaha Pertamina. Strategi investasi ini masih dibahas lebih lanjut, sesudai dengan hasil negosiasi dengan pemerintah AS. "Bisa akuisisi sumur, bisa di upstream, midstream-nya," kata Todotua.
Selain menambah impor dan investasi, pemerintah juga berencana melonggarkan ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk-produk teknologi dari AS, termasuk dari Apple dan Microsoft.
Prabowo telah meminta para menterinya menyusun aturan TKDN yang lebih fleksibel dan realistis. Kebijakan TKDN yang terlalu kaku dinilai justru bisa melemahkan daya saing industri nasional.
"TKDN sudah lah, niatnya baik, nasionalisme. Tapi, kita harus realistis. Kalau TKDN dipaksakan, akhirnya kita kalah kompetitif," ujar Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4).
Masalah TKDN ini memang menjadi salah satu sorotan pemerintahan Donald Trump terhadap Indonesia. Dalam keterangan resmi, Gedung Putih menyebut kebijakan TKDN sebagai salah satu bentuk hambatan non-tarif yang diberlakukan Indonesia kepada pelaku bisnis AS.
Gedung Putih juga mengkritisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang berjalan mulai 1 Maret 2025. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025, eksportir wajib menahan 100% devisa hasil ekspor di dalam negeri selama setahun penuh. Aturan ini berlaku untuk ekspor dengan nilai mulai US$ 250.000 atau Rp 4,21 miliar per transaksi.
Untung Rugi Negosiasi Tarif untuk Indonesia
Helmy Kristanto, Chief Economist & Debt Research Division Head BRI Danareksa Sekuritas, mengatakan Indonesia tetap harus proaktif melakukan upaya negosiasi dengan AS meskipun implementasi tarif resiprokal masih ditunda.
"Trump telah menolak tawaran penghapusan tarif impor karena kekhawatiran terhadap pelanggaran hambatan non-tarif, sehingga opsi yang paling mungkin bagi Indonesia adalah mempersempit selisih surplus perdagangan dengan meningkatkan impor produk-produk dari AS," kata Helmy dalam riset "Spotlight Returns to The Domestic Front" yang dirilis Senin (14/4).
Meskipun surplus perdagangan Indonesia dengan AS relatif kecil, potensi peningkatan untuk sektor-sektor utama AS seperti pertanian, pertahanan, serta migas akan memberikan tantangan tersendiri. Helmy menyebut peningkatan impor produk pertanian menghadapi tantangan di dalam negeri karena pemerintah mengkampanyekan ketahanan pangan dan swasembada.
Di sektor pertahanan, impor senjata atau pesawat, misalnya, terkendala oleh anggaran yang terbatas dan siklus pengadaan multitahun. Adapun di sektor migas, diperlukan investasi jangka panjang dalam penyimpanan dan infrastruktur regasifikasi
untuk impor gas alam cair (LNG).
"Pendekatan yang lebih cepat dapat dilakukan dengan mengganti pemasok dalam waktu dekat," kata Helmy.
Saat ini, AS menyediakan 16% dari impor kapas Indonesia, 54% dari impor LPG, 5% dari impor gandum dan meslin, 89% dari impor kedelai, dan 5% dari impor minyak mentah. Total nilai impor produk-produk itu mencapai US$ 4 miliar dari total impor Indonesia sebesar US$ 18 miliar. Kategori-kategori yang baru-baru ini disoroti pemerintah ini masih menyisakan kesenjangan sekitar US$ 3 miliar jika impor kategori tersebut dialihkan ke AS sepenuhnya.
BRI Danareksa Sekuritas memprediksi permintaan terhadap aset-aset yang aman (safe haven) akan berlanjut seiring berlarut-larutnya perang tarif. Pekan ini, data kepercayaan konsumen dan penjualan retail diperkirakan bakal mencerminkan aktivitas ramadan dan Lebaran. Adapun rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 pada bulan depan akan memberikan gambaran yang lebih jelas.
"Meskipun narasi pelemahan ekonomi berpotensi tetap mengkhawatirkan, kami melihat adanya ruang untuk dukungan kebijakan dari sisi penawaran dan permintaan sebagai bagian dari strategi countercyclical yang lebih luas," kata Helmy. Perubahan ke kebijakan yang lebih akomodatif merupakan kunci untuk mengurangi tekanan pada harga aset domestik.
Peluang ASEAN di Tengah Perang Tarif
Ekonom Oxford Economics, Sheana Yue dan Adam Ahmad Samdin, memperkirakan kebijakan tarif resiprokal Trump bakal memiliki konsekuensi signifikan bagi perekonomian negara-negara ASEAN. Vietnam dan Kamboja menjadi negara ASEAN yang akan mengalami dampak paling parah dengan pengenaan tarif masing-masing sebesar 46% dan 49%.
Kontribusi ekspor Vietnam ke AS terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 29% sedangkan untuk Kamboja mencapai 30%. Indonesia tidak terlalu terdampak karena porsi ekspor RI ke AS hanya 2% dari PDB. Myanmar dan Laos yang dikenakan tarif sebesar 44% dan 48% juga tidak terlalu terdampak karena AS bukan mitra dagang utama mereka, dengan porsi ekspor mereka ke AS sebesar 2% terhadap PDB.
Perbedaan tarif membuka peluang adanya relokasi industri dari negara yang terkena tarif tinggi ke negara dengan tarif yang lebih rendah. Namun, faktanya tidak semudah itu. Perusahaan-perusahaan yang memiliki basis produksi di berbagai negara tidak mudah merelokasi bisnisnya karena hal ini melibatkan investasi dalam jumlah yang signifikan. Pembangunan pabrik di lokasi baru juga perlu waktu hingga beberapa tahun, terutama di sektor-sektor yang membutuhkan fasilitas yang lebih kompleks.
Strategi lain yang bisa dilakukan untuk menyiasati tarif resiprokal Trump adalah dengan mengubah rute pengiriman barang-barang yang diekspor ke negara yang bertarif rendah. Singapura bakal paling diuntungkan jika strategi ini diterapkan karena negara ini dikenai tarif yang paling rendah di ASEAN.
Untuk saat ini, tarif AS ditargetkan pada negara-negara yang menjadi tujuan ekspor ke AS. "Klausul aturan asal yang spesifik saat ini masih belum jelas. Ini adalah salah satu cara yang digunakan oleh beberapa produsen Cina untuk menghindari tarif yang lebih tinggi dalam perang dagang AS-Cina selama masa jabatan pertama Trump," kata ekonom Oxford Economics dalam riset "Effects of Higher US Tariffs and Responses from ASEAN".
Shen Yue memperkirakan ada kemungkinan pemerintahan Trump akan memasukkan klausul tentang aturan asal barang. Namun untuk saat ini, produsen dapat mengalihkan pengiriman dari negara dengan tarif tinggi seperti Vietnam dan Kamboja, melalui negara dengan tarif yang lebih rendah jika perbedaan biaya masuk akal.
Waspada Banjir Produk Impor
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah mewaspadai banjir produk impor dari Vietnam, Kamboja, dan Cina yang mengincar pasar alternatif di saat ekspor ke AS dikenai tarif tinggi.
"Sudah harga produknya makin murah, volume makin tinggi. Produsen di Cina akan lakukan apapun agar produk yang kelebihan produksi di gudang bisa segera terjual," kata Bhima.
Banjirnya impor dipengaruhi juga oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024 belum juga direvisi. Hal ini akan menekan produsen tekstil dan produk tekstil dalam negeri. Ia berharap pemerintah mengambil langkah cepat di luar negosiasi dengan AS.
Ia menyarankan agar pemerintah secara paralel mengeluarkan paket kebijakan untuk memberikan stimulus bagi industri padat karya. Berikut ini detailnya:
1. Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 untuk mencegah banjir barang impor karena Kamboja, Vietnam, dan Cina akan mengalihkan produknya ke Indonesia, terutama elektronik, pakaian jadi, alas kaki, mainan anak, dan barang jadi lainnya.
2. Mengatur ulang efisiensi belanja pemerintah karena ekonomi Indonesia butuh belanja pemerintah di saat sektor swasta mengalami kontraksi.
3. Memanfaatkan kerja sama perdagangan antaranggota BRICS, termasuk dengan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir.
4. Memperkuat kerja sama investasi dan peluang relokasi pabrik dengan Uni Eropa, terutama di sektor energi baru terbarukan.
5. Menyelamatkan industri padat karya terutama pakaian jadi dan alas kaki, serta elektronik dan otomotif lewat refocusing insentif berupa diskon tarif listrik 50% selama sembilan bulan, dan skema pajak penghasilan (PPh) 21 karyawan ditanggung pemerintah (DTP) diperluas ke sektor terdampak tarif resiprokal.
6. Bank Indonesia (BI) diimbau segera menurunkan suku bunga 50 bps untuk merelaksasi bunga kredit ke sektor industri padat karya dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).