Ketergantungan pada Media Sosial Ternyata Keliru

Image title
Oleh Tim Redaksi
22 Mei 2018, 06:00
Mohamed Nanabhay
Ilustrator: Betaria Sarulina | Katadata
Mohamed Nanabha
Mohamed Nanabha (Katadata)

Perilaku pembaca berubah seiring perkembangan digital dan sosial media. Bagaimana perusahaan media tetap terhubung dengan pembacanya di tengah maraknya konten di berbagai platform?

Ini adalah pertanyaan yang sangat penting. Ketika pertama kali platform sosial media muncul, kita begitu tertarik dengan ukuran dan cakupan audience yang bisa kita raih. Saya adalah salah satu orang di departmen Al Jazeera's New Media yang sangat bersemangat untuk memanfaatkan media sosial guna meraih pembaca baru, khususnya yang berusia muda. Media sosial didominasi oleh pembaca muda. Mereka punya cara yang berbeda dengan kita yang terbiasa mengkonsumsi informasi dari koran. Mereka benar-benar mengandalkan Twitter dan media sosial lainnya untuk tetap terhubung dengan dunia. Karenanya, kami berpikir untuk mengantarkan semua produk jurnalisme lewat Twitter.

Kendati insting kita masuk ke media sosial memang tepat, ketergantungan pada sosial media ternyata keliru. Karena, yang kita lakukan sebenarnya memberi kekuasaan pada platform media sosial dan tetap memberikan produk pada pembaca dengan cara yang sama. Meski kita punya pengikut di Facebook dan Twitter yang sangat banyak, jika platform media sosial tersebut menghendaki perubahan dalam algoritma mereka, perilaku para audience pun berubah. Akhirnya investasi yang kita keluarkan untuk sosial media jadi percuma.

Sehingga saya berpikir, semestinya pendekatan yang media lakukan adalah membuat audience tertarik pada isi yang kita punya. Benar media mesti terhubung dengan audience-nya, tapi persoalan sesungguhnya adalah bagaimana terhubung secara langsung. Bagaimana membuat mereka mengenal brand kita, mengetahui produk kita, misalkan melalui email atau website. Intinya, bagaimana berhubungan dengan audience dengan cara yang dapat kita kontrol.

Tentu saja kita masih memerlukan sosial media. Tapi kita harus menjamin bahwa investasi yang kita keluarkan untuk sosial media, Instagram, Snapchat, atau apapun sesuai dengan yang ingin kita peroleh.

Jadi, bisakah tetap mengandalkan media sosial untuk menyebarkan konten berita?

Sekali lagi, kita masih memerlukan media sosial. Kita tidak bisa sepenuhnya mengabaikan itu. Tapi kita tidak boleh menyerahkan seluruhnya pada media sosial, harus tetap punya cara untuk bisa berhubungan langsung dengan pembaca.

Adakah alternatif lain jika Facebook memblokir konten-konten dari media?

Ada, banyak malah. Kalaupun Facebook memblokir isi dari media, masih ada Twitter. Tapi itu hanya satu bagian saja. Bagian lainnya adalah cara terhubung dengan pembaca secara langsung. Misalnya, membuat mereka berlangganan layanan newsletter. Kita masuk ke dalam inbox email mereka.

Penggunaan big data semakin krusial seiring pesatnya pertumbuhan perusahaan yang mengandalkan platform digital. Bagaimana perusahaan media bisa mengakses dan memanfaatkan data tersebut untuk menghasilkan produk yang bermutu dan relevan?

Tentu ada perusahaan yang bisa melakukan ini seperti Katadata. Ini adalah perusahaan yang mahir dalam mengolah dan menggunakan data untuk produk jurnalistik. Saya pikir, meski sekarang hampir semua orang membicarakan jurnalisme berbasis data, saya tidak yakin ada banyak perusahaan yang mampu mengaplikasikannya dari sisi editorial. Saya melihat banyak perusahaan media menggunakan big data bukan di tataran konten, tapi hanya di tataran advertising dan marketing saja.

Kita melihat banyak perusahaan mulai memanfaatkan big data. Tapi hanya sekadar mencari insight untuk mengoptimalkan produknya dan memperoleh revenue. Padahal, kalau mereka mampu memanfaatkan data bisa untuk memproduksi tulisan berbasis data. Memang itu mesti meluangkan sumber daya untuk meningkatkan keterampilan para jurnalisnya dalam membaca dan mengolah data. Perusahaan media juga perlu masukan dari ahli-ahli statistik agar mengetahui cara memanfaatkan data-data ini lebih jauh lagi.

Seberapa relevan jurnalisme data mampu memproduksi konten bermutu?.

Saya pikir sangat relevan dalam banyak cara. Misalnya, dalam memberi insight mengenai apa yang terjadi dengan perekomian dan sebagainya. Untuk dapat melakukan itu harus mampu mengekstraksi cerita dari data-data yang jumlahnya sampai jutaan. Tahap berikutnya adalah menampilkan data-data tersebut dengan menarik dan mudah dipahami oleh pembaca. Kalau bisa melakukannya tentu akan mendapat apresiasi yang luar biasa dari pembaca.

Jadi dalam jurnalisme berbasis data ada dua bagian. Pertama, analisis data untuk menghubungkan cerita yang kita temukan. Kedua, menampilkannya dengan cara yang menarik dan berguna bagi audience. Khusus bagian kedua, kita mesti mampu menampilkan dengan berbagai visualisasi yang mutakhir, misalnya dengan grafik, chart, atau visualisasi data yang cantik.

[Bahan Laporan dari Muhammad Firman EP]

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...