Subsidi Energi Naik Agar Konsumsi Masyarakat Tak Menurun Cepat

Miftah Ardhian
Oleh Miftah Ardhian - Martha Ruth Thertina
28 Agustus 2017, 18:17
Suahasil Nazara
Katadata | Arief Kamaludin

Jadi, subsidinya meningkat secara angka, tetapi kondisi ekonomi dari sisi konsumsinya tidak menurun secepat yang diperkirakan orang. Malah kalau bisa konsumsinya dengan adanya income yang bisa ditabung karena tidak ada kenaikan, ditambah confidence, kami berharap konsumsi keep up (berlanjut). Jadi, mengelola anggaran itu dengan pilihan kebijakan tersebut, ada cost-nya.

Apakah tren kebijakan ini seperti mengulang masa pemerintahan Presiden SBY: turunkan subsidi di awal, lalu naikkan kembali di akhir pemerintahan?

Saya rasa pemerintahan ini sangat memahami sekali bahwa subsidi energi kalau dipindahkan ke pengeluaran yang lebih produktif, contohnya ke infrastruktur dan perlindungan sosial, itu memiliki dampak yang baik. Karena itulah, pilihannya dari awal seperti itu. Tapi tentu pilihan itu tidak harus selalu menjadi dogmatik. Dia harus tetap ditaruh dalam konteks yang terjadi dari tahun ke tahun.

Saya mau menyampaikan juga di tahun 2017 ini, keputusan tidak menaikkan harga (energi) itu memang berdampak ke anggaran. Tapi kami berharap ini memiliki dampak juga ke perekonomian. Ini balancing (penyeimbangan) yang dicari.

Apakah kebijakan  distribusi tertutup elpiji 3 kilogram akan ditunda karena kenaikan subsidi energi tahun depan?

Distribusi tertutup itu sudah jadi pembahasan di Banggar (Badan Anggaran). Sebagai kebijakan yang dibicarakan di pendahuluan, sepertinya tetap akan dilakukan. Implementasinya, bisa lewat pilot project atau nanti kami tanya dengan yang di Kementerian ESDM. Bagaimana konsepnya ESDM nanti dan siapa yang mau diperintah.

Mengapa kebijakan anggaran pemerintahan ini terlihat lebih ekspansif dari sisi belanja sehingga akan berimplikasi pada kenaikan utang?

Persepektifnya, tingkat pembangunan infrastruktur kita sudah sejak lama tidak cukup, sehingga sudah sejak awal pemerintahan ini, saya yakin Anda juga bisa buka semua your own report (laporan Anda), semua itu teriak "kita kekurangan infrastruktur". Infratsruktur yang dirasakan kurang terus itu menjadi bottleneck (penghambat).

Mau kita beli barang lebih banyak, tapi jalanannya macet? Kita mau produksi lebih banyak tapi listrik enggak cukup, telekomunikasinya tidak ada, pelabuhan tidak mencukupi, atau jalannya enggak nyambung? Disadari sejak awal pemerintahan ini, salah satu kuncinya adalah bangun infrastruktur.

Di situlah kemudian, pembangunan infrastruktur itu membutuhkan biaya yang tinggi dari awal. Tapi sambil biaya infrastruktur, tidak boleh ditinggalkan juga perlindungan sosialnya. Karena itu, APBN fokusnya selalu untuk mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.

Bagaimana mengatasinya?

Jadi kebutuhan belanjanya besar, penerimaan pajaknya dalam jangka pendek agak chalengging sehingga diputuskan bahwa defisit APBN diperbesar. Makanya kita lihat defisitnya sampai 2,5% (tahun 2015), 2,4% (tahun 2016), dan tahun ini diperkirakan 2,67%. Tahun depan kami konsolidasi sehingga seperti disampaikan di 2,19%.

Itu adalah tren yang mau kami buat. Defisitnya kami tahan di level itu, defisit primernya kami kurangi, kalau bisa kami upayakan positif, mungkin di tahun depan defisit primernya sekitar Rp 78 triliun.

Bagaimana kerja sama dengan swasta agar pembangunan infrastruktur tidak terlalu membebani APBN?

Kerja sama swasta itu tahun 2016 ada sekitar beberapa belas proyek yang ditandatangani. Jadi financial closing. Tahun ini sudah lebih banyak lagi. Presiden sudah mengeluarkan 245 daftar proyek yang sifatnya strategis, ditawarkan kepada swasta. Itu KPPIP di kantor Menko Perekonomian. Lalu, kalau membutuhkan garansi pemerintah disediakan modalitas. Bappenas juga giat keluar dengan pembiayaan investasi non-APBN. Karena itu memang jadi kerja bersama.

Tapi prosesnya tidak bisa cepat. Swasta itu kalau diajak bisnis lihat term and condition-nya. Ini pemerintah menawarkan apa, KPBU (Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha) itu kan berarti ada bagian pemerintah juga. Entah bagian pemerintah guarantee letter, atau bagian pemerintah adalah viability payment, atau viability get fund,  harus dihitung-hitung dulu.

Berbeda dengan proyek yang dibiayai murni dari anggaran pemerintah. Itu direncanakan, didiskusikan dengan DPR, dianggarkan, kemudian eksekusi. Kalau dengan swasta, itu lain lagi. Mereka menghitung dulu, kemudian dilihat term and condition. Kalau tahun 2015 swasta cuma melihat itu. Baru tahun 2016 mulai ada berapa belas proyek yang financial closing. Ini indikasi pihak swasta mulai comfortable (nyaman) dengan term and condition pemerintah.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...