Investasi Lippo Group ke Bisnis Digital untuk Membidik Midlle Class

Safrezi Fitra
2 September 2021, 08:05
Ilustrasi Direktur Lippo Group John Riady
Katadata | Joshua Siringoringo
Direktur Lippo Group John Riady

Ada perdebatan valuasi perusahaan digital bubble dan tidak realistis, apa tanggapan Anda?

Valuasinya tinggi atau rendah apakah mengecewakan? Saya pikir ini semua sulit untuk dibilang mahal atau murah, baik atau tidak baik. Menurut saya, ini semua bagian dari inovasi.

Misalnya, di Amerika kan kita bisa lihat ada beberapa perusahaan mobil yang terkenal. Pada saat internal combustion engine itu ditemukan dan mulai tumbuh industri mobil pada era 50-60an. Percaya atau tidak, ada sekitar 500-600 perusahaan mobil yang ingin menjadi itu. Setelah 60 tahun, kita tahu yang benar-benar berhasil hanya 3 atau 4. Dari 500 hanya 5, mungkin 1% yang berhasil.

Saya pikir itulah inovasi. Melalui satu proses, akan banyak yang gagal, bermasalah. Tapi dari 1.000 startup, munculah sebuah Gojek, sebuah Microsoft, Sebuah Amazon, dan lain-lain. Nah, itulah proses. Kita lihat mereka 1968, pada saat itu over value, kemudian turun lagi. Tapi kapitalisasi pasar mereka sekarang, dibanding pada saat itu, sudah berlipat ganda. Kita perlu melihatnya jangka panjang dan solusi, selain value jelas punya kontribusi bagi masyarakat. Saya pikir pasti ujungnya baik.

Bagaimana awalnya Lippo berinvestasi di startup digital?

Tujuh tahun lalu pertama kali kami investasi beberapa perusahaan pada 2014. Kami lihat perusahaan teknologi di Indonesia, seperti Gojek, Tokopedia, dan lainnya, mungkin total nilai dari seluruh perusahaan mencapai Rp 1 triliun. Percaya atau tidak, saat itu Gojek sudah Rp 300 miliar.

Saat Gojek sedang fundraising (mencari pendanaan), kami masuk kira-kira Rp 1 triliun dan angka itu sekarang mungkin sudah US$ 60 miliar (sekitar Rp 800 triliun). Jadi Gojek tumbuh 1.000 kali lipat dalam 6-7 tahun. Dari US$ 60 juta, sekarang sudah US$ 60 milyar.

Bagaimana prospeknya?

Saya percaya ini baru titik awal, bahkan 3-5 tahun ke depan angka ini (Gojek) barangkali bisa US$ 200 miliar-300 miliar.

Kalau kita lihat di Tiongkok, aspek teknologinya maju sekali. Ekosistem teknologi dan digital mereka benar-benar berkembang pesat setelah Alibaba, generasi pertama teknologi mereka yang berhasil IPO (mencatatkan saham di bursa). Pada saat itu orang tidak percaya Alibaba bisa IPO di Tiongkok dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang mirip seperti di Indonesia saat ini.

Kenyataannya, bukan hanya bisa, tapi sangat baik. Bukan hanya Alibaba, mungkin ada puluhan atau ratusan perusahaan teknologi Tiongkok yang berhasil IPO. Ini penting dan menarik, karena saat Alibaba IPO, investor mereka exit (keluar) dan investasi kembali dalam ekosistemnya. Alibaba pun menggalang dana yang besar dan digunakan untuk investasi kembali dalam ekosistemnya. Setelah berhasil IPO, jumlah modal dan kapital yang diinvestasikan meledak.

Apakah hal yang sama juga bisa terjadi di Indonesia?

Saya percaya ini merupakan satu perubahan yang sangat menarik, didukung perubahan perilaku konsumen. Cara kita memesan makanan, belanja, pembayaran, semuanya berubah. Saya percaya saat kita merem kemudian bangun tidur, mungkin sepuluh tahun dari sekarang mungkin kita lihat pergerakan dan perubahan di sektor ini. Saya pikir ini penting bukan saja investasi dan mencapai return (pengembalian investasi).

Saya percaya transformasi digital ini kunci pertumbuhan ekonomi. Bagaimana kita mengangkat puluhan juta penduduk Indonesia masuk ke dalam golongan middle class economi, sehingga membuka kesempatan, kemampuan, dan kehidupan masyarakat lebih baik. Ini menjadi fokus bagi kami untuk belajar juga berpartisipasi.

Apakah pandemi Covid-19 merontokkan ekonomi?

Sulit dipungkiri bahwa pandemi covid ini memiliki dampak yang besar dan sistemik terhdap perekomomian indoenisia, Asean dan seluruh dunia. Kalau kita lihat, banyak krisis ekonomi menghancurkan sisi supply (pasokan) atau demand (permintaan). Tapi pandemi ini dua-duanya hancur.

Untuk bisa bangkit pun tidak mudah dibutuhkan stimulus dan dongkrakan besar. Kalau kita lihat pandemi Covid-19 ini bukan hanya menciptakan krisis finansial tetapi krisis ekonomi juga. Dampaknya nyata, orang di-PHK dan lain-lain. Memang situasinya berat, meski total stimulus yang dikeluarkan bank sentral dan dunia sudah luar biasa besar.

Tapi saya pikir, ada hikmahnya dari tantangan ini. Covid bisa jadi riset di mana masyarakat dan negara dipaksa memikirkan ulang cara kerja yang sebelumnya. Yang jelas di teknologi, sekarang masyarakat sudah biasa dengan zoom, e-commerce, grocery shopping online, sehingga dampaknya positif bagi efisiensi ekonomi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...