Perjalanan B20 Indonesia, Tidak Mudah Mendapatkan Kesepakatan

Redaksi
Oleh Redaksi
10 November 2022, 18:17
Shinta Widjaja Kamdani
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Ketua Penyelenggara B20 – Presidensi G20 Indonesia

B20 Indonesia ini juga menyangkut gap. Ini pertama kali Indonesia sebagai negara berkembang menjadi tuan rumah. Untuk itu Indonesia juga mengedepankan agenda-agenda yang berhubungan dengan negara berkembang, karena selama ini lebih banyak di-drive oleh negara maju. Karena itulah, isu UMKM yang di presidensi sebelumnya tidak begitu diperhatikan sekarang kami kedepankan.

Dengan adanya gap ini, untuk mencapi konsensus ada konflik-konfliknya. Sebab, interest pelaku usaha di negara maju dan di negara berkembang belum tentu sama. Begitu mencapai konsesus, ini sesuatu yang luar biasa.

Untuk para UMKM ini, platform apa yang sedang dikembamgkan? Dan bagaimana memetakan UMKM tersebut untuk terlibat sehingga mereka bisa naik ke level global?

Di Kadin ada program Wiki yang sudah berjalan. Kami baru launching juga yang dihadiri Bapak Presiden “Inclusive Loop Ecosystem” untuk membawa perusahaan besar bermitra dengan UMKM. Kita selama ini selalu mengatakan bahwa UMKM untuk go global. Tapi kami menyadari pentingnya menyiapkan UMKM itu sendiri, dari segi produksi, pembiayaan, jaringan akses marketnya.

Di sinilah peran kami untuk bisa menggandeng mereka melalui platform-platform agar masuk ke jaringan perusahaan besar. Kuncinya, untuk naik kelas UMKM harus difasilitasi, tidak bisa sendiri. Ini juga platform digital sangat penting karena orang jualan harus ada medsos-nya, dan kami akan siapkan platform digitalnya.

Sudah berapa korporasi yang berkomitmen untuk bergabung dalam platform ini?

Termasuk yang ekosistem, saat ini ad sekitat 40 perusahaan besar. Dari sisi produk, mereka itu dari bermacam perusahaan. Dalam ekosistem itu ada dari e-commerce, pembiayaan, pelaku usaha besar yang punya produksi sendiri juga ada. Kami membagikan kuenya lalu mereka bisa masuk ke ekosistem ini.

Mengenai transisi energi, ada isu bantuan dana US$ 100 miliar dari negara maju yang jadi pembicaraan lama. Apakah itu juga menjadi pembahasan yang serius di B20?

Pembiayaan transisi energi jelas masuk topik pembahasan prioritas. Pembiayaan itu ada yang dari pemerintah dan dari swasta. Model pembiayaannya balnde finance yang kami kedepankan di energy transsition mechanism (ETM). Yang menarik di B20 kali ini, itu memang topik yang hangat. Negara maju kan mau kita mencapai transi ini, tapi ya bantu dong pembiayaannya.

Kalo pelaku kan bukan pemerintah, jadi kami tidak bisa mengatakan harus seperti ini. Tapi kami mengingatkan bahwa negara maju menjanjikan untuk membantu dari segi pembiayaan.

Menariknya, INA - The Indonesia Investment Authority- yang kebetulan chairman-nya mengepalai investasi dan infrastruktur, membahas blanded finance, misalnya, untuk mempercepat pensiun pembangkit listrik IPP yang berbahan batu bara. Kami menyiapkan fund yang bisa dimanfaatkan untuk mempensiunkan itu menuju renewable.

Dalam transisi energi perlu kesimbangan. Kita bukan hanya memikirkan soal pembiayaan, tapi juga harus berkeadilan. Transisi ini akan mempengaruhi masyarakat, misalnya apakah lebih mahal, atau lebih tinggi biayanya bagi masyarakat. Juga, apa akan mempengaruhi jenis pekerjaan.

Pekerjaan dari jenis renewable memang akan besar, tapi di sisi lainnya akan banyak kehilangan pekerjaan. Semua harus diperhitungkan menjadi topik yang dikedepankan.

B20 Indonesia Chair Shinta Kamdani
B20 Indonesia Chair Shinta Kamdani (B20Indonesia.org)

Apa di skema blended financing tadi bisa memasukkan bantuan dari negara-negara maju dalam transisi energi tadi?

Masuk tapi melalui pelaku usahanya, tidak langsung dari negara. Blended financing itu misalnya masuk melalui BUMN, development fund. Kebetulan di B20 ini lebih di pelakunya, bukan langsung dari uang negara. Ada kaitannya kalau dia BUMN, tapi tidak langsung. Blended financing juga bisa dari filantropi, dari berbagai perusahaan.

Dan program-program tersebut sudah satu jalur dengan dunia usaha?

Kami mau mencari solusi, mana model yang jalan dan bisa menjadi contoh. Kami tidak berhenti pada mencari policy. Nanti di lihat di berbagai negara, model mana yang berjalan, mana yang bisa diadopsi.

Dan sejauh ini, apa suara di B20 sudah kuorom dalam menyepakati berbagai hal tersebut?

Sudah. Saya meras 80 persen dari pekerjaan kami sudah tuntas. Yang paling penting, konsensus itu sudah bisa menghasilkan komunike. Tidak mudah mendapatkan satu kesepakatan ini.

Paling tidak nanti di summit, secara formalitas sudah bisa kami sampaikan. Dalam proses itu kami juga sudah melakukan advokasi dari berbagai stakeholder, di dalam dan luar negeri maupun ke pemerintah. Summit ini ajang puncak untuk kami menyampaikan masukan-masukan tadi.

Tadi disebutkan tidak mudah mendapatkan satu kesepakatan ini. Apa saja isu alot yang diperdebatkan?

Jelas itu ada. Tapi saya tidak bisa sharing persisnya seperti apa prosesnya. Untuk mencapai konsensus itu ada konflik-konfliknya. Kita thau negara-negara mana yang membawa pelaku usahanya untuk comeout dengan konsensus isu itu. Ada negara-negara yang sangat sensitif terhadap hal-hal tertentu. Tapi saya tidak bisa buka.

Yang pasti ada perdebatan itu, tidak semuanya normal. Dengan adanya perang Ukraina-Rusia ini menjadikan lebih hot lagi. Karena semua perhatian ke sana, bagaimana dampaknya. Tapi kami di B20 kan bisnis ya, bukan politik. Dan G20 ini sebenarnya juga forum ekonomi, bukan forum politik. Karena itu kami mengingatkan bahwa ini adalah urusan ekonomi, tidak mengaitkan dengan geopolitik.

Apa delegasi Ukraina dan Rusia akan datang di KTT G20, atau delegasi di B20 Summit?

Sampai saat ini kami melihat belum melihat signifikan number yang datang. Dari Ukraina ada beberapa pengusaha. Tapi keterlibatan mereka mungkin tidak seperti biasanya. Juga Rusia yang bisanya sangat aktif, ini tidak terlalu kelihatan. Mereka juga membatasi keterlibatan mereka karena mungkin merasa kurang nyaman.

Dari rangkaian kegiatan tadi, dari hulu sampai rencana implementasinya di B20, sebesar apa dampaknya bagi Indonesia?

Dari awal banyak yang menayakan, apa manfaat sebenarnya bagi Indonesia dengan presidensi ini? Yang pasti, kita sebagai tuan rumah, semua proses formalnya harus kita jalankan. Lalu apa yang kita butuhkan? Dengan presidensi ini menempatkan Indonesia di peta dunia. Masih banyak masyarakat dunia yang tidak tahu Indonesia di mana. Jadi kita mempromosikan Indonesia.

Tapi yang utama, jelas kita mau menarik investasi. Karena itu, dalam setiap kunjungan roadshow, kami bekerja sama dengan Kementerian Investasi dengan mengkurasi proyek-proyek yang ramah investasi. Ini kesempatan membawa Indonesia di dalam perhatian dunia.

Kedua, dengan Indonesia menjadi tuan rumah juga kesempatan untuk membuka peluang, membuat jaringan dengan pelaku usaha di banyak negara. Ini penting.

Nah yang jelas terlihat, ajang atau aktivitasnya saja yang berlangsunng hingga saat ini tentu berdampak langsung pada ekonomi Indonesia. Banyak pelaku usaha mendapat manfaat dalam keterlibatan mereka di acara ini. Atau ada pembelian produk. Belum acara puncaknya saja sudah banyak sekali yang datang. Ada belanja, makan, banyak yang langsung berdampak.

Setelah Presidensi Indonesia, apa sudah ada pembicaraan terkait isu-isu yang akan belanjut pada presidensi berikutnya, ketika di tangan India, terutama untuk isu-isu di B20?

Kami baru dua pekan lalu kunjungan ke India. Kami bertemu dengan organizer-nya di sana. Mereka baru menunjuk Chair B20 India dari perusahaan Tata. Dan jelas, keberlanjutan b20 itu sangat penting. Waktu menerima dari Itali kami juga seperti itu.

Kami sudah berdiskusi dengan mereka, terutama agar legasi-legasi yang ada terus berlanjut. Ini yang kami pastikan bahwa mereka akan melanjutkan apa yang sudah dilakukan di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...