Rekor Surplus Neraca Perdagangan Indonesia
Neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Juni 2022 mengalami surplus mencapai US$ 24,9 miliar. Angka ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu, surplus neraca perdagangan pada semester I tahun ini meningkat hingga 110% (year-on-year/yoy). Adapun dalam enam tahun terakhir pada periode Januari-Juni, neraca perdagangan Indonesia kian membaik meski mengalami defisit pada 2018 dan 2019.
Suatu negara dikatakan memiliki neraca perdagangan surplus lantaran transaksi ekspor yang lebih besar daripada nilai impornya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai ekspor pada enam bulan pertama tahun ini mencapai US$ 141,1 miliar, naik 37% (yoy).
Sementara nilai impor Indonesia pada semester I tahun ini tercatat sebesar US$ 116,2 miliar. Nilai ini juga naik 28% (yoy).
BPS juga mencatat, kinerja surplus pada semester I-2022 diperoleh dari transaksi perdagangan sektor nonmigas yang lebih tinggi, yaitu US$ 133,3 miliar atau naik 37%.
Surplus neraca perdagangan juga didorong oleh naiknya harga komoditas penyumbang ekspor Indonesia, terutama batu bara. Harga batu bara per Juni 2022 berada pada level US$284,9 per metrik ton atau meningkat 152,28% (yoy).
Adapun menurut BPS, kembali dibukanya izin ekspor minyak sawit juga turut menjadi penopang surplus neraca perdagangan. Pada Juni 2022, nilai ekspor minyak sawit mencapai US$ 2,74 miliar, melonjak 863% dari bulan sebelumnya. Nilai ini menyumbang 54% surplus neraca perdagangan pada bulan keenam tahun ini.
“Minyak sawit memberikan kontribusi 54% terhadap surplus perdagangan pada Juni,” ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jumat 15 Juli 2022.
Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tren pelemahan sekitar 5% dalam enam bulan terakhir. Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral AS, the Fed yang menaikan suku bunganya.
Pelemahan rupiah ini juga dapat menjadi peluang bagi pengusaha untuk meningkatkan ekspor meskipun akan membuat harga barang-barang impor menjadi mahal. Ini tentu berpengaruh terhadap neraca perdagangan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di tengah berbagai tantangan global yang terus berlangsung, kinerja impresif pada neraca perdagangan ini merupakan modal penting dalam menjaga stabilitas sektor eksternal Indonesia.
“Sehingga semakin kuat menghadapi berbagai tantangan yang diperkirakan masih berlanjut di tahun ini,” katanya.