Banyak Fintech Palsu, Aftech Minta Masyarakat Melek Teknologi

Fahmi Ahmad Burhan
15 Juli 2021, 16:35
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta fintech
Donang Wahyu|KATADATA
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta

Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menyadari maraknya penipuan layanan keuangan digital dengan modus mencatut nama fintech legal. Aftech pun kemudian menyiapkan berbagai upaya mencegah terjadinya penipuan yang merugikan masyarakat itu dengan edukasi hingga langkah hukum.

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) periode Januari hingga Juni 2021, terjadi lonjakan pengaduan pinjaman online ilegal sebesar 80%. Adapun sepanjang Juli ini, SWI sudah memblokir 172 platform pinjaman online ilegal. 

Advertisement

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencatat, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 114,9 triliun sejak 2011 hingga 2020.

Wakil Ketua Umum I Aftech Karaniya Dharmasaputra mengatakan dari pengamatannya, penipuan dengan mengatasnamakan fintech legal itu terjadi di lintas sektor. Termasuk dari pembiayaan (fintech lending), investasi, hingga sistem pembayaran. Para pelaku biasanya mengandalkan platform media sosial dan platform percakapan seperti Telegram.

Pelaku membuat akun media sosial menyerupai fintech legal, baik nama maupun logo. Begitu pun dengan platform percakapan, mereka membuat grup dengan nama dan logo menyerupai fintech legal, serta mengundang banyak pengikut yang kebanyakan berisi bot. Bot merupakan program komputer yang dijalankan di lingkungan khusus dan dibuat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan otomatis.

"Mereka menamai perusahaan fintech yang dikenal masyarakat. Ini untuk menambah kepercayaan calon korban," kata Karaniya dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7).

Kemudian, setelah ada calon korban yang masuk ke dalam grup, pelaku beraksi untuk menawarkan layanan keuangan. "Misalnya, mengiming-imingi investasi yang tidak masuk akal," ujarnya.

Karena yang disasar merupakan konsumen yang kurang memahami risiko investasi, akhirnya mereka tergiur. Kemudian, calon korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening pelaku. 

"Korban diminta transfer yang itu bukan atas nama perusahaan tapi ke rekening pribadi. Padahal, kalau fintech legal hal itu hampir tidak mungkin terjadi," ujar Karaniya.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement