Menyusuri Bisnis dan Kekayaan Induk SPBU Vivo, Vitol Grup

Amelia Yesidora
6 September 2022, 17:02
Vivo
Anggita Amalia|Katadata

Akhir pekan lalu, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM bersubsidi, terhitung sejak Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Menteri ESDM, Arifin Tasrif merinci tiga jenis BBM yang mengalami perubahan harga yakni Pertalite, Solar dan Pertamax. 

Untuk harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Sedangkan harga Solar naik dari dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Adapun harga Pertamax dikerek menjadi Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.

Menariknya, ketika harga BBM di gerai SPBU Pertamina mengalami kenaikan, SPBU Vivo justru menawarkan harga yang lebih rendah untuk jenis bensin setara Pertalit. Jika Pertamina membandrol harga Pertalite dengan jenis RON 90 seharga Rp 10 ribu per liter, Vivo sempat menawarkan harga Rp 8.900 per liter, untuk jenis RON 89. 

Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah menepis pernyataan adanya intervensi harga BBM umum yang dijual SPBU Vivo. Sebelumnya, pemerintah dikabarkan meminta SPBU nonpemerintah untuk menaikkan harga BBM jika lebih rendah dari harga Pertamina.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyampaikan bahwa penetapan harga sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 117 tahun 2021.

“Menteri ESDM menetapkan Harga Jual Eceran (HJE) jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan. Sedangkan HJE Jenis BBM Umum dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha,” kata Tutuka dalam keterangan tertulis, Senin (5/9).

Berdasarkan peraturan itu, pemerintah bisa menegur badan usaha bila menjual BBM melebihi batas atas harga. Penetapan harga jual di SPBU saat ini merupakan kebijakan bada usaha yang dilaporkan ke Menteri dan Dirjen Migas.

“Sehingga tidak benar pemerintah meminta badan usaha menaikkan harga,” ujar Tutuka.

Pengelola SPBU Vivo di Indonesia adalah PT Vivo Energi Indonesia, anak usaha dari perusahaan perdagangan energi asal Rotterdam, Vitol Grup. Pada awal kedatangan di Indonesia pada 2017 lalu, SPBU ini dikelola oleh Nusantara Engery Resources, namun sempat berhenti beroperasi. Alasannya karena ada ketidaksesuaian antara nama perusahaan dan merek dagang yang ditawarkan, yakni Vivo. Oleh sebab itu, nama perusahaan berganti menjadi PT Vivo Energy Indonesia. 

Kekayaan Bersanding dengan Induk Google

Vitol adalah perusahaan yang didirikan Henk Viëtor dan Jacques Detiger di Rotterdam pada Agustus 1966. Viëtor memperoleh modal pendirian usaha dari ayahnya yang berinvestasi sebanyak 10 ribu gulden Belanda, yang kemudian akan dibayar kembali dengan bunga tahunan sebesar 8 %. Pemilihan nama Vitol pun berasal dari gabungan Viëtor dan oil alias minyak. Detiger bercerita kepada Bloomberg bahwa ayah Viëtor  memberikan satu syarat pada mereka, “Kamu punya waktu enam bulan. Bila gagal, Anda keluar.”

Kegiatan operasional perusahaan pun mulai berjalan dan menunjukkan keuntungan kecil, di mana neraca keuangan mencatatkan nilai sebesar 200 ribu gulden. Bisnis ini kian berkembang kala produsen besar yang mengendalikan kontrak jangka panjang mulai pecah pada akhir 1960-an hingga 1970-an. Vitol, sebagai pedagang kecil, mulai melakukan transaksi jual beli di pasar yang baru terbentuk. 

Seiring dengan perkembangan bisnis, Vitol membuka kantor baru di Swiss, London, hingga New York. pada 1976, Viëtor meninggalkan perusahaan ini dan Detiger mengambil alih manajemen perusahaan. Namun Vitol yang dikenal hingga sekarang mulai terbentuk pada 1990, ketika Detiger dan tujuh orang rekannya menjual perusahaan ini seharga US$100 juta hingga US$ 200 juta kepada 40 orang pegawai, termasuk Ian Roper Taylor yang menjadi CEO perusahaan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...