Biografi Sunan Bonang yang Menyebarkan Islam dengan Budaya
Sunan Bonang adalah salah satu dari sembilan Wali Songo yang memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam di Jawa. Ia terkenal karena mengadopsi pendekatan budaya dalam dakwahnya.
Sunan Bonang, seorang penyebar Islam yang mahir dalam berbagai bidang seperti fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan ilmu silat, terkenal dengan kesaktian dan kemampuannya yang luar biasa dalam mencari sumber air di tempat-tempat yang sulit. Menurut Babad Daha-Kediri, ia bahkan mampu mengubah aliran Sungai Brantas, membuat daerah di sekitarnya yang tadinya tidak menerima dakwah Islam menjadi kekurangan air, sementara beberapa lainnya mengalami banjir.
Berkenaan dengan itu, menarik mengetahui sosok Sunan Bonang lebih lanjut. Berikut ini biografi Sunan Bonang selengkapnya.
Biografi Sunan Bonang
Sunan Bonang, yang memiliki nama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1465 di Rembang dari pasangan Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Sebagai keturunan ke-24 Nabi Muhammad SAW, dia tumbuh bersama delapan saudara, termasuk Sunan Drajat, atau Raden Qasim. Sunan Bonang memperoleh pendidikan agama Islam langsung dari ayahnya, Sunan Ampel, di Pesantren Ampeldenta, bersama dengan Sunan Giri, Raden Patah, dan Raden Kusen.
Selain itu, Sunan Bonang juga belajar kepada Syaikh Maulana Ishak selama perjalanan haji ke tanah suci bersama Raden Paku Sunan Giri ke Malaka. Dia dikenal sebagai ahli Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Setelah belajar di Pasai, dia mendirikan pesantren di Tuban setelah kembali dari sana.
Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, tempat yang menjadi pusat perjuangannya dalam dakwah. Makamnya masih menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi oleh peziarah dari seluruh Indonesia.
Perjalanan dakwah Sunan Bonang mencakup berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ia memulai dakwahnya dari Kediri, Jawa Timur, dengan mendirikan sebuah mushola di Desa Singkal yang berada di tepi Sungai Brantas.
Sayangnya, upaya dakwah Sunan Bonang di daerah tersebut sempat ditolak. Namun, Sunan Bonang tidak putus asa; malah, ia berhasil mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya.
Setelah meninggalkan Kediri, Sunan Bonang melanjutkan dakwahnya di Jawa Tengah, khususnya di Demak. Kedatangannya ke Demak adalah atas undangan dari Raden Patah, Raja Demak saat itu. Sunan Bonang diundang untuk menjadi imam Masjid Demak.
Dalam dakwahnya, Sunan Bonang menggunakan seni sebagai alat untuk menarik perhatian masyarakat. Salah satu bentuk seni yang digunakan adalah seperangkat gamelan yang disebut bonang, sebuah jenis alat musik kuningan yang memiliki bagian tengah yang menonjol.
Jika benjolan itu dipukul dengan kayu yang lembut, akan menghasilkan suara yang indah. Terutama jika yang memukulnya adalah Sunan Bonang, pasti suara musiknya sangat merdu. Ia adalah seorang wali yang memiliki selera seni yang tinggi.
Oleh karena itu, suara bonang yang dihasilkan memiliki dampak yang besar bagi pendengarnya. Kemungkinan besar, karena alat musik ini yang kemudian membuatnya dijuluki Sunan Bonang.
Ternyata, penggunaan bonang sebagai media dakwah oleh Sunan Bonang sangat efektif. Ini terbukti dengan berhasilnya menarik simpati masyarakat sehingga mereka dengan mudah menerima Islam.
Selain itu, lagu-lagu yang diajarkan oleh Sunan Bonang juga berisi ajaran agama Islam. Dengan pendekatan ini, masyarakat belajar Islam dengan senang hati, bukan karena dipaksa.
Sebagai seorang wali dan seniman, Sunan Bonang banyak menciptakan karya sastra seperti tembang dan prosa yang sangat indah, bukan hanya di masa lalunya, tetapi juga relevan hingga saat ini.
Karya sastra Sunan Bonang penuh dengan keindahan dan makna tentang kehidupan beragama.
Ilmu yang Diajarkan Sunan Bonang
Sunan Bonang memiliki pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang, termasuk ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur.
Ajaran yang diteruskan oleh Sunan Bonang merupakan perpaduan antara ajaran ahlus sunnah dengan gaya tasawuf. Ini menunjukkan bahwa Sunan Bonang tidak hanya memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, tetapi juga memiliki wawasan spiritual yang kuat.
Selain warisan intelektualnya, Sunan Bonang juga meninggalkan beberapa peninggalan fisik yang masih ada hingga saat ini:
1. Makam
Tempat pemakaman Sunan Bonang terletak di Tuban. Meskipun beberapa pendapat menyebutkan bahwa makamnya terletak di Bawean. Makam ini menjadi tempat ziarah bagi banyak orang yang menghormatinya sebagai seorang tokoh agama.
2. Kitab atau Buku
Sunan Bonang juga meninggalkan karya tulisannya, di antaranya adalah Suluk Wujil yang merupakan karyanya yang paling terkenal. Kitab ini telah disimpan di perpustakaan Belanda, yang menjadi sumber pengetahuan tentang pemikiran dan pandangan Sunan Bonang.
3. Sumur Srumbung
Di Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Tuban, terdapat Sumur Srumbung yang diyakini memiliki berkah. Sumur ini diyakini sebagai salah satu peninggalan Sunan Bonang, yang airnya dianggap memiliki keistimewaan atau berkah spiritual.
Peninggalan Sunan Bonang, baik dalam bentuk fisik maupun intelektual, menjadi bagian dari warisan budaya dan spiritual yang berharga bagi masyarakat, serta menjadi bahan studi yang penting dalam memahami kontribusinya terhadap agama dan kebudayaan di wilayah tersebut.